Perang Rusia Vs Ukraina Bikin Harga Sawit Membumbung, Berkah untuk Indonesia?

Tidak hanya di Indonesia, harga minyak goreng juga membumbung tinggi di seluruh dunia, terutama di negara-negara Eropa.

Penulis: Amirullah | Editor: Amirullah
Capture Zoom
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, menjawab Tofan Mahdi, dalam pertemuan silaturahim antara pimpinan PT Asra Agro Lestari dengan pimpinan media di Aceh, Riau, dan Jambi, yang dilaksanakan secara vitual, Senin (11/4/2022). 

SERAMBINEWS.COM – Perang Rusia vs Ukraina menjadi salah satu faktor yang menyebabkan melejitnya harga minyak goreng di Indonesia.

Tidak hanya di Indonesia, harga minyak goreng juga membumbung tinggi di seluruh dunia, terutama di negara-negara Eropa.

Untuk diketahui, negara-negara di Benua Eropa dan Amerika, selama ini cenderung menggunakan minyak goreng berbahan baku bunga matahari, ketimbang kelapa sawit.

Bahkan, Eropa menghembuskan berbagai isu negatif terhadap minyak sawit yang dihasilkan oleh negara-negara tropis dan berkembang, seperti Indonesia dan Malaysia.

Tapi kini, saat perang berkecamuk di Rusia dan Ukraina, negara-negara Eropa mulai kelimpungan dan berlomba-lomba mencari sawit, bukan hanya minyak goreng, tapi juga untuk bahan baku berbagai produk makanan lainnya.

Apa sebabnya? “Rusia dan Ukraina adalah produsen minyak bunga matahari terbesar di Eropa. Karena adanya perang di dua negara itu, sehingga suplai minyak nabati berbahan baku bunga matahari itu turun drastis, sementara permintaanya terus meningkat,” ujar Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, menjawab Serambinews.com, Senin (11/4/2022).

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Mitos Malas, Migran, Pasar, dan Solusi  Petani Trumon (VIII)

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Menanam Jagung di Kebun Sawit, Tesis Denys Lombard Benar di Trumon (IX)

Pernyataan Tofan Mahdi itu disampaikan dalam pertemuan vitual antara pimpinan PT Asra Agro Lestari dengan pimpinan media di Aceh, Riau, dan Jambi.

Pertemuan silaturahmi Ramadhan ini dihadiri sejumlah pimpinan PT AAL, seperti Mochammad Husni (Media and Public Relations Manager), Riduan Manik (Community Development Area Manager Aceh), dan Sudono (Community Development Area Manager Jambi).

Dikutip dari Wikipedia.org, PT Astra Agro Lestari Tbk. adalah anak usaha Astra International yang bergerak di bidang pertanian. Hingga akhir tahun 2020, luas kebun kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan ini mencapai 287.604 hektare, yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Aceh, ‘Daerah Modal’ Sawit & Kebutuhan Minyak Nabati Global Abad XXI (IV)

Eropa Pun Kini Memburu Sawit

Tofan Mahdi mengatakan, perang Rusia vs Ukraina telah membuat negara-negara Eropa yang selama ini aktif melakukan kampanye negatif tentang sawit, sekarang ini malah ikut mencari minyak sawit.

“Bahkan yang lucu di Italia, produk-produk makanan yang sebelumnya itu ada label palm oil free atau bebas minyak sawit mentah, sekarang sudah dihapus (dicopot) labelnya,” kata Tofan Mahdi.

Menurutnya, krisis Rusia dan Ukraina telah membuka mata penduduk dunia bahwa kampanye negatif terhadap sawit yang dihembuskan oleh negara-negara Eropa, sebetulnya itu adalah bagian dari perang dagang.

“Karena apa, kalau mereka benar-benar tidak mau dengan sawit, maka ketika mereka kesulitan mencari bahan baku minyak nabati, mereka pasti cara alternatif lain, tidak lari ke sawit, tapi (faktanya) sekarang mereka mencari sawit,” ungkap Tofan Mahdi.

Untuk diketahui, semenjak Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit (CPO) dunia pada tahun 2006, permintaan produk olahan kelapa sawit Indonesia terus meningkat.

Baca juga: Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (I)

Sayangnya, permintaan pasar CPO yang sangat besar itu memunculkan kampanye negatif yang menuduh bahwa kelapa sawit adalah biang keladi terjadinya perubahan iklim, merusak lingkungan, menyerap banyak air, merusak hutan, hingga tudingan sebagai minyak yang mengandung lemak dan tidak baik untuk kesehatan, terutama jantung.

Isu-isu negatif itu dihembuskan oleh negara-negara Eropa melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) di berbagai negara, termasuk di Indonesia dan Malaysia yang merupakan dua negara utama produsen sawit.

Namun, perang Rusia dan Ukraina membuat negara-negara Eropa mengenyampingkan semua kampanye negatif tentang sawit, karena mereka kesulitan memperoleh minyak nabati dari bunga matahari.

“Jadi ini berkah yang luar biasa buat Indonesia, terutama buat petani sawit di Indonesia,” ungkap Tofan Mahdi.

Menurutnya, harga minyak sawit dunia sampai semester pertama tahun ini akan terus naik, dan belum ada tanda-tanda akan turun.

Hanya saja, kenaikan harga CPO ini berdampak pula pada naiknya harga minyak goreng di Indonesia, dan naiknya harga-harga makanan yang memakai bahan baku minyak nabati.

Baca juga: Emak-emak Ikut Demo di Patung Kuda, Minta Harga Minyak Goreng Turun dan Tuntut Jokowi Mundur

Selain berdampak pada naiknya harga minyak sawit, perang Rusia vs Ukraina juga membuat melambungnya harga minyak bumi atau BBM.

“Rusia adalah salah satu produsen utama gas dunia, sehingga ketika pasokan gas berkurang, pasti berdampak pada naiknya harga BBM,” ujarnya.

“Harga gas naik, harga BBM juga naik, ini yang harus kita waspadai, karena kita belum tahu sampai kapan eskalasi konflik Ukraina akan terjadi,” imbuh Tofan Mahdi.

Sayangnya, lanjut Tofan, ketika permintaan minyak sawit sedang tinggi, termasuk dari Eropa, tapi produksi sawit Indonesia sampai semester pertama tahun ini relatif turun.

“Ini karena dampak dari kemarau panjang pada tahun 2020, masih terasa sampai sekarang,” katanya.

“Mungkin akan mulai normal kalau curah hujan sudah mulai tinggi, diperkirakan baru mulai normal di semester kedua tahun ini,” lanjutnya.

Menurut Tofan, kalau produksi sawit sudah mulai baik atau normal, ada kemungkinan harga minyak sawit akan terkoreksi.

“Tapi permintaan dari Eropa saat ini juga masih sangat tinggi,” pungkas Tofan Mahdi.

Baca juga: Rusia Serang Ukraina, Negara NATO Kuras Sumber Dayanya untuk Perkuat Pertahanan Udara di Wilayah Ini

Apakah kenaikan harga minyak sawit ini membawa berkah kepada petani sawit di Aceh?

Pengecekan Serambinews.com kepada kalangan petani di Aceh Barat Daya (Abdya), Selasa (12/4/2022), harga TBS per 12 April 2022 adalah Rp 2.650 per kilogram ambil di kebun.

Kalau bawa dan jual ke agen pengepul harganya adalah Rp 2.700 per kilogram, sementara kalau jual langsung ke pabrik harga TBS mencapai Rp 2.840 per kilogram.

Catatan Serambinews.com, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Aceh mulai merangkak naik sejak awal bulan puasa atau Ramadhan 2021 tahun lalu.

Kala itu, harga tandan buah segar kelapa sawit melejit dan bertengger di angka Rp 1.700 per kilogram.

Harga sawit senilai Rp 1.700 per kg itu dianggap sebagai yang terbaik, karena pada bulan Ramadhan 2020, harga TBS kelapa sawit berada di bawah Rp 1.000 per kilogram.

Harga yang bahkan pernah menyentuh angka Rp 800 itu hanya cukup untuk menutupi biaya panen dan perawatan.(*)

Baca juga: Ayah Vanessa Sudah Resmi Cerai dari Puput, Sahabat Sebut Doddy Sudrajat Sudah Ikhlas

Baca juga: Rusia Serang Ukraina, Negara NATO Kuras Sumber Dayanya untuk Perkuat Pertahanan Udara di Wilayah Ini

Baca juga: Setelah 2 Minggu Mengurung Diri di Rumah, Penduduk Shanghai Akhirnya Bisa Menghirup Udara Segar

Baca juga: Fraksi PDIP Benarkan Anggota DPR RI Inisial HM Nonton Film Porno Saat Rapat, Sebut Dijebak

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved