Kupi Beungoh
Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (II), Emosional atau Logiskah Alasan Putin?
Bagi Putin, rontoknya Uni Soviet pada awal tahun 90an hanya disebabkan oleh satu orang, yaitu Mikhail Gorbachev.
Tidak berhenti pada bubarnya Uni Soviet dan rontoknya pakta Warsawa, AS dan sekutunya memperluas wilayah pengaruh dengan memasukkan negara-negara Pakta Watsawa ke dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara-NATO.
Awalnya terhadap sejumlah negara Eropa Timur, kemudian tiga negara Baltik bekas Uni Soviet, Estonia, Latvia and Lithuania bergabung dengan NATO.
Itu adalah tamparan besar bagi orang-orang seperti Putin, yang menyaksikan sendiri bagaimana Presiden pertama Rusia, Boris Yeltsin sebagai pribadi yang sangat lemah dan tak berdaya pada masa itu.
Ia tahu benar ketika Bill Clinton memberi tahu Yeltsin akan memborbardir Serbia dalam konflik Bosnia, dan Yeltsin tidak bisa berbuat apa-apa.
Serbia adalah sekutu Rusia pada masa itu, dan bahkan perang warga Serbia dengan muslim Bosnia di kawasan Bosnia Herzegovina pada masa itu yang dibantu oleh pemerintah Serbia direstui dan dibantu oleh Rusia.
Tidak mungkin pribadi sekaliber Slobodan Milosevic melakukan pembersihan etnis Bosnia tanpa restu Rusia.
Namun dalam kenyataannya, dengan mudah AS dan NATO memborbardir Serbia, dan Rusia tak bisa berbuat apa-apa.
Ini adalah pukulan yang sangat dalam dan berat yang tidak bisa diterima oleh Putin.
Dalam kelanjutannya, AS terus menerus membuat kegiatan yang “menganggu” Rusia dan Putin.
Keinginan Georgia dan Ukraina untuk bergabung dengan NATO adalah bentuk ancaman terakhir terhadap masa depan Rusia.
Putin sangat nyaman dengan Presiden Trump yang tidak peduli dengan NATO dan sangat bersahabat dengan Putin.
Namun kenyamanan itu kini sangat terganggu dengan presiden Joe Biden yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai sangat anti-Rusia.
Ketika presiden Ukraina yang didukung Rusia, Viktor Yanukovich, dilengserkan oleh parlemen dan demonstrasi massal, Putin menuduh secara terbuka, AS terlibat dalam penggulingan itu pada tahun 2014.
Kemarahan Putin yang panjang itu berakibat kepada aneksasi wilayah Ukraina, Crimea pada tahun yang sama.
Adalah rahasia umum internasional, tentang sepak terjang Presiden Volodymyr Zelensky yang sangat berkeinginan agar Ukraina menjadi anggota NATO, dan itu adalah pintu besar pembuka kemarahan Putin.
Bagi Putin, Ukraina, yang kalau dibiarkan, lambat atau cepat akan menjadi anggota NATO, bukan hanya soal marwah Rusia, tetapi ancaman paling besar.
Ukraina dalam pandangan strategi perang adalah wilayah penyangga penting antara Rusia dengan AS dan negara-negara anggota NATO.
Putin tidak mau halaman depan Rusia berhadapan langsung dengan kekuatan NATO, di banyak tempat.
Cukup sudah 3 negara eks Uni Soviet, Latvia, Lithuania, dan Estonia, serta sedikit di Polandia yang semuanya anggota NATO berbatasan dengan Rusia.
Putin tidak mau Ukraina mengukuti 4 negara itu, dan jawabannya adalah perang.(Bersambung)
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI