Berita Aceh Utara

Chika Olivia, 'Anak Emas' Lulusan SLB YPAC yang Kini Jadi Entrepreneur

Chika Olivia, alumnus SLB YPAC Dewantara Aceh Utara harus ikhlas menerima kenyataan bahwa dirinya mengalami kesulitan mendengar

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Chika Olivia, lulusan SLB YPAC Dewantara, Aceh Utara, saat memberikan keterangan dengan bahasa isyarat kepada Sekda Aceh, dr Taqwallah MKes dan Kadisdik Aceh, Drs Alhudri MM, Kamis (19/5/2022). 

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Chika Olivia, alumnus SLB YPAC Dewantara Aceh Utara harus ikhlas menerima kenyataan bahwa dirinya mengalami kesulitan mendengar atau disebut juga dengan istilah tunarungu.

Namun, kekurangan bukan menjadi penghalang baginya untuk sukses seperti orang-orang normal.

Karena sukses tidak mengenal fisik, sukses adalah milik semua orang yang tekun serta mampu memanfaatkan peluang yang ada.

Chika adalah anak berkebutuhan khusus. Ia memiliki kesempatan bertemu dengan Sekda Aceh, dr Taqwallah MKes dan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs Alhudri MM, usai pelaksanaan zikir rutin Pemerintah Aceh yang di SLB YPAC, Kamis (19/5/2022).

Sekda dan Kadisdik menyebut Chika sebagai 'anak emas'.

Disebut 'anak emas' karena mereka memiliki kelebihan yang perlu diasah dengan benar di balik kekurangan yang dimiliki.

Meski terlahir sebagai 'anak emas' kini Chika tidak lagi merasa minder.

Baca juga: 33 Tahun Mengabdi sebagai Honorer, Tarmizi Kini Jadi Guru ASN P3K Menjelang 7 Bulan Lagi Pensiun

Setelah ditempa dan lulus pada tahun 2009 lalu dari SLB YPAC, kini ia pun sudah mandiri bahkan telah telah memiliki keterampilan yang membuatnya mandiri dan bisa meringankan beban orang tuanya.

Chika menceritakan perjuangnya hingga bisa mandiri sekarang melalui bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh guru SLB YPAC di depan Sekda dan Kadisdik Aceh.

"Saya sangat berterima kasih kepada ibu guru yang telah membimbing saya sehingga saya bisa berkreasi sendiri secara mandiri dan meringankan beban orang tua," kata Chika.

Selama di SLB YPAC, ia mengaku tidak hanya diajarkan hidup mandiri, tapi juga digali skill keterampilannya untuk bekal hidup usai tamat sekolah.

Kini, Chika sudah menjadi entrepreneur (wirausaha) muda dengan membuat kue dan merajut tas. Hasil karyanya sudah banyak diorder oleh masyarakat di kampungnya.

Baca juga: 297 Guru di Abdya, Aceh Selatan, Subulussalam, dan Aceh Singkil Terima SK Pengangkatan sebagai P3K

"Dari hasil membuat kue dan merajut saya dapat memenuhi kebutuhan saya sehari-hari dan meringankan beban orang tua," ungkap Chika.

SLB YPAC Dewantara adalah sekolah swasta yang beralamat di Jalan Medan - Banda Aceh tepatnya di Gampong Uteun Geulinggang, Kecamatan Dewantara.

Sekolah ini memiliki 58 orang siswa yang terdiri atas 47 orang tunagrahita, 5 orang tunarungu, 3 orang tunadaksa, dan 3 orang autis.

Para siswanya diasuh oleh delapan orang guru, yang terdiri atas dua guru tunarungu, dua guru tunagrahita, dua guru tunadaksa, dan dua guru untuk anak autis.

Kepala SLB YPAC, Aninawati SPd mengatakan, sekolah yang dipimpinnya telah memiliki sejumlah alumni yang mandiri, di antaranya Nasrul, membuka usaha batu bata di Gampong Ulee Pulo, Alvia membuat usaha kue di Batuphat, Chika Olivia membuat kue di Bangka, Aceh Utara, dan Nailul yang kini banyak menerima orderan tas rajut di Panggoi, Kota Lhokseumawe.

Baca juga: Mempelai Pria Lari tak Hadiri Ijab Kabul dan Resepsi, Pengantin Wanita Sedih di Atas Pelaminan

"Saat ini SLB YPAC Dewantara memiliki jumlah rombel 9 dan jumlah siswa 58 orang," kata Aninawati.

Sementara itu, Sekda Taqwallah dan Kadisdik Alhudri menyampaikan terima kasih atas keikhlasan para guru dalam mendidik para 'anak emas' dengan cukup sabar.

Suka duka jadi guru SLB di daerah konflik

Nadia Laila SPd, salah seorang guru SLB YPAC yang diminta untuk menyampaikan sambutannya mengungkapkan, ia menjadi guru SLB karena direkrut oleh kepala sekolah pada tahun 2001.

Pasalnya saat itu tidak ada yang mau menjadi guru di SLB YPAC Dewantara.

Baca juga: Kabar SEA Games 2021 – Cabor Angkat Besi Persembahkan Emas Pertama Lewat Lifter Eko Yuli Irawan

Salah satu faktornya adalah karena sedang meningkatnya eskalasi konflik bersenjata di Aceh saat itu.

Saat mencari siswa pun, kata Nadia, mereka harus sampai ke pelosok desa karena saat itu banyak orang tua yang belum memahami pentingnya pendidikan bagi 'anak emas' dan bahkan banyak orang tua yang menyembunyikan 'anak emas'nya.

Ketika konflik senjata masih berkecamuk, ia bersama kepala sekolah dan guru-guru lain banyak mengalami ancaman dari berbagai pihak saat mencari siswa.

"Walupun demikian, alhamdulillah prestasi siswa yang pernah saya bimbing dan dampingi di antaranya juara 2 FLS2N tingkat provinsi dan juara 2 O2SN tingkat provinsi," ungkapnya. (*)

Baca juga: Motif Meninggal Penjual Rujak di Pidie Masih Diselidiki, Polisi Bergerak Cepat Turunkan Tim

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved