Migas
PT Pema Jual 6.000 Ton Sulfur ke Pekan Baru, Sukses Alih Kelola Sumur Migas Block B dari Pertamina
Direktur Pengembangan Bisnis PT Pema, Edwar menjelaskan, pengembangan bisnis PT Pema ke trading produk sampingan migas, berupa sulfur itu dilakukan ka
Penulis: Herianto | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Herianto I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - PT Pema setelah sukses dalam pelaksanaan alih kelola sumur migas bekas Blok B dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dua tahun lalu dan atas alih usaha sumur migas Blokc B itu, pada minggu lalu telah memberikan deviden senilai Rp 21 miliar kepada Pemerintah Aceh, mulai Januari 2022 telah melakukan trading (menjual) sulfur produksi PT Medco kepada pembeli di Pekan Baru, Riau sebanyak 6.000 ton.
“Sejak Januari-Juni 2022 ini, jumlah volume sulfur yang sudah kita trading atau jual ke pembelinya di Pekan Baru, volume sudah mencapai 6.000 metrik ton, dengan nilai sekitar Rp 8 miliar,” kata Dirut PT Pema, Zubir Sahim yang didampingi Direktur Pengembangan Bisnis, Edwar dan Projek Menejer Trading Sulfur, Wildan Putra kepada Serambinews.com, Jumat (24/6/2022) di kantornya di Banda Aceh.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Pema, Edwar menjelaskan, pengembangan bisnis PT Pema ke trading produk sampingan migas, berupa sulfur itu dilakukan karena produknya tersedia di Aceh dan peluang pasarnya di dalam negeri juga cukup besar.
• Kehadiran PT PEMA Diharapkan Sumbang Pendapatan untuk Kemandirian Aceh
Bahan kimia sulfur, yang perupakan produk sampingan migas itu, banyak digunakan untuk pemutih bahan baku kertas, untuk campuran pupuk dan cosmetik. Di Pekan Baru, Riau, banyak terdapat industri kertas, pupuk dan cosmetik, sehingga peluang pasar sulfurnya di sana cukup besar, begitu juga di pulau Jawa dan luar negeri PT Pema, sebagai perusahaan daerah, yang baru dibentuk tiga tahun lalu, ada beberapa unit usahanya.
Antara lain, bidang pengolahan migas dan trading/dagang produk sampingan migas. Produksi sulfur di Aceh cukup banyak, yang dihasilkan sejumlah perusahaan migas yang masih beroperasi di Aceh, seperti PT Medco, Pertamina Hulu Energi (PT PHE) dan lainnya. Karena produksi sulfur di Aceh cukup banyak dan peluang pasarnya di dalam negeri, cukup besar, PT Pema menjadikan bahan kimia sulfur itu sebagai salah satu mata dagangan (trading).
Sebelum PT Pema menjadikan sulfur sebagai salah satu mata dagangan produk sampingan migas, sulfur yang dihasilkan PT Medco yang memiliki sumur migas di Idi, Aceh Timur itu, menjual langsung produk sulfurnya ke pembeli di Pekan Baru, Riau.
• Tepat Berusia Tiga Tahun, PT PEMA Serahkan Dividen Rp 21,6 Miliar kepada Pemerintah Aceh
Tapi, setelah PT Pema membuka trading usahanya untuk komoditi sulfur, PT Medco, sudah menyetop penjualan produk sulfurnya ke Pekan Baru, setelah PT Pema terjun kedalam usaha trading sulfur.
Produk sampingan migas PT Medco, berupa sulfur itu, sejak Januari – Juni 2022 ini dan seterusnya, penjualannya kepada pembelinya di pasar lokal dan luar Aceh, sudah ditangani PT Pema sepenuhnya.
Produksi sulfur yasng dihasilkan PT Medco di lokasi sumur migasnya di Idi, Aceh Timur, diangkut kepelabuhan Migas Blang Lancang, Arun Lhokseumawe, setelah volumenya berkisar 2.500-3.000 metrik ton, baru dijual kepda pemberinya di Pakan Baru, Riau, menggunakan kapal tongkang.
Untuk membutuhkan volume timbunan sulfur sebnyak 2.500-3.000 metrik ton, kata Wildan Putra, butuh waktu 3-4 bulan. Karena produktivitas sulfur PT Medco per harinya berkisar 20-25 ton.
Setelah suksukses bekerjasama menjual sulfur produksi PT Medco, kata Wildan Putra, pihaknya akan melakukan Kerjasama dengan PT Pertamina Hulu Energi, untuk penjualan komoditi sulfur milik Pertamina.
PHE, kata Wildan Putra, juga memproduksi sulfur, dari sumur migasnya yang ada di daratan Aceh.
Selama ini, mereka menjual langsung produksi sulfurnya ke pembelia di luar Aceh maupun luar negeri.
Setelah PT Pema, bisa melaksankan trading sulfur mikik PT Medco dengan sukses, dalam enam bulan berjalan berkat kerja sama semua pihak termasuk dengan PT Patriot Nusantara Aceh, sebagai BUPP nya KEK Arun Lhokseumawe.
Ke depan produksi sulfur milik PHE itu, diminta PT Pema yang akan menjualnya ke luar Aceh.
“Menurut informasinya, produksi sulfur pertamina ada sekitar 5.000 – 7.000 ton/tahun,” ujar Wildan Putra.
Langkah, selanjut berikutnya Pema dalam pengembangan bisnis migasnya, kata Projeck Manejer Trading Siulfur PT Pema, Wildan Putra, pihaknya sudah memprogramkan pembangunan pabrik asam sulpat di kawasan KEK Arun Lhokseumawe.
Bahan baku asam sulpat itu, adalah sulfur, yang merupakan produk sampingan migas PT Medco dan Pertamina Hulu Energi.
Karena sumber bahan baku sulfurnya, cukup banyak tersedia di sumur migas Medco dan Pertamina Hulu Energi, sudah sepatutnya PT Pema membangun pabrik asam sulfat, agar nilai jual sulfur bisa naik.
“Asam sulpat, adalah salah satu produk hilirisasi sulfur. Pasar pembelinya asam sulfat di dalam negeri cukup besar, salah satunya untuk bahan proses biji mineral, sintetis kimia, pemrosesan air limbah, pengilangan minyak produksi industri kimia lainnya,” ujar Wildan Putra.
Kadis ESDM Aceh, Ir Mahdinur MM yang dimintai tanggapannya mengatakan, bangga dengan prestasi PT Pema, sebagai salah satu perusahaan daerah milik Pemerintah Aceh, yang baru berusia tiga tahun dan sudah menunjukkan kesuksesannya dalam bidang usaha hulu dan hilir migas dan trading.
PT Pema, harus bisa menjadi salah satu perintis kegiatan usaha hilirisasi produk sampingan migas yang ada pada perusahaan migas di Aceh.
“Ini sangat penting, agar masyarakat lokal, bisa terlibat di dalam kegitan hilirisasi produk sampingan migas di Aceh,” ujar Mahdinur.
Rustam Effendi, pakar ekonomi USK, sependapat dengan Kadis ESDM Aceh, Mahdinur. Ia mengatakan, kalau dulu perusahaan daerah, sering dituding sebagai benalunya pemerintah daerah karena, langka perusahaan daerah yang memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.
Kehadiran PT Pema dalam bisnis migas hulu dan hilirisasi lokal di Aceh, telah mengangkat derajat perusahaan daerah di mata publik, mulai positif.
“Penilai positif masyarakat itu, perlu dijaga dan dipertahankan oleh PT Pema, melalui kinerja positif pengembangan unit usaha migas dan tradingnya yang cerdas dan ekonomis,” pungkas Rustam Effendi.(*)