Breaking News

Berita Nasional

Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara Dibahas Sampai Subuh, Hanya PKS yang Menolak

Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) akhirnya telah disepakati oleh DPR RI menjadi UU

Editor: bakri
TRIBUN KALTIM/FACHMI RACHMAN
Foto udara kawasan Jalan Samboja - Semoi, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur yang menjadi lokasi Ibu Kota yang baru 

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) akhirnya telah disepakati oleh DPR RI menjadi UU.

Pengesahan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-13 DPR RI masa sidang 2021-2022, Selasa (18/1/2022).

Namun pembahasan RUU IKN ini menjadi sorotan karena terbilang cepat dari segi waktu hingga disepakati dibawa ke rapat paripurna.

Sekedar informasi, Panitia Khusus RUU IKN sendiri baru ditetapkan pada 7 Desember 2021.

Hal itu berarti DPR bersama pemerintah hanya membutuhkan waktu kurang dari dua bulan atau tepatnya 43 hari untuk menyelesaikan rancangan undang-undang tersebut.

Bahkan agar bisa dibawa ke paripurna, rapat timsus RUU IKN digelar marathon dari pagi hingga dini hari.

Terpantau rapat digelar sejak pukul 11.00 WIB, Senin (17/1).

Sempat diskors pukul 17.00, rapat dibuka kembali 19.00 WIB hingga menyepakati sejumlah pasal dalam RUU.

"Salah satunya yang dibahas pengambilan keputusan tingkat I.

Setelahnya ada agenda mendengarkan pandangan mini fraksi, DPD, dan pemerintah itu, baru selesai kira-kira Selasa dini hari, sekitar pukul 03.

00 WIB," ujar Hinca Pandjaitan, anggota tim Pansus IKN dari Fraksi Demokrat, kepada Tribunnetwork, Selasa (18/1/2022).

Sementara itu, Ketua Pansus IKN Ahmad Doli Kurnia menyatakan dalam rapat yang berlangsung hingga pagi itu dibahas sejumlah hal terkait RUU IKN.

Mulai dari nama Ibu Kota Negara Nusantara, bentuk atau sistem pemerintahan, rencana induk, sistem pendanaan, sumber pembiayaan hingga pertanahan.

Doli memastikan bahwa DPR berupaya bentuk pemerintahan dalam UU tersebut tetap dijaga supaya relevan dengan peraturan perundang-undangan yang lain, terutama UUD 1945.

"Karena dalam pasal 18 itu dijelaskan bentuk-bentuk pemerintahan yang ada itu, pemerintahan daerah khusus, istimewa dan segala macam itu," kata Doli.

"Di sisi lain kami memahami pemerintah juga menginginkan ada penyebutan nama otorita.

Nah akhirnya kita sepakat ada titik kompromi, maka kita sebut pemerintahan daerah ibu kota yang selanjutnya disebut otorita," imbuhnya.

Selain itu, dibahas pula bahwa otorita secara kelembagaan akan bertanggung jawab langsung ke presiden.

Baca juga: Rocky Gerung Usulkan Ibu Kota Baru Bernama Jokowikarta, Fadli Zon Lebih Setuju Pakai Nama Jokowi

Baca juga: Biaya Pembangunan Ibu Kota Baru di Kaltim: Gelontorkan Rp 466 T hingga Pakai Dana Pemulihan Ekonomi

Dikatakan Doli, itu berarti setingkat menteri dan dapilnya termasuk dalam dapil nasional.

"Jadi tidak ada DPRD Provinsi dan kab/kota.

Dan otomatis dalam penganggaran nanti pertanggungjawaban satu level saja di APBN," jelasnya.

Pada hari yang sama dalam rapat paripurna DPR RI, Doli nampak membacakan hasil pembahasan RUU IKN di hadapan para pimpinan DPR.

Dimana diketahui, dari 9 fraksi hanya Fraksi PKS yang akhirnya tidak menyetujui hasil pembahasan RUU IKN.

"Fraksi PKS menolak hasil pembahasan RUU IKN dan menyerahkan pengambilan keputusan selanjutnya pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI," kata Doli.

4 Anggota DPR Interupsi

Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan apakah para anggota dewan setuju mengesahkan RUU IKN tersebut menjadi undang-undang.

Secara serempak pertanyaan itu dijawab setuju oleh para anggota dewan.

Namun tiba-tiba terdengar suara dimana anggota dewan meminta interupsi.

Puan yang hendak mengetuk palu sidang sempat terhenti sebelum akhirnya tetap mengetuk palu sidang.

Puan lantas meminta agar interupsi disampaikan nanti di akhir.

"Ya, nanti interupsi setelah ini ya bapak-bapak.

Karena dari 9 fraksi, 1 (fraksi) yang tidak setuju.

Artinya bisa kita sepakati bahwa 8 fraksi setuju dan artinya bisa kita setujui, setuju ya?" tanya Puan lagi yang dijawab setuju oleh anggota dewan.

Saat dipersilakan menyampaikan interupsi, ternyata ada empat anggota dewan yang menyampaikan interupsi.

Satu dari Fraksi Demokrat dan tiga dari Fraksi PKS.

Suhardi Duka dari Fraksi Demokrat hanya memberikan penekanan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam merencanakan pemindahan ibu kota negara karena ini demi kepentingan bangsa dan bukannya perorangan.

Sementara dua dari tiga anggota dewan Fraksi PKS membahas masalah lain.

Hanya Hamid Noor Yasin yang mengkritik perihal RUU IKN yang terkesan dibahas dengan terburu-buru dan tidak memperhatikan bahwa itu membebani keuangan negara.

"Fraksi PKS melihat bahwa pemindahan IKN di saat seperti saat sekarang ini sangat membebani keuangan negara dan membuat negara tidak fokus dalam penanganan pemulihan ekonomi," kata Hamid.

"Fraksi kami merasa dikejar-kejar.

Pembahasan belum mendalam dan belum komprehensif.

Ditanya drafnya ketika itu saya sebagai anggota Pansus belum dapat hasil RUU IKN tersebut sehingga PKS memandang RUU IKN masih memuat potensi masalah baik secara formil maupun materiil," pungkasnya.(tribunnetwork/vincentius jyestha)

Baca juga: Ibu Kota Negara Pindah ke Kalimantan Timur, Bagaimana Nasib Jakarta?, Apakah Semua ASN Ikut Pindah?

Baca juga: 4 Fakta Ibu Kota Negara Baru Nusantara, Asal-usul Nama hingga Jadwal Pemindahan PNS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved