"Lurah Paris" Asal Sigli, Alijullah Hasan Jusuf Kembali Terbitkan Buku
Alijullah Hasan Jusuf memiliki banyak cerita selama bermukim di Paris dan mengurusi banyak tokoh Indonesia yang datang ke negeri mode itu.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Alijullah Hasan Jusuf memiliki banyak cerita selama bermukim di Paris dan mengurusi banyak tokoh Indonesia yang datang ke negeri mode itu.
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - "Lurah Paris" berdarah Aceh, Alijullah Hasan Jusuf, kembali menuturkan kisahnya selama 43 tahun menjadi "Lurah" di Paris.
Alijullah Hasan Jusuf memiliki banyak cerita selama bermukim di Paris dan mengurusi banyak tokoh Indonesia yang datang ke negeri mode itu.
Ia bermukim di sana selama 43 tahun, berkarir sebagai pegawai di Kedutaaan Besar RI di Paris hingga pensiun.
Meski sudah purna tugas, ia lebih memilih menetap di Paris dan menjalani kehidupan masa tuanya di sana.
Ia memang setiap tahun pulang ke Indonesia menikmati aroma tanah kelahiran, termasuk pulang ke Aceh.
Nah bukunya yang terbaru "Lurah Paris" berisi kisah perjalanan hidupnya di Paris, bersinggungan dengan banyak tokoh ternama Indonesia.
Termasuk para Presiden Indonesia yang datang ke sana.
Buku ini diterbikan KOMPAS dan sudah tersedia di Gramedia yang dibanderol Rp 149 ribu.
"Alhamdulillah berkat doa, rekan2, buku ke 3 kami "Lurah Paris" telah terbit. Akan beredar/tersedia bertahap di Gramedia2 Jabodetabek, Jawa dst.
Untuk rekan2 di Aceh baru masuk pertengahan Maret. Kisah 43 tahun perjuangan hidup di Paris. Yang penuh duka dan sukacita.
Kuliah di Universintas Sorbonne, Pertemuan2 dengan tamu2, pejabat tinggi dan Presiden2 RI, persahabatan harmonis dengan masyarakat dan Mahasiswa2 Indonesia sampai di beri julukan "Lurah Paris," kata Alijullah kepada Serambinews.com melalui What's App dari Paris.
"Kisah pilu pertemuan dengan Mahasiswa2 Indonesia di Praha yg dan pelarian politik yg disingkirkan dari Tanah air. Kisah pribadi singkat peristiwa G 30 S. di Aceh. Tugas éspionase, Kisah nasib Seorang bujang penjual es lilin di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya berusia 12 thn terselinap dlm kapal perang Jepang, sehingga terboyong ke Sydney, ke San Francisco, yg berakhir di Paris, setelah kapal Jepang nya ditubruk Distroyer Amerika tahun 1943.
Semua ini diselingi kisah asmara dengan seorang siswi Meksiko di Univ. Sorbonne dan Kisah cinta dng seorang gadis jelita Nias yg lansung di boyong ke Paris.
Pokonya Seru deh, selamat baca," tulis Alijullah dalam bahasa WA.
Alijullah mendapat julukan sebagai Lurah Paris, karena ia mengurusi banyak hal di Kedubes RI di Paris.
"Seperti lurah di tanah air, ya ngantar tamu, ngantar surat, ngurusin ini, ngurusin itu," katanya.
Dua buku yang sudah terbit adalah "Penumpang Gelap, Tanpa Uang Menembus Eropa" (2015) dan "Paris Je Reviendrai: Aku Kan Kembali” (2017) juga diterbitkan Penerbit Buku KOMPAS.
Alijullah Hasan Jusuf lahir di Blang Paseh, Sigli, Aceh tahun 1951.
Merantau ke Jakarta, melanjutkan sekolah menengah dan menjadi penjual koran selama di Jakarta. Juga menjadi demonstran dan menyimpan impian terbang ke Eropa.
Impian menjejakkan kaki di Eropa terwujud pada 1967 setelah melalui peristiwa dramatis sebagai "penumpang gelap."
Ia terbang dengan boarding pass bekas. Ia lalu diterima bekerja sebagai staf di KBRI Paris.
Di sanalah ia berkenalan dengan banyak petinggi dan tokoh penting Indonesia, termasuk Bung Hatta dan Dewi Soekarno. Ketika itu Alijullah bertugas sebagai sopir kedutaan. (*)