Opini
Jangan Bermental Pengemis!
Selain kemacetan yang tidak terkendali seperti biasanya, terdengar suara syiar dakwah yang dilantunkan oleh oknum pemuda berpakaian rapi layaknya

Jika dulu masyarakat yang membantu negara, mengapa hari ini justeru banyak oknum yang menadah tangan pada bantuan pemerintah? Realita menjadi bukti, ketika ada bantuan dari pemerintah, (baik itu dana desa, dana Covid-19, bansos dan lain sebagainya), kuota yang diberi selalu kurang dengan jumlah penerima.
Masyarakat saling beribut, bahkan berlomba-lomba membuktikan diri bahwa dirinyalah yang paling miskin (layak).
Saya melihat ini bukan lagi sebagai fenomena ekonomi, namun lebih kepada fenomena psikologi sosial.
Mental masyarakat hari ini didominasi oleh oknum-oknum penadah tangan.
Baca juga: Kisah Ahmad Nur, Pemuda Bersorban dan Wajah Penuh Tato, Ingin Jadi Pendakwah, Hafiz 24 Juz Al-Quran
Mereka merasa bangga dan bahagia ketika memperoleh uang atau sembako gratis.
Mental ini kemudian menjadi satu kesatuan di masyarakat, bertransformasi dengan berbagai budaya dan pandangan hidup sehingga terciptalah sebuah bangsa penadah tangan.
Seharusnya, masyarakat Aceh harus membudayakan memberi.
Kebiasaan memberi akan mengubah pola fikir untuk berupaya menjadi orang yang berekonomi lebih.
Ini menjadi batu loncatan untuk memotivasi semangat kerja sehingga pantang untuk bersifat malas-malasan, apalagi meminta-minta.
Bila mental masyarakat Aceh seperti ini, maka tidak akan ditemukan para peminta-minta di berbagai sudut kota apalagi yang mengatasnamakan agama.
Pada sebuah hadis dijelaskan; “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.
Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.
Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya.
Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya.
”(HR.Bukhari dan Muslim) Hadis ini dengan jelas mengintruksikan kepada kita, bahwa kemampuan financial manusia diawali dari keyakinan (optimis) bahwa dirinya cukup dan mampu.