Polemik JKA

Dianggap Program Unggulan Aceh, MaTA: Tak Ada Alasan Pemerintah Hentikan JKA

Selain itu, lanjut Alfian, pelayanan atau warga yang sudah mendapatkan layanan JKA, masih banyak keluhan. Seharusnya warga Aceh mendapat layanan keseh

Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Ansari Hasyim
For: Serambinews.com
Koordinator LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian 

Laporan Asnawi Luwi I Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengkritisi kebijakan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menghentikan JKA. Karena JKA merupakan salah satu program unggulan di masa Pemerintahan Irwandi-Nova.

Kata Alfian, kalau alasannya anggaran tidak cukup, jelas tidak mendasar. Publik Aceh sangat paham menyangkut anggaran Aceh saat ini.

"Jangan mereka kira, apa yang mereka bilang rakyat terima dan percaya. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah menghentikan JKA. Kalau pun dipaksakan untuk penghentian layanan JKA maka patut diduga Anggaran Aceh 2022 sudah dibajak oleh para kartel dan ini menjadi kewajiban bagi rakyat Aceh untuk melawan secara menyeluruh," kata Alfian dalam rilisnya, Minggu (10/3/2022).

Selain itu, lanjut Alfian, pelayanan atau warga yang sudah mendapatkan layanan JKA, masih banyak keluhan. Seharusnya warga Aceh mendapat layanan kesehatan yang lebih, karena pemerintah Aceh tiap tahun melakukan subsidi ke BPJS.

Haji Uma Ingatkan Pemerintah Aceh dan DPRA Untuk Tidak Main-Main Dengan JKA

Menurut Alfian, hal ini menjadi masalah yang tidak pernah dituntaskan oleh pemerintah sejak tahun 2010 JKA diberlakukan.

"Misalnya kita masih menemukan keluhan warga, pelayanan pasien JKA tidak mendapatkan layanan yang semestinya, status sosial atau akses ke pihak rumah sakit sangat penting, kalau tidak demikian pasien tidak terlayani. Obat ditangung oleh JKA tapi masih ada oknum menjual obat ke pasien dengan alasan obat paten. Pasien rujukan juga dipungut biaya dengan berbagai alasan," ujarnya.

Disebutkan, keluhan ini tidak terselesaikan seharusnya pemerintah membuka semacam model unit komplain sehingga pasien ketika ada masalah sudah tahu melapor.

Menurutnya anggaran yang sangat besar Pemerintah Aceh keluarkan tiap tahunnya harus sebanding dengan layanan yang diterima warga dengan layanan JKA.

Ir Nasaruddin, MM Sarankan Gubernur dan DPR Aceh Tinjau Ulang Penghentian Program JKA

Dia sebutkan Pemerintah Aceh sampai saat ini tidak memiliki data berupa, nama dan alamat yang pernah mendapatkan layanan JKA. Sehingga terkesan sangat tertutup dikuasai oleh pihak BPJS dan pihak BPJS juga susah diakses oleh publik.

"Kita hanya tahu jumlah jiwa tapi siapa pasien dan alamatnya yang terima layanan JKA sangat tertutup. Ada fase yang menurut kami perlu dibongkar secara serius, mulai tahapan verifikasi data, kontrak, layanan, klaim pihak rumah sakit ke BPJS dan tahapan akuntabilitas dan transparansi," ujarnya.

Tahapan ini dinilai sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi. Misalnya, tahun 2016 rekonsiliasi dengan pihak BPJS Kesehatan, hanya tercatat 2.066.979 jiwa sebagai peserta JKRA. Artinya ada 460.061 jiwa data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang fiktif tetapi Pemerintah Aceh tetap membayar ke BPJS.

"Akibat adanya 460.061 jiwa data NIK yang fiktif, telah terjadi kerugian keuangan Aceh pada saat itu sebanyak Rp 63,4 miliar dari total Rp 506 miliar anggaran JKRA. parah lagi yang sampai saat ini belum ada kepastian hukumnya," katanya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved