Kawin Paksa Masuk Delik Pidana, Pelaku Kekerasan Seksual Minimal Dihukum 4 Tahun Penjara

Eddy mengatakan perbudakan seksual lebih luas dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) karena bermotif ekonomi.

swissinfo.ch
ILUSTRASI pelecehan seksual. 

Eddy menjamin RUU TPKS tidak berbenturan dengan UU yang telah ada. RUU TPKS kata dia, bakal melengkapi UU yang sudah ada.

"UU TPKS tidak akan bertabrakan dengan UU lainnya. Kita sandingkan dengan berbagai aturan baik dengan yang ada adalah RUU KUHP. Ada TPPO, Pencegahan Kekerasan Rumah Tangga sehingga tidak mungkin tumpang tindih, kita sandingkan UU eksisting, UU Perlindungan Anak. Ditambah RUU KUHP. Semua dimasukkan dalam RUU TPKS jadi tidak mungkin tumpang tindih. Dia lebih titik beratkan pada hukum acara," kata Eddy.

Eddy juga berkata bahwa tidak ada hubungannya terkait hubungan seksual atas persetujuan korban diperbolehkan di RUU TPKS seperti di Permendikbud 30/2021.

Secara substansi, RUU TPKS yang merupakan inisiatif DPR tersebut lebih menitikberatkan pada hukum acara. Hal itu dilatarbelakangi temuan 6.000 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Komnas HAM.

"Mirisnya, dari ribuan kasus tersebut, kurang dari 300 kasus yang bisa dijadikan kenyataan perkara atau sampai sampai ke pengadilan. Dengan kata lain, kurang dari 5 persen kasus yang bisa naik ke meja hijau," ujarnya.

Artinya, kata Eddy, ada sesuatu yang salah dengan hukum acara di Indonesia sehingga dari 6.000 kasus kekerasan seksual yang terjadi, kurang dari 300 kasus yang bisa diproses hukum. "Oleh karena itu penting hukum acara di dalam RUU TPKS diatur sedetail mungkin dan komprehensif," kata dia.

Sebagai contoh, satu saksi dengan alat bukti, sudah cukup bagi aparat penegak hukum untuk memproses kasus kekerasan seksual. Begitu pula, keterangan korban dan alat bukti lain juga sudah cukup dan beberapa hal lainnya.

Sebelumnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut bahwa pengesahan RUU TPKS tidak dapat ditunda lagi karena secara dasar penyusunan, RUU TPKS telah memenuhi syarat filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Bintang menegaskan pemerintah sangat serius dalam menyikapi RUU yang disiapkan oleh DPR RI tersebut.

"Kami, tim pemerintah, bekerja siang malam, bahkan di hari libur sehingga tiada hari tanpa membahas RUU TPKS," ucap Bintang melalui keterangan tertulis, Senin (21/2).

Saat ini para korban kekerasan seksual, kata Bintang, telah lama menanti kepastian hukum melalui undang-undang ini. Dirinya berharap RUU TPKS ini tak hanya menjadi dokumen saja.

"Kami tidak ingin rancangan ini nantinya hanya menjadi sebuah dokumen semata karena korban telah dalam penantian panjang," ucap Bintang.

Bintang menjelaskan substansi yang diusulkan oleh DPR meliputi XII BAB dan 73 Pasal. Secara umum, substansi yang diusung oleh DPR sejalan dengan komitmen pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual secara komprehensif dan integratif. Namun dalam DIM RUU TPKS, pemerintah berupaya mengakomodir masukan dari kementerian, lembaga terkait, akademisi, lembaga masyarakat, dan juga pendamping korban.

"Perlu kami sampaikan pula pada 11 Februari 2022 lalu, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah atas naskah RUU TPKS telah rampung. Adapun DIM Pemerintah terdiri atas 588 nomor DIM pada RUU TPKS, dan 247 nomor DIM pada penjelasan RUU TPKS. Dari keseluruhan DIM meliputi XII Bab, dan 81 pasal," jelas Bintang.

Dirinya juga berharap DIM pemerintah ini dapat melengkapi Draft RUU TPKS yang dikirim oleh DPR. Sehingga saat pembahasan bersama DPR dengan pemerintah nantinya, RUU ini benar-benar sudah komprehensif menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan. Memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman bagi setiap warga negara, termasuk perempuan dan anak dari kekerasan seksual.

"Ke depan, marilah kita bersama-sama memperkuat komitmen dalam mengawal RUU TPKS ini sampai disahkan, diimplementasikan, dan dikeluarkan aturan-aturan turunannya," jelas Bintang.

RUU TPKS yang sebelumnya merupakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah melewati proses yang sulit dan panjang sejak 2016. RUU TPKS disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada 18 Januari 2022.(tribun network/ham/fah/dod)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved