Berita Aceh Tamiang
Laut Tamiang Masih jadi Pintu Masuk Narkoba dari Malaysia, Libatkan Kapal dan Perahu Nelayan Lokal
Bongkar muat yang dilakukan di tengah laut ini, melibatkan kapal berukuran besar dan perahu milik nelayan lokal.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Nurul Hayati
Bongkar muat yang dilakukan di tengah laut ini, melibatkan kapal berukuran besar dan perahu milik nelayan lokal.
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Para pelaku penyelundup narkoba dari Malaysia, masih menggunakan jalur laut Aceh Tamiang sebagai pintu masuk.
Bongkar muat yang dilakukan di tengah laut ini, melibatkan kapal berukuran besar dan perahu milik nelayan lokal.
Hal ini terungkap dalam persidangan di PN Kualasimpang atas dua terdakwa, Dede Irfan dan Hasanuddin, Selasa (26/4/2022).
Keduanya didakwa, terlibat penyelundupan sabu-sabu 95 kilogram dari Malaysia.
Dalam dakwaan diungkapkan, kasus ini bermula pertemuan Dede dengan Fer (DPO) di sebuah rumah makan di Karangbaru, Aceh Tamiang pada Rabu (24/11/2021).
Keduanya sudah saling mengenal di Malaysia, ketika Dede bekerja sebagai TKI.
Baca juga: Jaksa Minta Hakim Rampas Mobil Jazz yang Digunakan Untuk Sembunyi Sabu Untuk Negara
Dalam pertemuan itu, Fer menawarkan Dede menjemput barang dari sebuah kapal asal Malaysia yang akan sandar di perairan Aceh Tamiang pada Kamis (25/4/2021).
Namun, tawaran itu tidak langsung dipenuhi Dede.
“Tidak langsung disetujui, belakangan setelah ditelepon lagi baru terdakwa mau,” kata kuasa hukum terdakwa, Dewi Sartika.
Diungkapkan pula, pekerjaan yang ditawari Fer ternyata menjemput empat karung sabu-sabu seberat 95 kilogram dari kapal asal Malaysia.
Oleh Fer, Dede dijanjikan upah Rp 7 juta per kilogram, Dede sendiri kemudian mengajak Hasanuddin dengan imbalan Rp 50 juta.
Kedua terdakwa selanjutnya ditangkap tim Direktorat Resnarkoba Polda Aceh, dari kediaman masing-masing pada Sabtu (27/11/2021) dini hari.
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Galih Erlangga itu keduanya dijerat Pasal 112 ayat (2) dan 114 ayat (2) UU Narkotika yang mengatur hukuman maksimal pidana mati.
Namun Dewi Sartika menilai, jeratan hukum ini kurang tepat karena menilai kedua kliennya terjebak dalam lingkaran penyelundup narkoba internasional.
“Mereka sekarang ini masih tinggal di rumah bantuan nelayan, mustahil pemain narkoba internasional tinggal di rumah seperti itu,” ungkap Dewi menggambarkan kondisi perekonomian kedua terdakwa. (*)
Baca juga: Pria yang Sembunyikan Sabu Dalam Mobil Jazz dan Lemari Baju Dituntut 13 Tahun Penjara