Dampak Harga Pangan Mahal, Pedagang Warteg Kurangi Cabai, Cari Telur Kecil
Mukroni meminta agar pemerintah menjaga distribusi, dan petani-petani supaya digalakkan panen yang bagus.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Para pedagang warung Tegal alias Warteg terpaksa harus kreatif untuk menyesuaikan harga pangan yang melejit beberapa waktu terakhir ini. Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni berharap pemerintah bisa melakukan stabilisasi harga pangan.
Mukroni memperkirakan harga pangan akan naik-turun sampai pertengahan Januari.
Ia mencontohkan harga telur yang mulai turun. Sempat melambung tinggi, harga telur kini didapatinya sekira Rp 30 ribu per kilogram.
"Kalau masih naik ini agak lama perkembangannya. Pertengahan Januari biasanya turun karena permintaan tidak banyak. Saat ini agak turun sedikit, misal telur dari Rp 32 ribu, sekarang Rp 30 ribu per kilogram. Normalnya kan Rp 25 ribu per kilogram," ujarnya saat dihubungi Tribun, Jumat (7/1/2022).
Mukroni meminta agar pemerintah menjaga distribusi, dan petani-petani supaya digalakkan panen yang bagus.
Sebab, ucap Mukroni, para pedagang Warteg mengalami dilematis. Di satu sisi tidak bisa menaikkan harga, namun tetap berusaha untuk tidak mengecewakan para pelanggan.
"Warteg tidak bisa naikkan harga karena daya beli belum pulih. Mobilitas sudah, tapi kalau kita naikan harga malah tambah simalakama atau bumerang.
Nanti tidak ada yang beli. Untuk sementara kita subsidi telur misal kita beli tadinya 16 butir 1 kilogram, sekarang cari 20. Terus kurangi cabai. Supaya pelanggan tidak syok. Sekarang persaingan ketat. Teman-teman kreatif sendiri supaya harga tidak dinaikkan," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa sejumlah komoditas pangan menjadi kontributor terbesar inflasi pada Desember 2021. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan cabai rawit memberi andil inflasi sebesar 0,11 persen, minyak goreng sebesar 0,8 persen, dan telur ayam ras sebesar 0,05 persen.
Baca juga: Jaksa Anti-Terorisme Prancis Selidiki Kasus Ledakan Reli Dakar di Arab Saudi
Baca juga: Kuwait Perintahkan Warganya di Kazakhstan untuk Pulang, Status Darurat Belum Dicabut
Baca juga: Maskapai Penerbangan Murah Arab Saudi Luncurkan Jalur Perdana, Riyadh-Kairo
Sementara itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengkritisi langkah pemerintah yang menyediakan 1,2 miliar liter minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu per liter sebagai upaya menstabilkan harga komoditas tersebut di pasar.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, harga Rp 14 ribu sudah di atas Harga Eceren Tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan sederhana yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"HET itu kan sampai Rp 12.500, maka ada selisih dengan yang disediakan pemerintah Rp 14 ribu per liter. Maka kami pikir dan kami duga, tak ayal seperti jual beli dan meraup keuntungan semata saja dalam operasi pasar," ujar Reynaldi.
Menurutnya, pemerintah seharusnya menyediakan minyak goreng dengan harga sesuai HET dan jika menetapkan Rp 14 ribu, maka harus merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait HET minyak goreng. Saat ini, HET minyak goreng diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020. Dalam lampirannya disebutkan HET minyak goreng kemasan sederhana Rp 11 ribu per liter.
"Pemerintah harus mengacu Permendag, dasarnya harus itu. Kalau di luar HET akan menimbulkan masalah nantinya," papar Reynaldi.
Baca juga: Bahrain Tingkatkan Uji Cepat Covid-19, dari Warga, Karyawan Sampai Turis Asing
Baca juga: Banjir dan Longsor di Jayapura: 7 Orang Meninggal, Ratusan Warga Mengungsi
Baca juga: Langka Menko Airlangga Stabilitasi Minyak Goreng Rp 14.000 Bantu UMKM dan Untungkan Masyarakat
Oleh sebab itu, Reynaldi meminta pemerintah mengkaji ulang langkah menstabilkan harga minyak goreng, dan harus mengundang seluruh pemangku kepentingan terkait setiap mengambil keputusan, tidak hanya pengusaha minyak goreng saja.