Berita Aceh Tamiang
Cegah Konflik dengan Masyarakat, FKL Pasang GPS Collar Gajah di Aceh
“Untuk yang terbaru belum ada karena terakhir pendataan dilakukan sebelum Covid-19,” kata Rudi Putra, Senin (23/5/2022).
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Saifullah
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Populasi gajah di Aceh disimpulkan menunjukkan tren positif, meski perburuan masih terus terjadi di beberapa wilayah.
Sebagai upaya melindungi hewan langka ini dari perburuan dan konflik dengan masyarakat, Forum Konservasi Leuser (FKL) meningkatkan pemasangan GPS Collar.
Pegiat Konservasi FKL, Rudi Putra memprediksi, keberadaan gajah di dataran Aceh mencapai 530 ekor lebih.
Data ini merujuk pendataan yang mereka lakukan pada tahun 2019 lalu.
“Untuk yang terbaru belum ada karena terakhir pendataan dilakukan sebelum Covid-19,” kata Rudi Putra, Senin (23/5/2022).
Meski belum memiliki angka terbaru, Rudi meyakini, populasi gajah saat ini tidak jauh berbeda dengan tiga tahun lalu.
Baca juga: Kamera Udara Rekam Aktivitas Kawanan Besar Gajah di Aceh Timur
Prediksi ini didasari dengan hasil amatan yang dilakukan FKL di sejumlah habitat yang dihuni kelompok besar gajah liar.
Terakhir, FKL mendapati keberadaan kelompok gajah di Peunaron, Aceh Timur pada Minggu (15/5/2022) pekan lalu.
“Di setiap kelompok yang kita amati, selalu ada keberadaan anak gajah. Ini menunjukkan ada perkembangbiakan gajah, ini sangat bagus,” ungkap Rudi.
Di sisi lain, Rudi mengakui, masih ada kasus kematian gajah yang diakibatkan perburuan liar.
Untuk tahun ini saja, beber dia, sudah ada dua ekor gajah mati dengan kondisi terluka.
“Satu gajah dewasa dan satu lagi anak gajah, keduanya mengalami luka yang mengindikasikan dibunuh pemburu,” ujarnya.
Baca juga: Polres Aceh Tenggara Selidiki Kematian Gajah di Leuser, Saksi Diperiksa, Pemilik Lahan Dicari
FKL, ungkapnya, terus berupaya menekan kasus perburuan sekaligus menghindari konflik gajah dengan masyarakat.
Upaya ini dilakukan FKL dengan menggandeng Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Salah satu yang telah dilakukan adalah dengan memasang GPS Collar terhadap delapan kelompok gajah di daerah rawan konflik.
GPS Collar ini, diakui Rudi, sangat efektif karena keberadaan gajah terdeteksi, sehingga bisa dilakukan langkah pencegahan konflik.
“Tujuan GPS Collar ini untuk tahu posisinya, ketika sudah mengarah atau mendekati permukiman penduduk, langsung kita informasikan kepada tim,” ujarnya.
Biasanya, ulas dia, kelompok gajah yang mengarah ke perumahan maupun perkebunan penduduk, dihalau kembali ke hutan menggunakan petasan.
Baca juga: VIDEO Dibawa Lari Gajah Hampir Masuk Hutan, Keseruan Jalan-Jalan Bersama Isabella di CRU Sampoiniet
Opsi lain pencegahan ini dilakukan dengan membangun parit atau pagar listrik.
“Pagar listriknya bervolume rendah, sekadar membuat kejut, dan ini sangat efektif menurunkan kasus konflik di Aceh Timur,” terang Rudi.
Dijelaskannya, kasus konflik gajah dengan manusia di Aceh Timur selama ini super tinggi karena mencapai ratusan kejadian dalam satu tahun.
Daerah rawan konflik lainnya di antaranya ialah Aceh Jaya, Pidie, dan Aceh Tenggara.(*)