In Memoriam
In Memoriam Sarwani Sabi, Sang Penakluk Raja Rimba Asal Meulaboh
Sementara soal ritualnya yang selalu menggunakan pohon asam kincung, Kek Sarwani menjelaskan karena ada sejarah antara harimau dengan manusia.
Penulis: Khalidin | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Innalillahi Wainna Ilaihi Rajiun. Sebuah kabar duka berembus dari kalangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Sarwani Sabi alias Sarwani, kakek berusia 85 tahun asal Meulaboh, Aceh Barat pawang harimau Aceh, dikabarkan meninggal dunia, Senin (20/6/2022)
Informasi meninggalnya pawang harimau ini diterima Serambinews.com dari unggahan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kota Subulussalam.
Serambinews.com kembali mengkonfirmasi untuk memastikan kebenaran meninggalnya Sarwani alias Kakek Carwani.
Hal ini dibenarkan, Riya Kamba, S Hut, salah seorang petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Menurut informasi, Kakek Sarwani meninggal dunia tadi selepas shalat Maghrib di kediamannya di Meulaboh, Aceh Barat.
Nama Carwani Sabi mungkin tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Aceh terutama kalangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan jurnalis yang meliput konflik manusia dengan harimau.
Pasalnya, setiap terjadi konflik harimau dengan manusia, sosok Sarwani lah yang diandalkan pihak BKSDA Aceh untuk menaklukkan sang raja hutan itu.
Kasus terbaru konflik harimau dengan manusia terjadi di Desa Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam tahun 2020 lalu.

Kakek Sarwani pun diturunkan ke sana untuk menaklukkan hewan dilindungi tersebut. Sepintas, tak ada yang istimewa pada warga Sawang Teubei, Kecamatan Kawai XIV, Aceh Barat ini.
Pria berusia 83 tahun pada Maret 2020, tersebut tampil apa adanya dengan tubuh mungil, pakaiannya lusuh, kulitnya legam keriput dimakan usia.
Malah saat beraksi di Kota Subulussalam, Kek Sarwani juga saat berjalan harus menggunakan tongkat lantaran salah satu kakinya mengalami cedera akibat kecelakaan lalulintas.
Saat itu ada banyak orang yang mungkin masih meragukan kepiawaian kakek dengan 37 cucu ini dalam menaklukan sang raja rimba jika belum menyaksikan langsung dengan mata kepala.

Bahkan saat jurnalis Serambi Indonesia bertemu dengan Kek Sarwani di Camp Perkebunan lokasi penangkapan harimau beberapa hari lalu, ada warga yang masih ragu terhadap ketangguhan sang pria renta ini.
”Kuncinya Cuma sabar, jangan sombong terus niat baik,” kata Kek Sarwani mengawali pembicaraan dengan wartawan.
Kek Sarwani pun tanpa canggung berbicara panjang lebar soal asal mula dia menjadi pawang harimau untuk Aceh hingga Riau.
Kek Sarwani mengaku sudah menggeluti penaklukan harimau sejak masih kecil seusia kelas dua Sekolah Dasar. Kek Sarwani pun mengaku tidak tamat sekolah.

Dia hanya sempat mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) selama satu tahun setengah dan disebutnya kelas satu setengah.
Selanjutnya, Kek Sarwani sering bolos sekolah dan memilih ikut ayahnya bernama Haji Nyak Sabi yang juga pawang harimau ke hutan.
Saat sang ayah pergi, Kek Sarwani mengaku mengikuti dari belakang dan tak mau pulang meski dipukul.
Namun, walau berkali-kali dipukul sang ayah agar mau sekolah tetap tidak diindahkan. Ini lantaran Kek Carwani hobi ikut menangkap harimau.
Kata Kek Sarwani jika sudah tiba di hutan dia tidak lagi kena pukul lantaran sang ayah takut anaknya saat pulang melewati hutan dimakan harimau.
”Bapak nanti pergi ke hutan melihat harimau seperti ini, saya ikut dari belakang, bapak pukul saya suruh pulang tapi saya tetap ikut dari belakang. Karena saya hobi ke harimau,” papar Kek Sarwani
Sehingga dengan hobi yang menggebu, membuat Sarwani kecil ngotot ingin seperti sang ayah. Ia terus berusaha mengamati bahasa tubuh harimau dan belajar cara berinteraksi dengan binatang itu.
Walhasil, Sarwani cilik kini menjadi sosok pawang harimau tersohor bukan hanya di tanah rencong tapi namanya populer hingga ke Riau.

Pasalnya, BKSDA Riau juga kerap memakai jasa Kek Sarwani untuk menaklukkan harimau di sana.
Yah, sepeninggalan orangtuanya, nama Sarwani terus melejit soal ketangguhannya menaklukkan hewan ganas tersebut.
Bermodal ilmu diturunkan sang mendiang ayahnya, ia melanjutkan pertualangan menaklukan harimau.
Hingga di usia remaja, Sarwani mengawali pertualangan di hutan. Setiap mendapat berita harimau ‘mengamuk’, ia hadir untuk menaklukkan.
Aksinya pun semua dengan cara serba tradisional, dan terbukti satu per satu sang raja rimba takluk di tangan pria periang ini.
Sarwani sudah kerap dipanggil warga untuk menangkap harimau di seluruh pelosok Aceh. Hampir semua daerah di Aceh dimasuki Sarwani untuk menaklukkan benatang bertaring ini.
Carwani menyatakan setiap menaklukkan harimau tujuannya hanya membantu masyarakat yang mengalami teror.
Hingga akhirnya, Sarwani direkrut BKSDA Aceh pada tahun 2007 sebagai tenaga honorer di kantor tersebut.
”Mungkin saya honorer tertua, usia 83 tahun masih bekerja, tapi honor saya gak besar, jadi PNS juga tidak bisa karena tidak sekolah dan usia sudah lanjut,” cerita Sarwani seraya terkekeh saat diwawancarai wartawan Serambi Indonesia di Kota Subulussalam Maret 2020 lalu.
Saat Jurnalis Serambinews.com berusaha menanyai doa apa yang dibaca saat menaklukkan sang hewan bertaring itu, Kek Sarwani dengan tersenyum mengatakan akan menjelaskan kemudian hari.
Namun, lanjutnya semua dilakukan intinya demi kebaikan membantu manusia. Sebab, kata Kek Sarwani doa apapun yang dibaca bila tidak dikehendaki Allah semua akan nihil.
Sementara soal ritualnya yang selalu menggunakan pohon asam kincung, Kek Sarwani menjelaskan karena ada sejarah antara harimau dengan manusia.
Menurutnya, jaman dulu ada semacam perjanjian antara harimau dengan manusia untuk tidak saling menganggu.
Dia pun memakai istilah perjanjian damai antara Repulik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui MoU Helsinki. Jadi, kata Kek Sarwani saat perjanjian dibuat pohon asam kincung menjadi saksi.
Pun begitu kala ditanyai soal cerita harimau memberi tanda jika sedang berburu atau adanya marabahaya.
Kek Sarwani mengakui adanya sejumlah tanda seperti menggores jalan setapak di hutan dengan kukunya sebagai warning di depan sedang ada harimau beranak.
Makanya kata Kek Sarwani jika menemukan hal demikian yang perlu dilakukan dengan batuk, berdehem atau bunyian lain sebagai aba-aba, sebab harimau takut dengan suara manusia.
”Karena harimau juga takut sama manusia. Berapa kali kita takut sama harimau dia dua kali lipat lebih takut, karena saat melihat manusia kurang rezekinya atau sial,” terang Kek Sarwani
Kini, sosok Kek Sarwani yang periang tersebut telah dipanggil menghadap sang Ilahi. Segenap keluarga besar BKSDA Aceh menyampaikan rasa duka cita yang sedalam-dalamnya.
Begitu pula masyarakat Aceh yang tentunya ikut berduka. Selamat jalan Kek Sarwani.
Semoga diampuni segala kesalahan dan diterima segala amal ibadahnya dalam membantu umat manusia setiap ada konflik dengan hewan buas menjadi amal jariyah dan pelita di alam sana. Amin.(*)