Konflik Rusia vs Ukraina
AS Ancam Sanksi Cina Jika Bantu Rusia, PM Inggris Akui Rusia Bisa Menang
Amerika Serikat (AS) mengancam menjatuhkan sanksi ke Cina jika negara tersebut berani memberikan dukungan material kepada Rusia
BRUSSELS - Amerika Serikat (AS) mengancam menjatuhkan sanksi ke Cina jika negara tersebut berani memberikan dukungan material kepada Rusia dalam peperangan di Ukraina.
Peringatan itu muncul setelah Beijing menyampaikan bahwa mereka berniat terus memperkuat hubungan strategis dengan Moskow.
Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengungkapkan, Cina tidak membantu situasi di Ukraina dengan melakukan hal-hal seperti memperkuat kampanye disinformasi Rusia.
Sherman berharap Cina dapat memetik pelajaran dari perang Rusia, termasuk bahwa ia tidak dapat memisahkan AS dari sekutunya.
“Mereka (Cina) telah melihat apa yang telah kami lakukan dalam hal sanksi, kontrol ekspor, penunjukan, vis-a-vis Rusia, jadi itu harus memberi mereka gambaran tentang menu yang dapat kami pilih jika memang Cina akan memberikan dukungan material,” kata Sherman dalam sebuah acara yang digelar kelompok Friends of Europe di Brussels, Belgia, Kamis (21/4/2022), dilaporkan Bloomberg.
Pekan ini Cina mengatakan ingin terus memperkuat hubungan strategis dengan Rusia.
Beijing menyebut hubungannya dengan Moskow tetap solid meskipun ada tudingan dan kekhawatiran bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kejahatan perang di Ukraina.
Kendati demikian, hingga kini perusahaan-perusahaan Cina tetap mematuhi sanksi yang dijatuhkan Barat, termasuk AS, ke Rusia.
Baca juga: Drone Ghost akan Dikirim AS Ke Ukraina, Dinilai Ampuh Menyerang Lawan
Baca juga: Warga Ethiopia Antre Untuk Menjadi Pasukan Sukarelawan Rusia Melawan Ukraina
Dalam acara yang digelar Friends of Europe, Sherman turut menyampaikan keinginan AS untuk membantu India meminimalisasi ketergantungannya pada produk persenjataan Rusia.
Hal itu mengingat dampak sanksi global terhadap industri senjata Rusia.
“Mereka (India) memahami bahwa militer mereka, yang dibangun di atas senjata Rusia, mungkin tidak memiliki masa depan dengan senjata Rusia lagi karena sanksi kami telah menarik kembali kompleks industri militer Rusia, dan itu tidak akan kembali dalam waktu dekat,” ucapnya.
Awal bulan ini Perdana Menteri India Narendra Modi telah menyampaikan kepada Presiden AS Joe Biden tentang kebutuhan negaranya membeli persenjataan Rusia.
Persenjataan itu dibutuhkan untuk mengamankan wilayah perbatasannya dengan Cina.
Menurut Modi, alternatif pembelian persenjataan selain dari Rusia terlalu mahal harganya.
Sementara terkait konflik di Ukraina, India memiliki pandangan yang mirip dengan Cina.
India mendukung seruan gencatan senjata dan solusi diplomatik.
Namun mereka abstain dalam pemungutan suara rancangan resolusi yang mengutuk aksi atau tindakan Rusia di Ukraina.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengakui kemungkinan Rusia menang perang di Ukraina dan pertempuran bisa berkobar hingga akhir 2023.
Johnson melontarkan pernyataan itu ketika ditanya mengenai perkiraan sejumlah intelijen yang menyatakan bahwa perang bisa bertahan sampai akhir tahun depan dan Rusia menang.
"Sedihnya, kemungkinan itu memang realistis," kata Johnson kepada reporter saat dimintai tanggapan terkait pernyataan intelijen Inggris itu pada Jumat (22/4/2022), seperti dikutip AFP.
Johnson mengakui bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, punya pasukan yang kuat.
Namun menurutnya, Putin melakukan blunder besar karena memerintahkan invasi di Ukraina.
"Opsi yang dia punya sekarang sebetulnya untuk terus melanjutkan pendekatan yang mengerikan," ucap Johnson.
Namun, Johnson memberi penghormatan atas perlawanan sengit pasukan Ukraina.
Ia juga berjanji bakal memberikan bantuan bagi militer Ukraina dan negara-negara di sekitarnya.
Menurut Johnson, negosiasi realistis untuk mengakhiri perang tak mungkin terjadi di waktu-waktu sekarang ini.
Dalam negosiasi antara Rusia dan Ukraina, Presiden Volodymyr Zelensky meminta jaminan keamanan dari sejumlah negara Barat.
Namun, Johnson mengatakan bahwa Ukraina dan Eropa masih membicarakan kesepakatan jaminan keamanan tersebut.
"Apa yang diinginkan Ukraina, dan saya kira sedang berlangsung sekarang, adalah penjamin keamanan kolektif dari negara-negara yang sehaluan, komitmen keamanan soal apa yang mereka lakukan untuk membantu mereka," ucap dia. (republika.co.id/cnnindonesia.com)
Baca juga: Pengungsi Ukraina Sebut Vladimir Putin Jadikan Negaranya Seperti Zombie, Warga Dibantai Tanpa Ampun
Baca juga: Panglima Perang Chechnya Ramzan Kadyrov, Siap Memburu dan Membunuh Presiden Ukraina