Internasional

Taliban Bantai Mantan Anggota Pasukan Afghanistan dan Internasional, Usai Gulingkan Pemerintahan

Seratusan mantan pasukan Afghanistan dan pasukan internasional tewas seusai Taliban menggulingkan pemerintahan yang sah.

Editor: M Nur Pakar
AFP/WAKIL KOHSAR
Anggota pasukan elite Taliban‚ Batalyon Badri 313‘ berjaga di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, pada Selasa (31/8/2021), setelah Amerika Serikat menarik semua pasukannya dari Afghanistan. 

SERAMBINEWS.COM, NEW YORK - Seratusan mantan pasukan Afghanistan dan pasukan internasional tewas seusai Taliban menggulingkan pemerintahan yang sah.

Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan telah menerima laporan itu sebagai dapat dipercaya sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus 2021.

Dalam sebuah laporan yang diperoleh The Associated Press (AP) pada Senin (31/1/202), Guterres mengatakan lebih dari dua pertiga korban diduga akibat pembunuhan.

Dikatakan, mereka dibunuh di luar proses hukum oleh Taliban atau afiliasinya.

Padahal, Taliban telah mengumumkan "amnesti umum" bagi mereka yang berafiliasi dengannya, baik mantan pasukan pemerintah dan koalisi pimpinan AS.

Misi politik PBB di Afghanistan juga menerima tuduhan kredibel atas pembunuhan di luar proses hukum terhadap 50 orang yang diduga berafiliasi dengan ISIL-KP.

Sebuah kelompok ekstremis ISIS yang beroperasi di Afghanistan, kata Guterres dalam laporannya kepada Dewan Keamanan (DK) PBB.

Baca juga: Jurnalis Selandia Baru Yang Sedang Hamil Minta Bantuan Taliban, Pulang Kembali ke Negaranya

Dia menambahkan terlepas dari jaminan Taliban, misi politik PBB juga telah menerima tuduhan yang kredibel tentang penghilangan paksa dan pelanggaran lain.

Sehingga, berdampak pada hak hidup dan integritas fisik dari mantan anggota pemerintah dan koalisi.

Guterres mengatakan para pembela hak asasi manusia dan pekerja media juga terus diserang.

Seperti diintimidasi dilecehkan, ditangkap secara sewenang-wenang, bahkan perlakuan buruk dan pembunuhan.

Delapan aktivis masyarakat sipil tewas, termasuk tiga oleh Taliban dan tiga oleh ekstrimis Negara Islam.

Sementara, 10 orang menjadi sasaran penangkapan, pemukulan dan ancaman oleh Taliban, katanya.

Dua wartawan juga tewas, satu oleh ISIS dan dua terluka oleh pria bersenjata tak dikenal.

Gutteres mengatakan misi PBB mendokumentasikan 44 kasus penangkapan sementara, pemukulan dan ancaman intimidasi, 42 di antaranya oleh Taliban.

Taliban menguasai sebagian besar Afghanistan ketika pasukan AS dan NATO berada di tahap akhir penarikan yang kacau dari negara itu setelah 20 tahun.

Mereka memasuki Kabul pada 15 Agustus 2021 tanpa perlawanan dari tentara Afghanistan atau presiden negara itu, Ashraf Ghani, yang melarikan diri.

Taliban awalnya menjanjikan amnesti umum bagi mereka yang terkait dengan mantan pemerintah dan pasukan internasional.

Termasuk toleransi dan inklusivitas terhadap perempuan dan etnis minoritas.

Namun, Taliban telah memperbaharui pembatasan pada perempuan dan menunjuk pemerintahan yang seluruhnya laki-laki.

Sehingga, warga Afghan kecewa, termasuk masyarakat internasional.

Ekonomi Afghanistan yang bergantung pada bantuan sudah tersandung usai Taliban merebut kekuasaan.

Komunitas internasional membekukan aset Afghanistan di luar negeri.

Baca juga: Taliban Tangkap Seorang Profesor Universitas Populer Afghanistan, Usai Kritik Keras Pemerintah

Bahkan, menghentikan dukungan ekonomi, mengingat reputasi kebrutalan Taliban selama pemerintahannya tahun 1996-2001.

Terutama, penolakan untuk mendidik anak perempuan dan mengizinkan perempuan bekerja.

Guterres mengatakan:

“Situasi di Afghanistan tetap genting dan tidak pasti usai enam bulan pengambilalihan Taliban."

"Berbagai guncangan politik, sosial-ekonomi dan kemanusiaan bergema di seluruh negeri.”

Dia mengatakan Afghanistan hari ini menghadapi banyak krisis.

Mulai dari darurat kemanusiaan, kontraksi ekonomi besar-besaran, melumpuhkan sistem perbankan dan keuangannya.

Termasuk kekeringan terburuk dalam 27 tahun, dan kegagalan Taliban membentuk pemerintahan inklusif.

Dengan harapan dapat memulihkan hak-hak anak perempuan untuk pendidikan dan perempuan untuk bekerja.

“Diperkirakan 22,8 juta orang diproyeksikan berada dalam tingkat kerawanan pangan 'krisis' dan 'darurat' hingga Maret 2022," kata Sekjen PBB itu.

“Hampir 9 juta di antaranya berada pada tingkat kerawanan pangan darurat, sebuah jumlah tertinggi di dunia," jelasnya.

"Setengah dari semua anak balita menghadapi kekurangan gizi akut,” ujar Gutteres.

Pada catatan positif, Guterres melaporkan penurunan signifikan dalam jumlah insiden keamanan terkait konflik serta korban sipil sejak pengambilalihan Taliban.

PBB mencatat 985 insiden terkait keamanan dari 19 Agustus sampai 31 Desember 2021 turun 91% dibandingkan periode yang sama tahun 2020, katanya.

Wilayah timur, tengah, selatan dan barat menyumbang 75% dari semua insiden yang tercatat, katanya.

Dimana, Nangarhar, Kabul, Kunar dan Kandahar sebagai provinsi yang paling terkena dampak konflik.

Meskipun kekerasan berkurang, Guterres mengatakan Taliban menghadapi beberapa tantangan, termasuk meningkatnya serangan terhadap anggotanya.

“Beberapa dikaitkan dengan Front Perlawanan Nasional yang terdiri dari beberapa tokoh oposisi Afghanistan, dan mereka yang terkait dengan pemerintah sebelumnya,” katanya.

“Kelompok-kelompok ini terutama beroperasi di Provinsi Panjshir dan Distrik Andarab Baghlan tetapi belum membuat terobosan teritorial yang signifikan," jelasnya.

"Bentrokan bersenjata secara teratur didokumentasikan, bersama dengan pemindahan paksa dan pemutusan komunikasi," tambahnya.

Guterres mengatakan ketegangan intra-Taliban di sepanjang garis etnis dan persaingan atas pekerjaan juga telah mengakibatkan kekerasan.

Baca juga: Taliban Minta Pengakuan Negara Muslim¸ Organisasi Kerjasama Islam Menolak Akui

Hal itu menunjuk pada bentrokan bersenjata pada 4 November 2021 antara pasukan Taliban di kota Bamiyan.

Dalam laporan itu, Sekjen mengusulkan prioritas misi politik PBB di Afghanistan.

Dia juga mendesak dukungan internasional untuk mencegah kelaparan yang meluas dengan mencegah keruntuhan ekonomi.

Sekjen PBB itu kembali mendesak Taliban untuk menjamin hak-hak perempuan dan hak asasi manusia.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved