Kupi Beungoh
Kemarau Basah, Surya Paloh, dan Penjabat Gubernur (I) – Aceh Sedang Phet That That?
Anehnya semakin ke ujung periode pertama dana Otsus pilihan terhadap “phet that that” (sangat sangat pahit) semakin dominan.
Berbeda dengan tanaman, namun tetap mempunyai analogi dengan itu, adalah masa depan Aceh untuk paling kurang, tiga tahun ke depan.
Seperti diketahui, tanggal 5 Juli yang akan datang masa jabatan gubernur incumbent (petahana) akan berakhir.
Aceh akan diurus dan dipimpin oleh penjabat gubernur.
Tidak salah kalau kemudian masa tiga tahun Aceh ke depan, di bawah penjabat gubernur, dilihat dalam perspektif “cuaca” BMKG pembangunan.
Yang dimaksud adalah, bila prediksi cuaca BMKG untuk pertanian Aceh disebutkan akan terjadi kemarau basah, bagaimana pula cuaca pembangunan Aceh ketika sang penjabat gubernur itu akan memerintah?
Soal hujan atau kemarau tentang pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh selama 15 tahun terakhir, bukanlah sesuatu yang perlu yang dipertentangkan.
Pasalnya bukan soal kemarau pembangunan, tetapi lebih kepada apakah kemarau yang sudah ada akan berlanjut, ataukah akan ada cuaca baru, paling kurang kemarau basah.
Tanpa melupakan rahmat Yang Maha Kuasa yang sangat besar untuk rakyat Aceh selama ini, bila diibaratkan dengan musim dan cuaca, apa yang telah dialami oleh rakyat Aceh pascadamai dan tsunami adalah sebuah kemarau panjang, yang bahkan telah membuat sebagian masyarakat, terutama di kalangan generasi muda nyaris putus asa, dan hilangnya rasa optimisme untuk masa depan.
Kenapa hanya kemarau basah?
Karena memang persoalan Aceh hari ini mulai dari pemerintahan, pembangunan, dan kehidupan politik berada dalam keadaan yang sangat akut dan kompleks.
Baca juga: Teken Kontrak Proyek APBA Rp 2,54 T Tuntas, Total 1.666 Paket
Baca juga: Badan Anggaran DPRA Singgung Kemiskinan, Gubernur Sebut Sudah Menurun
Peneliti Eropa dan Kosakata Phet That That
Walaupun secara akal sehat semua pihak yang tinggal dan tahu tentang Aceh hari ini, sepakat pembangunan Aceh beranalogi atau berasosiasi dengan kata kemarau, namun diperlukan juga konfirmasi kondisi lapangan untuk keabsahannya.
Baru-baru ini ada seorang peneliti dari sebuah lembaga nonpemerintah dari salah satu negara anggota Uni Eropa yang dulu terlibat jauh dalam perdamaian dan pembangunan pascatsunami, berkehendak membuat kajian tentang pembangunan dan kehidupan rakyat Aceh.
Kedatangannya beberapa waktu yang lalu adalah untuk kepentingan sebuah penjajakan awal.
Diskusi kami tentang hasil awal uji coba lapangan untuk penyempurnaan rencana penelitian membuat saya tersentak.