Info Subulussalam
Kajati Aceh ke Subulussalam, Sebut RJ Diterapkan Bagi Pelaku Pemula dan Hukumannya di Bawah 5 Tahun
Kajati Aceh, Bambang Bactiar, menyampaikan hal ini saat mengunjungi Rumah Restorative Justice Kejari Subulussalam di Kantor Camat Simpang Kiri, Sabtu
Penulis: Khalidin | Editor: Mursal Ismail
Kajati Aceh, Bambang Bactiar, menyampaikan hal ini saat mengunjungi Rumah Restorative Justice Kejari Subulussalam di Kantor Camat Simpang Kiri, Sabtu (9/4/2022).
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Bambang Bachtiar SH MH menegaskan Penerapan Restorative Justice (RJ) atau keadilan restorative untuk pelaku pemula dan ancaman hukuman di bawah lima tahun.
Kajati Aceh, Bambang Bactiar, menyampaikan hal ini saat mengunjungi Rumah Restorative Justice Kejari Subulussalam di Kantor Camat Simpang Kiri, Sabtu (9/4/2022).
Kunjungan tersebut didampingi Wali Kota Subulussalam H Affan Alfian Bintang SE, Kajari Subulussalam Mayhardy Indra Putra SH MH.
Kemudian Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampong, Faisal SH dan Camat Simpang Kiri Rahmayani Sari Munthe, SSTP.
Kajati mengatakan penerapan RJ ini sebagai langkah harmonisasi hukum nasional dengan hukum adat di daerah.
Baca juga: Komite I DPD RI dan Jaksa Agung Dorong Penegakan Hukum Restorative Justice
“Ini perlu kami jelaskan kepada masyarakat bahwa penerapan RJ atau Restorative Justice ini untuk pelaku yang pemula dan ancaman hukuman pidananyanya tidak lebih dari lima tahun.
Jadi bukan bagi pelaku yang residivis,” terang Kajati Aceh Bambang Bachtiar.
Selain itu, Kajati Aceh Bambang juga menjelaskan bahwa RJ akan diterapkan kepada pelaku tindak pidana tersebut manakala sudah ada perdamaian kedua belah pihak.
“Kalau pelaku dan korban sudah saling memaafkan alias berdamai, kemudian pelakunya juga masih pemula, kenapa harus dilanjutkan.
Sementara masih banyak penanganan perkara besar dan berat yang harus diselesaikan secara hukum,” ujar Kajati Aceh.
Baca juga: Mantap! Kota Langsa Kini Miliki Rumah Restorative Justice, Ini Fungsinya
Oleh karena itu, proses hukum yang ringan dapat ditempuh melalui RJ, sehingga aparat penegak hukum dapat menangani sederet perkara besar dan berat yang pembuktiannya harus dituntaskan lewat jalur pengadilan.
Sedangkan untuk kasus ringan dan pelakunya juga pemula dipersilakan para pemuka atau tokoh masyarakat dan pemerintah setempat mencari jalan terbaik tanpa harus melalui proses pengadilan.
Sementara itu, di Kota Subulussalam terdapat dua rumah Restorative Justice yang dibentuk Kejari Subulussalam bekerja sama Pemko Subulussalam.
Kedua rumah RJ ini masing-masing- di Kantor Kepala Desa Subulussalam Barat dan Kantor Camat Simpang Kiri.
Kajati Aceh, Bambang Bachtiar, mengakui sejauh ini sudah ada satu kasus tindak pidana yang diselesaikan melalui jalur RJ di wilayah hukum Kejari Subulussalam.
Baca juga: Kajati Aceh Silaturahmi ke Serambi, Bahas Soal Restorative Justice Hingga Target Aceh Zero Korupsi
Secara terpisah, Kajari Subulussalam Mayhardy Indra Putra SH MH mengatakan jika penyelesaian hukum lewat jalur RJ dilaksanakan Januari lalu.
Pihak kejaksaan menghentikan penuntutan melalui jalur Restorative Justice terhadap salah satu perkara penganiayaan.
Proses restorative justice ini difasilitasi Kejari Subulussalam karena antara korban dan pelaku sudah berdamai,” ujar Kajari Subulussalam Mayhardy Indra Putra, S.H., M.H., melalui Plh Kasi Intel Abdi Fikri, SH MH kepada Serambinews.com, Jumat (28/1/2022).
Menurut Abdi Fikri, kegiatan itu turut disaksikan tim JPU yaitu Idam Kholid Daulay, SH. dan Abdi Fikri, SH, MH. selaku fasilitator yang juga turut dihadiri Penyidik dari Polres Subulussalam, korban, keluarga korban, tersangka, keluarga tersangka dan tokoh masyarakat.
Adapun perkara yang direstorative justice kata Abdi Fikri adalah kasus penganiayaan yang melibatkan korban dengan iparnya.
Baca juga: VIDEO Wawancara Khusus dengan Kajati Aceh Bambang Bachtiar, SH MH
Penyelesaian kasus secara restorative justice ini berlangsung di Kantor Kejaksaan Negeri Subulussalam Desa Tangga Besi, Kecamatan Simpang Kiri.
Tersangka bernama Subur bin Alm. Jala Kombih.
Penyelesaian kasus dengan metode restorative justice ini dengan memberikan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke -1 KUHP dengan Nomor :Kep – 5 /L.1.32/Eoh.2/01/2022 tanggal 26 Januari 2022.
Pelaksanaan penghentian penuntutan atau yang dikenal dengan istilah Restorative Justice tersebut, dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam Mayhardy Indra Putra, S.H., M.H., bersama tim JPU yaitu Idam Kholid Daulay, S.H. dan Abdi Fikri, S.H., M.H. selaku fasilitator yang juga turut dihadiri oleh Penyidik dari Polres Subulussalam, korban, keluarga korban, tersangka, keluarga tersangka dan tokoh masyarakat.
Perkara yang dilakukan penghentian Penuntutan tersebut merupakan perkara penganiayaan yang dilakukan tersangka terhadap abang iparnya, dimana pemicu terjadinya penganiayaan tersebut adalah karena adanya kesalahpahaman dalam keluarga.
“Sebelum dikeluarkanya SKP2, Pada Hari Senin Tanggal 17 Januari 2022 telah terjadi kesepakatan damai antara Pihak Tersangka dan Korban, dengan adanya kesepakatan damai tersebut,” terang Abdi Fikri
Setelahnya Jaksa Fasilitator melakukan permohonan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh untuk dilakukan penghentian penuntutan.
Nah, Senin Tanggal 24 Januari 2022 dilakukan Ekpsos Perkara bersama Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM PIDUM) yang diwakili oleh Direktur Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada Kejaksaan Agung RI.
“Alhamdulillah dari Hasil Ekspose tersebut JAM PIDUM menyetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan terhadap Pekara an.
Tersangka Subur bin Alm. Jala Kombih,” papar Abdi Fikri seraya menjelaskan pelaksanaan Restorative Justice tersebut berjalan dengan lancar dan mematuhi protokol kesehatan. (*)