Konservasi

Soal Pencabutan Izin Konsesi, DLHK & BPHP Mengaku belum Terima SK, PT ANI: Kami Diberi Waktu 1 Tahun

Dalam SK MenLHK itu, 8 perusahaan dilakukan proses pencabutan izin konsesi kawasan hutan, dan 2 perusahaan berstatus evaluasi.

Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Personel Pamhut dari BKPH Blangpidie mengamankan 4 kubik atau sekitar 100 keping kayu berbagai ukuran hasil ilegal logging yang disita dalam operasi di Km 17-Km 20 lintasan Babahrot (Ie Mirah), Kabupaten Abdya-Terangun, Kabupaten Gayo Lues, Sabtu (3/2). 

Laporan Taufik H | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Genap satu bulan yang lalu, tepatnya 5 Januari 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Siti Nurbaya, mengeluarkan keputusan bernomor 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, yang mencabut 192 izin kehutanan, 137 izin Hak Guna Usaha dan 2.078 IUP Pertambangan. Dimana 11 di antara perusahaan pemegang izin konsesi tersebut beroperasi di Aceh.

Dari 11 perusahaan yang masuk dalam daftar SK pencabutan izin itu, hanya 1 perusahaan yang sudah dicabut izinnya pada tahun 2021, yaitu PT Gunung Raya Utama Timber Industries. Selebihnya, 8 perusahaan dalam proses pencabutan izin, dan 2 perusahaan masuk dalam status evaluasi.

Berdasarkan salinan SK yang diterima Serambinews.com, nama-nama 8 perusahaan yang dalam proses pencabutan izin tersebut yaitu; PT Aceh Inti Timber (80.804 Ha), PT Lamuri Timber (44.400 Ha), PT Rimba Penyangga Utama (6.150 Ha), PT Rimba Timur Sentosa (20.000 Ha), PT Rimba Wawasan Permai (16.120 Ha), PT Aceh Nusa Indrapuri (51.205 Ha), KUD Bina Jaya Langgam (41.960 Ha), dan PD Makmur Sepakat (99,88 Ha).

Sedangkan perusahaan pemegang izin konsesi kehutanan yang dalam status evaluasi yaitu; PT Saka Jambu Aye (4.811 Ha) dan Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (4.975 Ha).

Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin berharap kebijakan pemerintah ini menjadi pintu masuk dalam menyelesaikan konflik agraria antara perusahaan dengan masyarakat, dan momentum tepat untuk memulihkan kerusakan hutan yang menjadi penyebab banjir berulang di sebagian besar wilayah Aceh.

“Ini merupakan momentum penting untuk dapat segera menyelesaikan semua konflik agraria dan upaya pemulihan lingkungan,” kata Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, Rabu (12/1/2021).

Tapi ia juga pesimis pemerintah akan benar-benar bersikap tegas terhadap perusahaan yang melanggar izin. Karena menurutnya, ada kemungkinan 10 perusahaan di Aceh yang dalam proses pencabutan izin konsesi ini diaktifkan kembali, tergantung hasil evaluasi yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Perizinan Konsesi, Penertiban dan Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.

“Tentunya ini perlu kita awasi bersama, jangan sampai 10 izin tersebut kembali beroperasi,” tegasnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, A Hanan SP MM yang ditanyai terkait hasil evaluasi dimaksud, mengatakan bahwa pihaknya turut menjadi bagian dari tim yang melakukan evaluasi. Namun ia mengaku belum tau hasil dari evaluasi tersebut, karena itu menjadi kewenangan Kementerian LHK.

Sedangkan terkait SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 yang ada hubungannya dengan evaluasi tersebut, ia mengaku belum menerima salinannya secara resmi, sehingga belum bisa memberi penjelasan terkait rencana tindaklanjutnya.

“Kami belum menerima Keputusan No 1 dimaksud. Sebaiknya juga konfirmasi dengan UPT kementerian (BPHP Aceh-red),” katanya, Kamis (3/2/2022).

Jawaban yang sama juga diterima Serambinews.com dari Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Aceh, Mahyuddin SP MP, saat ditanyakan perihal SK Menteri LHK tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan itu. “Kami belum terima salinan SK tersebut,” jawabnya, Kamis (3/2/2022).

Dengan belum diterimanya SK dari Kementerian LHK itu oleh kedua instansi ini, maka tindaklanjut dari keputusan pencabutan izin konsesi kawasan hutan itu pun menjadi mengambang seperti yang diprediksi Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin.

Kondisi ini malah dikhawatirkan akan menciptakan celah korupsi di bidang perizinan, yang menyasar perusahaan-perusahaan pemegang izin konsesi.  

Peluang Lolos dan Pengakuan Pihak Perusahaan 

Dari 11 perusahaan pemegang izin konsesi kawasan hutan di Aceh yang masuk dalam daftar lampiran SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, Serambinews.com hanya berhasil mewawancarai salah satu pimpinan perusahaan terkait, yaitu Direktur PT Aceh Nusa Indrapuri (PT ANI), Nurhidayat.

Ia mengaku PT ANI yang memiliki lahan konsesi di wilayah Aceh Besar ini terancam dicabut izinnya karena diduga menelantarkan lahan atau tidak menjalankan Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT).

Tapi dalam pandangan pihaknya, SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 ini tak lebih dari sekedar pemberitahuan, dan pihaknya diberi kesempatan 1 tahun untuk menunjukkan kinerja yang baik sesuai dokumen RKU dan RKT. Sehingga berpeluang lolos dari pencabutan izin.

“Kami bersama perusahaan-perusahaan yang lain sudah dipanggil oleh pihak Kementerian LHK untuk memberi klarifikasi atas hasil evaluasi tim KLHK. Dan PT ANI diberikan waktu satu tahun untuk menunjukkan kinerja sesuai RKU dan RKT,” kata Nurhidayat, Sabtu (5/2/2022).    

Menurutnya, kinerja PT Aceh Nusa Indrapuri tidak bermasalah. Sebaliknya, ia malah merasa aneh dengan mekanisme evaluasi oleh pihak KLHK yang berujung penerbitan SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022. “Karena SK tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan ini keluar saat tim evaluasi dari KLHK masih bekerja di lapangan. Ini aneh bagi kami,” ujar Nurhidayat.(*)

Baca juga: Tim BKSDA Sudah Dua Hari Turun Seunagan Timur, Giring Gajah Liar Kembali ke Hutan di Nagan Raya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved