Berita Jakarta

Jaksa Agung Kedepankan Keadilan Restoratif, Penyalahguna Narkoba tak Dipenjara, Cukup Rehabilitasi

Hal itu secara otomatis juga akan mengurangi beban lembaga pemasyarakatan yang saat ini didominasi pelaku penyalahgunaan narkotika

Editor: bakri
ANTARA /R. REKOTOMO
Para tersangka kasus narkotika berjalan menuju ruang tahanan. 

Kondisi itu yang membuat jumlah kapasitas lapas untuk para tahanan di Indonesia mengalami overcrowded.

"Ini artinya penyebab overcrowded di lembaga pemasyarakatan adalah banyaknya pelaku penyalahgunaan narkotika yang dipenjara," kata Burhanuddin.

Burhanuddin mengaku ironis melihat kondisi tersebut, sebab dari angka 115.716 narapidana kasus narkotika itu, sebagian besarnya bukanlah pengedar atau bandar, melainkan hanya pengguna yang disebut Burhanuddin merupakan korban tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Menurutnya mereka seharusnya tidak perlu dipenjara, tetapi direhabilitasi.

Burhanuddin menegaskan dengan diterapkannya Pedoman Kejaksaan yang mengacu pada asas keadilan restoratif, maka ke depan jumlah narapidana perkara penyalahgunaan narkotika yang ditahan bisa berkurang signifikan.

“Dengan adanya kebijakan keadilan restoratif terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika akan berdampak pada berkurangnya jumlah narapidana perkara penyalahgunaan narkotika secara signifikan," ucap dia.

Ketika jumlah narapidana berkurang, maka secara otomatis menjadikan petugas lapas bisa memberikan pelayanan dan pemenuhan hak narapidana yang lain dilakukan secara optimal.

"Sehingga secara otomatis beban lembaga pemasyarakatan akan berkurang dan dapat lebih optimal dalam melayani warga binaan serta pemenuhan hak-hak warga binaan akan berlangsung semakin baik," tukasnya.

Disparitas Pemidanaan

Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung Prof Dr H M Syarifuddin menyoroti disparitas pemidanaan dalam perkara narkotika.

Hal ini kata dia menjadi masalah dalam penegakan hukum.

Disparitas pemidanaan adalah perbedaan penjatuhan hukuman pidana terhadap perkara-perkara yang memiliki karakteristik serupa.

Syarifuddin mengatakan disparitas pemidanaan tersebut tidak sejalan dengan visi Mahkamah Agung mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung melalui empat misinya.

Empat misi tersebut yaitu menjaga kemandirian badan peradilan, memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan, meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, dan meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

"Terlebih lagi, disparitas pemidanaan pastinya juga bertolak belakang dengan tujuan hukum yaitu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan," kata dia.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved