Berita Banda Aceh

Nelayan Mulai Melaut usai Libur Meugang, Boat di Bawah 30 GT Harus Antre Solar Subsidi sampai 5 Hari

Pasar Ikan Al Mahirah Lamdingin, Kota Banda Aceh dan Pasar Ikan Lambaro, Aceh Besar, masih sepi, karena nelayan belum pergi melaut

Penulis: Herianto | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/BUDI FATRIA
Kapal kayu milik nelayan tertambat di Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh, Senin (13/8/2019). 

SERAMBINEWS.COM - Sampai hari puasa kedua, Senin (4/4/2022), suasana Pasar Ikan Al Mahirah Lamdingin, Kota Banda Aceh dan Pasar Ikan Lambaro, Aceh Besar, masih sepi, karena nelayan belum pergi melaut.

Sementara, boat nelayan kapasitas di bawah 30 GT, yang sudah mendapat izin berlayar, mau melaut, harus antre solar subsidi antara 4 – 5 hari.

Boat nelayan mulai melaut pada Selasa siang dan Rabu.

“Kalaupun ada nelayan yang akan pergi melaut, pada hari Selasa siang atau Rabu besok, “ kata Kepala UPTD PPS Kutaradja Lampulo, Fani kepada Serambinews.com, Senin (4/4/2022).

Fani mengatakan, boat-boat nelayan di Lampulo, sejak hari Jumat (1/4/2022), sudah tidak melaut lagi, karena libur meugang puasa.

Sejak hari itu, tidak ada lagi nelayan yang mengajukan permohonan surat izin untuk belayar ke UPTD PPS Kutaradja Lampulo.

Libur melaut menjelang meugang bulan puasa, kata Fani, sudah menjadi tradisi turun temurun para nelayan di Aceh.

Panglima Laot setempat melarang nelayan pergi melaut menjelang meugang puasa. Setelah puasa ketiga atau keempat, baru mereka diizinkan pergi melaut.

Baca juga: Nelayan belum Melaut, Stok Ikan Segar di Pasar Al Mahirah Banda Aceh & Labuy Aceh Besar Masih Kurang

Fani menyebutkan, sampai Senin sore tadi, sudah ada 45 boat nelayan yang mengajukan surat permintaan izin belayar (melaut).

"Sebanyak 30 unit boat, izin belayarnya sudah kita terbitkan dan sisanya 15 bout lagi sedang dalam proses," ujarnya.

Jumlah boat nelayan yang bersandar di kolam dermaga PPS Kuataradja Lampulo, sebut Fani, ada sekitar 350 unit, mulai dari boat kapasitas 5 GT sampai 100 GT lebih.

Banyaknya boat-boat nelayan yang bersandar dan menjadikan markas tempat peristrahatannya di kolam I dan II dermaga PPS Kutaradja, disebabkan lokasi PPS Kutaradja Lampulo, dekat dengan lokasi penjaringan ikan.

Selain itu, untuk melelang ikan hasil tangkapan mudah, banyak pembelinya datang dari luar daerah dan harga jual ikannya juga sedikit tinggi.

Yang menjadi kendala sekarang ini, kata Fani, adalah penyediaan bahan bakar solar subsidi.

SPBN PPS Kutaradja Lampulo, hanya dijatahi 8 ton/hari oleh Pertamina.

Solar sebanyak itu, tidak mampu memenuhi kebutuhan boat-boat nelayan kapasitas 30 GT ke bawah yang bermarkas di PPS Kutaradja, Lampulo, sekitar 150 unit.

Baca juga: BREAKING NEWS - Jelang Shalat Subuh, Api Kembali Membara di Suzuya Mall Banda Aceh

Boat-boat berkasitas 30 GT, kata Fani, kalau ingin mendapatkan solar subsidi, mereka harus ngantri 4 – 5 hari, baru bisa pergi melaut.

Boat kapasitas 30 GT, harus ngantri solar subsidi, kata Fani, kalau beli BBM non subsidi, harganya mahal mencapai Rp 12.500/liter.

Sedangkan solar subsidi harganya masih murah hanya Rp 5.150/liter.

Semua boat ikan yang ada di PPS Kutaradja menggunakan mesin disel, berbahan bakar jenis solar. Harga solar non subsidi, paling rendah Rp 12.500/liter.

Untuk boat-boat kapasitas di atas 30 GT, kata Fani, tidak boleh menggunakan BBM jenis solar subsidi, mereka beli solar non subsidi.

Boat-boat di atas 30 GT, yang sudah mendapat izin berlayar, mereka mengisi BBM non subsidi dan, Selasa (5/4/2022) bisa langsung melaut.

Sedangkan boat-boat berkapasitas di bawah 30 GT, yang sudah mendapat surat izin berlayar, harus ngantre solar subsidi lebih dulu, baru bisa pergi melaut.

Doyok, salah seorang Toke Bangku di PPS Kutaradja Lampulo mengatakan, semakin banyak boat nelayan kapasitas 30 GT ke bawah yang bersandar di kolam dermaga I dan II PPS Kutaradja Lampulo, antrean untuk mendapatkan solar subsidi semakin panjang.

Baca juga: Perairan Sabang Berpotensi Angin Kencang, Nelayan Diminta Waspada

Hal ini disebabkan, kuota yang diberikan pertamina untuk SPBN Kutaradja Lampulo, tergolong kecil hanya 8 ton.

Seharusnya 16 – 24 ton, baru nelayan yang miliki boat kapasitas 30 GT, tidak harus ngantre BBM solar subsidi, bila ingin melaut.

Harga jual ikan akhir-akhir ini sedikit naik, kata Doyok, bukan hanya karena hasil tangkpan nelayan sedang menurun, pengaruh hujan dan badai di tengah laut.

Tapi juga dipengaruhi lamanya ngatre solar subsidi dan tingginya harga solar nonsubsidi mencapai Rp 12.500/liter.

Baca juga: Ternyata Ada 9 Orang yang Boleh Tidak Puasa, Siapa Saja? Simak Penjelasannya

Seorang penjual solar nonsubsidi, yang ditemui Serambinews.com di Dermaga PPS Kutaradja Lampulo, Iwan mengatakan, mereka datang menjual solar nonsubsidi ke PPS Kutaradja Lampulo, karena ada pesanan dari toke boat berkapasitas 60 GT.

Minyak solar nonsubsidi yang dibawa dalam mobil tangki, sebut Iwan, volumenya sekitar 5 ton.

Minyak sebanyak itu, cukup untuk mengisi 2 unit boat berkasitas di atas 60 GT sekitar 2 – 2,5 ton.

Dan jika ada boat lain yang memesan lagi, akan diambil kembali ke Depo Pertamina di Krueng Raya, Aceh Besar.

“ Minyak solar yang kami bawa ini, jenis solar nonsubsidi B 30, untuk bahan bakar mesin disel. Harga sekitar Rp 12.500/liter,” imbuhnya.(*)

Baca juga: Cara Putin Hindari Pembunuhan atau Kudeta Usai Pecat 8 Jenderal Senior Rusia

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved