Kupi Beungoh

Ekonomi Gampong Bakongan: Mitos Malas, Migran, Pasar, dan Solusi  Petani Trumon (VIII)

Kedatangan para penjajah justru mendapat pembenaran dengan tugas suci “memajukan” bangsa pribumi.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Ahmad Human Hamid, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid

MALAS adalah sebuah kata kunci pembenaran yang sering digunakan oleh kekuasaan untuk menjustifikasikan tentang keterbelakangan dan ketertinggalan suatu masyarakat atau kawasan.

Negara-negara kolonial Eropa bahkan menggunakan ilmu pengetahuan untuk mendapatkan legitimasi menjajah bangsa-bangsa selain Eropa, dengan menggunakan kata keramat “malas”.

Kedatangan para penjajah justru mendapat pembenaran dengan tugas suci “memajukan” bangsa pribumi.

Anehnya rekomendasi itu diberikan oleh para ilmuwan Eropa pada masa itu.

Rangkuman yang sangat dalam tentang label malas itu ditulis dalam buku Orientalism (Said 1978), The Myth of Lazy Native, (Alatas 2010), Le Carrefour Javanais (Lombard 1990).

Ketiga mereka, terutama Said dan Alatas menuduh betapa sebagian ilmuwan Eropa menjadi “buruh hina” penjajah, yang memberi mereka tugas akademik untuk membenarkan aksi menjajah, paling kurang di tiga benua.

Dalam konteks Nusantara, Sayed Husen Alatas, sosiolog Universitas Nasional Sungapura bahkan secara terang-terangan tidak setuju dan menolak label mitos pribumi malas.

Dalam bukunya, Mitos Pribumi Malas,-terjemahan Rofi’i LP3ES, 2010, Alatas menuduh penjajah kolonial, baik Inggris di Malaysia, Belanda di Indonesia, dan Spanyol di Filipina tidak hanya berurusan dengan perampokan kedaulatan bangsa yang dijajah, akan tetapi juga penguasaan alam pikiran masyarakat yang terjajah.

Para ilmuwan Barat membangun narasi “malas” kepada pribumi, sehingga penjajahan-dengan tugas besar “memajukan” pribumi, dapat dibenarkan.

Baca juga: Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (I)

Baca juga: Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (II)

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Rezim Transnasional Komoditi Sawit dan Reaganomics di Barsela (III)

Lombard dan Alatas: Kesalahan Narasi Pribumi Malas

Alatas dengan sangat runtut membongkar perspektif, dan metode bagaimana mesin kerja kolonial mengawasi dan memvonis tingkah laku pribumi, terutama berbagai alasan ilmiah tentang pemberian label malas itu.

Sejarawan Perancis Denys Lombard yang juga menulis banyak tentang Aceh, dalam buku lainnya (Nusa Jawa, Silang Budaya, terjemahan Winarsih Arifin, Gramedia, 2000), menulis tentang kemalasan pribumi itu bukanlah sifat yang inheren.

Bagi Lombard, bila sifat itu inheren, ada atau tidaknya kedatangan bangsa Barat penajajah itu, tetap saja masyarakat pribumi itu pemalas.

Label malas yang diberikan penjajah lebih dari satu abad yang lalu, masih saja mengendap dalam benak kita hari ini.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved