Opini
Puasa dan Pendidikan Keluarga
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR.Bukhari Muslim)

OLEH Dr AINAL MARDHIAH SAg MAg, Dosen Tetap Prodi PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar Raniry
SEORANG anak lahir dalam keadaan fitrah.
Fitrah itu berarti bersih dan suci.
Fitrahnya setiap makhluk terutama manusia meyakini dan menyembah Allah SWT sebagai Tuhannya.
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR.Bukhari Muslim).
Dari hadis tersebut dapat kita pahami bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah.
Orang tuanya yang kemudian menjadikannya yahudi, majusi atau nasrani.
Ini menunjukkan bahwa lingkungan sangat penting untuk menjaga fitrah anak, terutama lingkungan keluarga, karena orang tua adalah sekolah pertama bagi anak.
Sehingga menjadi kewajiban orang tua untuk menjaga fitrah anak, fitrah Islam, fitrah bertuhan kepada Allah SWT.
Ketika seorang anak masih di dalam rahim ibunya, telah terjadi dialog antar Rabb dengan roh setiap makhluk ciptaan- Nya.
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.
" (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini," (QS.Al-A'raf 7: Ayat 172).
Baca juga: Asyiknya Berbuka Puasa di Aceh Festival Ramadhan, Ada Atraksi Memasak Makanan Tradisional Lho
Baca juga: Keluarga Raden Achmad Soebardjo, Menlu Pertama RI, Silaturrahmi dan Buka Puasa Bersama Warga Aceh
Bulan tarbiyah Kewajiban orang tua menjaga fitrah anak dengan pendidikan di rumah, atau dengan memberikan sekolah yang dapat menjaga fitrah anak.
Sehingga ia terpelihara dari panasnya api neraka.
Tentang hal ini diingatkan Allah dalam Alquran.
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS at Tahrim: 6).
Apa yang menjadi keistimewaan di bulan Ramadhan adalah adanya waktu berkumpul dengan keluarga jauh lebih banyak dari hari biasa.
Kesempatan beribadah di bulan Ramadhan juga jauh lebih banyak dari hari biasa.
Semangat beribadah di bulan Ramadhan jauh lebih tinggi, karena dikerjakan bersama-sama seluruh umat Islam di dunia.
Sehingga satu bulan Ramadhan bisa menjadi bulan tarbiyah, bulan pendidikan, bulan pelatihan, bulan pembekalan untuk menjadi pribadi yang bertaqwa.
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al Baqarah: 183).
Taqwa bisa diartikan dengan takut.
Takut melakukan hal-hal yang dilarang.
Takut meninggalkan perintah Allah SWT, takut Allah murka terhadapnya.
Rasa takut tersebut menjadikan seorang muslim sangat menjaga lisannya, hatinya, dan perilakunya.
Dengan rasa takut tersebut melahirkan sikap ikhsan pada seorang muslim artinya lahir sikap atau perasaan bahwa selalu Allah awasi, Allah selalu melihatnya, di kesendirian maupun di keramaian.
Taqwa juga bisa diberi makna cinta, cinta kepada Allah SWT, karena cinta membuat seseorang ingin selalu melakukan apa yang Allah SWT perintahkan.
Ingin selalu berbuat kebaikan, ingin selalu mengikuti perintah- Nya, ingin selalu mencari perhatian yang dicintai yaitu Allah SWT.
Ramadhan juga menjadi bulan melatih diri menjadi pribadi yang bertaqwa.
Satu bulan berpuasa dipenuhi dengan aktivitas ibadah, sepanjang hari, sepanjang malam.
Setiap aktivitas di bulan Ramadhan Allah hitung sebagai ibadah, Allah beri pahala berlipat ganda.
Baik dikerjakan berdiri, duduk, atau berbaring sesuai kemampuan dan keadaan masing-masing.
Satu bulan Ramadhan dijalani dengan penuh keimanan dan keikhlasan serta kecintaan akan menempa diri menjadi pribadi- pribadi yang bertaqwa.
Mendidik kecerdasan Dalam konteks keluarga, Ramadhan menjadi media mendidik empat kecerdasan pada anak.
Pertama, Ramadhan Mendidik Kecerdasan Spritual.
Puasa mendidik kecerdasan spritual (taat beragama) dengan cara orang tua membiasakan, memberikan contoh teladan kepada anak agar anak terbiasa melaksanakan puasa Ramadhan, menceritakan keutamaankeutamaan Ramadhan sehingga anak senang dan ikhlas melaksanakan puasa Ramadhan, mengajak anak-anak melaksanakan shalat wajib lima waktu, shalat tarawih, witir, tadarus, menghafal Alquran dan ibadah lainnya.
Kemudian orang tua dapat memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukan anak, baik dalam bentuk pujian atau membelikan makanan yang ia sukai untuk berbuka puasa, sehingga anak tambah bersemangat melaksanakan ibadah puasa.
Kedua, Puasa Mendidik Kecerdasan Sosial.
Mendidik kecerdasan sosial, dengan cara membiasakan anak membagikan makanan berbuka puasa kepada tetangga di waktu sore, mengantar makanan berbuka ke panti jompo, panti asuhan, ke tempat anak yatim, fakir miskin atau mengajak kawannya yang kurang mampu berbuka puasa bersama di rumah.
Hal tersebut dapat mendidik simpati (sikap peduli), selalu ikut merasakan kesusahan, kesulitan sesama muslim.
Sekaligus mendidik empati (turut merasakan apa yang mereka rasakan) dengan membantu apa saja yang kita miliki, baik secara materi, doa maupun bantuan lainnya.
Tidak diukur dari berapa besar materi atau pertolongan yang ingin kita berikan, namun diukur dari nilai bahagia, rasa cinta kepada saudara, dan keikhlasan kita ingin membantu saudara, sesama muslim.
Selain itu untuk menguatkan, orang tua dapat menjelaskan hikmah berpuasa kepada anak, agar anak bisa belajar prihatin, ikut merasakan keadaan orang yang kekurangan secara materi, dengan ikut berpuasa bersama di bulan Ramadhan.
Ketiga, Puasa Mendidik Kecerdasan Emosional.
Puasa mendidik kecerdasan emosional, dengan cara orang tua menjelaskan agar anak dapat belajar ikhlas, sabar atas lapar, haus dan lemah, atas kekurangan makanan berbuka puasa.
Keempat, Puasa Mendidik Kompetensi Berpuasa.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara kita senantiasa memperbaiki kualitas ibadah puasa kita, setiap tahunnya.
Jadi dengan menanamkan nilai-nilai kecerdasan spritual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kompeten dalam berpuasa, itulah orang yang bertaqwa.
Orang yang bertaqwa memiliki banyak keutamaan seperti yang Allah janjikan, antara lain rezekinya akan datang tiba-tiba (QS At Talaq ayat 2-3 ), Allah cukupkan keperluannya (QS.At-Talaq: 3), dimudahkan segala urusan (QS.At Talaq:4) dan Allah ampuni segala dosanya (QS At Talaq: 5).
Sehingga dengan demikian, orang tua (keluarga) sebagai lingkungan pertama pendidikan, harus berusaha dengan sungguh-sungguh menciptakan kondisi atau keadaan yang kondusif dalam rumah tangga untuk anak-anak dapat belajar dengan baik, belajar mencontoh semua keteladanan yang baik dari orang tua, kebiasaan yang baik, dan pengajaran yang baik sekaligus pengawasan yang terus menerus.
Sehingga melahirkan anak-anak yang kuat secara fisik dan kuat secara keimanan kepada Allah SWT.
Baca juga: Alumni SMKS Grafika MSBS Jantho Gelar Buka Puasa Bersama dan Santuni Anak Yatim
Baca juga: Kumpulan 12 Resep Minuman Menyegarkan Untuk Buka Puasa, Ada yang Berbahan Buah Hingga Kopi