Berita Banda Aceh
Polemik Ganja Medis, Ternyata MPU Aceh Sudah Mengeluarkan Fatwa Penggunaan Narkotika di Tahun 1993
Ternyata, para ulama di Aceh telah lebih dahulu memikirkan persoalan ini, jauh puluhan tahun sebelum polemik ini mencuat.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Polemik Ganja Medis, Ternyata MPU Aceh Sudah Mengeluarkan Fatwa Penggunaan Narkotika di Tahun 1993
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Masyrakat Indonesia belakangan ini dihebohkan dengan seorang ibu yang meminta tolong agar ia bisa mendapatkan ganja medis untuk anaknya.
Hal ini mengundang beragam reaksi di tengah masyarakat, membuat Wakil Presiden Ma'ruf Amin ikut bersuara.
Wapres meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membuat fatwa terkait wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, penggunaan ganja baik itu untuk kepentingan medis masih berstatus ilegal di Indonesia.
Baca juga: Pria Aceh Banyak Bercelana Pendek Dimuka Umum, MPU Aceh: Hukumnya Haram
Bahkan sejumlah anggota dewan rakyat yang duduk di Senayan juga dibuat ‘sibuk’ dengan polemik ganja medis.
Namun ternyata, para ulama di Aceh telah lebih dahulu memikirkan persoalan ini, jauh puluhan tahun sebelum polemik ini mencuat.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali, kepada Serambinews.com, Kamis (30/6/2022).
Lem Faisal, sapaan akrab Ketua MPU, mengatakan bahwa para ulama Aceh telah mengeluarkan Fatwa terkait penggunaan ganja untuk medis pada tahun 1993.
Ini artinya, sudah 29 tahun lalu Fatwa tentang ganja medis dibuat oleh MPU Aceh.
“Ulama Aceh sudah menfatwakan hukum ganja untuk medis pada tahun 1993,” ujar Lem Faisal.
Baca juga: Ketua MPU Terkait Usulan Aceh Satu-satunya Embarkasi Haji di Indonesia: Antara Logis dengan Tidak
Dalam Fatwa yang ditandatangi oleh Ketua Komisi B, Tgk H Soufyan Hamzah dan Sekretasis, Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA pada 26 November 1993, menyebut sejumlah poin terkait narkotika.
Secara garis besar, Fatwa tersebut mengharamkan segala jenis narkotika, baik itu untuk dikonsumsi atau perbuatan untuk mengedarkannya.
Kendati demikian, para Ulama Aceh telah menyepakati bahwa penggunaan ganja untuk kepentingan medis tidak haram.
“Dalam fatwa tersebut pengecualian untuk medis,” jelas Lem Faisal.
Sebelumnya, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, MUI akan segera mengkaji secara komprehensif penggunaan Ganja untuk medis.
Ia mengungkapkan, MUI bakal menggali perspektif keagamaan terhadap pemanfaatan tanaman ganja untuk medis yang menjadi pro dan kontra di masyarakat.
"Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan kajian komprehensif dalam perspektif keagamaan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu malam (29/6/2022).
Ia mengatakan MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik dalam bentuk sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru.
Baca juga: Sosok Abu Lueng Angen di Mata Ketua MPU Aceh Utara
Terlebih, lanjut Asrorun, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan.
Ia juga mengatakan fatwa adalah jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat.
Hingga hari ini, kata Asrorun, MUI belum menerima pertanyaan maupun permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait terhadap masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
Menurut Asrorun kajian itu merupakan respons MUI terhadap harapan Wakil Presiden Ma'ruf Amin kepada Bidang Fatwa MUI agar menindaklanjuti dinamika yang terjadi di masyarakat.
Apalagi, adanya pro dan kontra pemanfaatan ganja untuk kebutuhan medis dari sudut pandang fikih.
Ia mengatakan dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak.
"Ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan," ujarnya.
Akan tetapi, kata Asrorun, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syariah, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu.
"Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. Kita akan kaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan," ujarnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)