Jurnalisme Warga

Seberapa Amankah Aceh Bagimu?

Selepas itu, beberapa santri diminta untuk menceritakan pengalaman rasa tidak aman yang pernah mereka alami di lingkungan kehidupan sehari-hari

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Seberapa Amankah Aceh Bagimu?
IST
AYU ‘ULYA, Tim R&D The Leader, melaporkan dari Meulaboh, Aceh Barat

Dia menjelaskan bahwa rumah aman menaungi para korban agar merasa aman dan membantu mereka bangkit dari keterpurukan.

“Sedari kecil umi sudah berempati terhadap orangorang yang butuh pertolongan.

Jadi, ketika mendapati kasus kekerasan, terutama terhadap anak, langsung umi rujuk agar diamankan ke pesantren kita,” tutur ulama perempuan yang aktif di Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tersebut.

Menurut pengalaman pembinaan yang Umi Hanisah dan para guru di dayah lakukan, diperoleh fakta bahwa anakanak penyintas kekerasan tidak aman berada di rumah mereka, sebab kebanyakan pelaku merupakan orangorang terdekat.

Baca juga: Jemaah Umrah Harus Karantina 7 Hari Saat Pulang ke Tanah Air, Luhut: Buat Keamanan Kita Semua

Dia juga menyayangkan tindakan pengusiran yang dilakukan sebagian masyarakat terhadap anak-anak korban kekerasan seksual yang dilabeli sebagai aib karena dianggap berzina.

Hal seperti ini misalnya, terjadi di sebuah kecamatan di Pidie tahun lalu.

Seorang anak perempuan yang hamil akibat hubungan inses dengan adik kandungnya dan juga diperkosa oleh dua teman adiknya itu justru diusir dari kampung, karena dianggap sudah mengotori desa tempat tinggalnya.

Ulama perempuan yang sempat mengenyam pendidikan agama nyaris satu dekade di Dayah Darussalam Labuhanhaji ini menilai bahwa sejatinya kasus kekerasan di Aceh masih banyak yang terselubung, ibarat fenomena gunung es.

Baginya, pola kekerasan semakin meningkat dikarenakan semakin terkikisnya praktik akhlakul karimah.

Dia juga menambahkan, ketiadaan pengamalan ilmu pengetahuan dan hilanganya keteladanan di dalam keluarga, lingkungan masyarakat, dan pemerintahan ikut menjadi faktor pemicu meningkatnya kerusakan moral di Aceh.

“Anak-anak itu tidak paham, mengapa mereka yang dianggap berdosa? Yang sesungguhnya berdosa adalah kita—para aparat desa, pemimpin daerah, bahkan ulama—yang mengabaikan anak-anak ini.

Tidak peduli, bahkan mengusir korban kekerasan, itulah sebenarbenarnya dosa besar,” tegas Umi Hanisah.

Di samping pengayoman melalui rumah aman, Umi Hanisah juga memberikan saran pencegahan kasus kekerasan, terutama bagi perempuan.

Dia berpendapat bahwa penting bagi setiap pasangan muda yang ingin menuju ke jenjang pernikahan untuk mempersiapkan diri mereka secara matang.

Menurutnya, minimal ada tiga persiapan yang harus disadari oleh kedua calon mempelai agar kelak dapat terhindar dari potensi melakukan atau menerima perlakuan kekerasan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved