Luar Negeri

Jangan Anggap Remeh, WHO Sebut Omicron Bukan Penyakit Ringan

WHO mengatakan, varian Omicron diketahui tidak menyebabkan penyakit parah, tetapi lebih cepat menular dibandingkan varian sebelumnya.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo
Ilustrasi Omicron 

SERAMBINEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan seluruh masyarakat untuk tidak menganggap remeh varian B.1.1.529 atau Omicron.

WHO mengatakan, varian Omicron diketahui tidak menyebabkan penyakit parah, tetapi lebih cepat menular dibandingkan varian sebelumnya.

Pihaknya juga menyebut infeksi Covid-19 akibat varian Omicron tak boleh dikategorikan sebagai penyakit ringan.

"Meskipun Omicron tampaknya tidak terlalu parah dibandingkan Delta, terutama pada mereka yang divaksinasi, tidak berarti dikategorikan ringan," ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa.

"Sama seperti varian sebelumnya, Omicron membuat orang dirawat di rumah sakit dan membunuh manusia," lanjutnya.

Melansir Reuters, Kamis (6/1/2022) Tedros memperingatkan potensi 'tsunami' Covid-19 akibat infeksi global melonjak karena varian Omicron dan Delta.

Hal ini akan menyebabkan sistem perawatan kesehatan kewalahan.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, pimpinan WHO untuk manajemen klinis Janet Diaz memaparkan, bahwa studi awal menunjukkan risiko rawat inap akibat Omicron lebih rendah dibandingkan dengan varian Delta.

Varian yang pertama kali diidentifikasi di Afrika selatan dan Hong Kong pada November 2021 ini, tampaknya tidak menyebabkan keparahan penyakit pada kelompok usia muda dan dewasa.

Pernyataan terkait penurunan risiko penyakit parah dibarengi dengan data lain, termasuk riset dari Afrika Selatan dan Inggris.

Baca juga: Thailand Khawatirkan Penyebaran Omicron, Catat 7.526 Kasus Baru Virus Corona

Baca juga: Kasus Omicron Meningkat, Puan Minta Pemerintah Siapkan Skenario Terburuk

Akan tetapi, laporan yang ada sejauh ini tidak memberikan rincian lengkap tentang studi maupun usia pasien yang dianalisis.

Dampak varian Omicron pada orang tua merupakan salah satu pertanyaan besar yang belum terjawab, karena sebagian besar kasus yang dipelajari meneliti kelompok usia yang lebih muda.

 
Di samping itu, Tedros mengulangi seruannya untuk kesetaraan global terkait distribusi dan akses ke vaksin Covid-19.

"Berdasarkan tingkat peluncuran vaksin saat ini, 109 negara tidak dapat mencapai target WHO untuk 70 persen populasi dunia untuk divaksinasi penuh pada Juli," kata Tedros.

Target ini, dinilai dapat mengakhiri pendemi Covid-19 yang telah berjalan selama dua tahun.

"Vaksin booster di sejumlah kecil negara tidak akan mengakhiri pandemi sementara miliaran orang sama sekali tidak terlindungi (vaksin)," katanya.

Penasihat WHO Bruce Aylward mengatakan, sebanyak 36 negara bahkan belum mencapai 10 persen cakupan vaksinasi Covid-19.

Sebanyak 80 persen pasien yang mengalami penyakit parah di seluruh dunia belum divaksinasi.

Dalam laporan epidemiologi mingguannya, WHO mengatakan kasus Covid-19 meningkat 71 persen atau 9,5 juta kasus dalam sepekan.

Sementara kasus kematian akibat infeksi virus corona turun 10 persen, atau sekitar 41.000 kasus.

Di sisi lain, pemimpin teknis WHO untuk Covid-19, Maria van Kerkhove menyinggung munculnya varian terbaru B.1.640 atau varian IHU yang diidentifikasi di Perancis.

Dia mengatakan, varian ini pertama kali tercatat di sejumlah negara pada September 2021 lalu, termasuk di antara varian yang dipantau oleh WHO, namun belum menyebar secara luas.

Untuk diketahui, ada dua kategori lain yang digunakan WHO untuk melacak varian yaitu variant of concern yang mencakup Delta dan Omicron, serta variant of interest.

Studi: Varian Omicron Berpengaruh Beda terhadap Paru-paru

Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa varian Omicron kemungkinan tak separah dibandingkan varian Delta dan memberikan dampak pada paru-paru dengan cara berbeda.

Kepala Penasihat Medis Gedung Putih Dr. Anthony Fauci mengatakan, sebuah penelitian dari Hong Kong mengungkapkan bahwa meskipun varian Omicron bereplikasi lebih cepat dibandingkan Delta di bronkus, terdapat replikasi yang kurang efisien di paru-paru.

“Model hamster dari Universitas Tokyo menunjukkan Omicron menginfeksi dan menyebar dengan buruk di paru-paru, dan kurang patogen dibandingkan Delta. Peneliti Belgia pada hamster Suriah melihat hal yang sama," ujar Fauci seperti dikutip dari FOX News, Senin (3/1/2022).

Penelitian pada tikus dan hamster yang didanai NIH mengonfirmasi virulensi yang lebih rendah pada model hewan.

Sementara itu, penelitian di Pusat Penelitian Vaksin di NIH, dalam model primata bukan manusia, sedang berlangsung dan akan menunggu hasilnya.

Fauci menambahkan, data ini masih awal dalam banyak hal, tetapi semua indikasi menunjukkan tingkat keparahan yang lebih rendah dari Omicron dibandingkan Delta.

“Sulit untuk menentukan tingkat keparahan yang berkurang karena kekebalan yang sudah ada sebelumnya atau virulensi omicron yang secara intrinsik lebih rendah, seperti yang disarankan oleh penelitian pada hewan, atau kombinasi keduanya,” papar Fauci.

“Peningkatan transmisi Omicron yang mengakibatkan volume kasus yang sangat tinggi dapat mengesampingkan beberapa dampak dari tingkat keparahan penyakit yang lebih rendah,” lanjut dia.

Dalam penelitian yang belum ditinjau sejawat, penulis dari Universitas Cambridge dan Universitas Tokyo melaporkan, Omicron secara signifikan dapat lebih baik daripada varian sebelumnya dalam menghindari antibodi yang diinduksi vaksin.

Untuk mencapai kesimpulan ini, Dr. Kei Sato, Dr. Ravi Gupta dan lainnya menciptakan virus sintetis yang membawa mutasi kunci yang ditemukan di Omicron dan Delta.

Virus palsu tersebut diuji terhadap sampel darah dari individu yang divaksinasi dengan menerima dua dosis vaksin AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech.

Memahami seberapa efektif Omicron memasuki sel, para peneliti menggunakan virus sintetis untuk menginfeksi sel di organoid paru-paru.

University of Cambridge menjelaskan, meskipun memiliki tiga mutasi yang diprediksi mendukung pembelahan lonjakan, protein lonjakan Omicron ditemukan kurang efisien daripada lonjakan Delta dalam membelah reseptor protein ACE2, yang ditemukan pada permukaan sel di paru-paru dan memasuki sel paru-paru.

Setelah Omicron memasuki sel paru-paru sesudah membelah reseptor ACE2, ini juga kurang mampu menyebabkan fusi antar sel -- sesuatu yang terlihat pada jaringan pernapasan yang diambil setelah penyakit parah-- dibandingkan varian Delta. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguatkan temuan ini.

Secara keseluruhan, penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa mutasi Omicron menghadirkan virus dengan menjadi lebih baik dalam menghindari sistem kekebalan, tapi kemungkinan telah kehilangan sebagian kemampuannya untuk menyebabkan penyakit parah.

Tetap waspada

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan, terlalu dini untuk meyakini data awal yang menunjukkan varian Omicron mengarah ke penyakit ringan, sehingga masyarakat juga didesak untuk terus berhati-hati.

“Omicron masih merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang besar. Individu yang hanya menerima dua dosis vaksin atau tidak ada sama sekali, masih berisiko signifikan terhadap Covid-19, dan beberapa akan mengembangkan penyakit parah,” tulis WHO.

“Banyaknya kasus baru yang kami lihat setiap hari memperkuat kebutuhan semua orang untuk mendapatkan booster secepat mungkin," tambahnya.

Lebih lanjut, dituliskan bahwa hamster dan tikus yang terinfeksi Omicron memiliki kerusakan paru-paru yang lebih sedikit, tidak terlalu banyak kehilangan berat badan dan lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal dunia. Hewan yang terinfeksi Omicron umumnya mengalami gejala yang lebih ringan.

Para peneliti menemukan, tingkat Omicron di paru-paru hewan pengerat itu sepersepuluh atau kurang dari tingkat varian lainnya.

“Sementara hasil ini konsisten dengan data klinis awal pada manusia yang menunjukkan bahwa B.1.1.529 menyebabkan infeksi pernapasan yang lebih mudah menular namun mungkin lebih ringan, dasar pelemahan pada hewan pengerat masih belum diketahui," tulis para peneliti.

Penelitian sedang berlangsung untuk menentukan dasar pelemahan pada tikus dan hamster, serta untuk mengetahui bagaimana hal ini berhubungan dengan pola infeksi Omicron yang terlihat pada manusia.

Para ilmuwan mengamati patogen di laboratorium, bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang penularan, tingkat keparahan, dan kemampuan virus untuk menghindari vaksin dan respons imun saat Omicron terus menginfeksi di seluruh dunia.

Baca juga: Kapolres Aceh Timur Serahkan Voucher Umrah Vaksinasi Covid-19 ke Bhabinkamtibmas dan Warga

Baca juga: Kapolres Aceh Timur Serahkan Voucher Umrah Vaksinasi Covid-19 ke Bhabinkamtibmas dan Warga

Baca juga: Dampak Harga Pangan Mahal, Pedagang Warteg Kurangi Cabai, Cari Telur Kecil

Kompas.com: WHO Sebut Omicron Bukan Penyakit Ringan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved