Haji 2022
Serba-Serbi Melontar dan Mabit di Mina
SELEPAS mabit di Muzdalifah dan sebelum tahallul (mencukur atau menggunting sebagian rambut), jamaah haji diwajibkan untuk melontar jumrah Aqabah
Dalam praktik melontar, ada saja ulah jamaah melontar seenak hati, jauh dari tuntutan manasik.
Misalnya, saat melontar jumrah tanggal 11 Zulhijjah, seorang jamaah dengan memekikkan “bismillah, Allahu Akbar" melontarkan sebuah botol minuman berisi 21 butir kerikil sekaligus pada tiang jumrah Ula.
Saat dikoreksi, jamaah tadi menjawab dengan cuek.
“Hana peu Tgk, jeut bagah leh, loen pih ka hek, Allah maha peu ampon desya (Tidak apa-apa Tgk, saya sudah letih, Allah Maha Pengampunan Dosa),”.
Hanya kalimat terakhir yang benar dan saya aminkan, selebihnya noise (riuh) dan bukan voice (suara) yang patut didengar.
Sebelum pelaksanaan Armuzna, banyak jamaah haji Aceh yang ngotot meminta nafar tsani kepada petugas haji.
Kesempurnaan haji menjadi alasan.
Tetapi setelah sehari di Mina, merasakan tidur berdesak-desakan, antrean panjang di toilet yang tidak pernah berakhir, bertapak lebih 8 kilometer ke lokasi jamarat setiap hari, ditambah lagi lelah wukuf Arafah dan mabit Muzdalifah yang belum terobati, membuat nyali sebagian besar jamaah haji Aceh ciut.
"Ustaz kita ambil nafar awal aja boleh?" tanya seorang jamaah yang menjadi juru bicara dari ratusan jamaah yang lain setelah lontar jumroh Aqabah selesai.
Tanpa menjawab, memori saya di bawa mengenang karakter orang Aceh saat di meja ngopi.
Kuat bicara, lemah eksekusi.
Karakter yang terbawa ke Tanah Suci.
Air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan.
Tong kosong nyaring bunyinya, tong penuh tidak berguncang. (*)
Baca juga: Anggota Pramuka Arab Saudi Bantu Jamaah Haji Lontar Jumrah Saya Siap Membantu Anda
Baca juga: Robot Pintar Keliling Masjidil Haram, Bagikan Al- Quran ke Jamaah Haji Sebelum Tinggalkan Mekkah