Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XX) - Bambel, Blang Pandak, Starlink, dan Maxar

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

DALAM catatan sejarah konflik berskala besar, kejadian peperangan selalu digambarkan dengan beberapa kata atau ungkapan seperti tentara, serangan, kematian, darah, perjanjian, dan perebutan wilayah.

Semua ungkapan kemudian dikaitkan dengan satu aktor tunggal, yakni negara.

Ketika ada dua negara yang berperang, maka mereka berperang atas nama negara.

Istilah negara sebagai aktor dalam perang menuruti kaedah-kaedah perang konvensional, dalam beberapa dekade terakhir tak berlaku lagi, bahkan dalam perang Ukraina ada banyak aktor nonnegara yang terlibat.

Seolah kelihatannya kecil, namun dampaknya bisa sama, bahkan melebih dampak aktor negara.

Ketika ada bantuan, seperti bantuan tentara atau peralatan, semua itu terkait dan berada di bawah kordinasi dengan negara.

Namun ada juga aktor nonnegara yang mungkin terkait dengan negara, namun bekerja lebih otonom dan independen.

Sehingga ketika terjadi sesuatu, keberdaaan aktor itu secara resmi tidak terkait atau tidak bernaung atas nama negara.

Salah satu aktor yang paling sering disebut adalah “mercinery”- yang maksudnya adalah serdadu bayaran, yang dahulu sering ditempatkan sebagai bagian dari tentara yang dibayar, kini mulai samar tempatnya.

Sejarah penjajahan Belanda di Indonesia, seringkali dihubungkan dengan tentara KNIL-Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger, tentara Kerajaan Hindia Belanda (Bosma 2017) pada awal abad ke-19.

Satuan ini merupakan gabungan tentara Belanda dengan berbagai serdadu bayaran yang telah banyak berperang di Eropa.

Pada awal abad ke 19 komposisinya adalah Belanda 60 persen, lalu Belgia dan Jerman masing-masing 14 persen.

Kemudian seradu berwarganegara Perancis dan Swiss masing-masing 4 persen.

Selebihnya adalah beberapa dari Polandia, Denmark, Suriname, dan negara-negara Karibia.