Berita Jakarta

Menkeu Ramal Bakal Muncul Krisis Pangan Imbas Invasi Rusia dan Pandemi Covid-19

Harga bahan makanan yang melonjak hampir 13 persen pada bulan Maret 2022 lalu memunculkan adanya kekhawatiran baru

Editor: bakri
Kemenkeu
Menkeu Sri Mulyani 

JAKARTA - Harga bahan makanan yang melonjak hampir 13 persen pada bulan Maret 2022 lalu memunculkan adanya kekhawatiran baru terkait ancaman krisis pangan.

Apalagi diprediksi harga bahan makanan bakal naik hingga 20 persen pada akhir tahun 2022 mendatang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kenaikan harga pangan disebabkan adanya invasi Rusia ke Ukraina yang berimbas kepada pembatasan ekspor.

Selain itu pandemi covid-19 juga turut andil menyebabkan kenaikan harga pangan karena pasokan terganggu dan terjadi ketidaksesuaian permintaan.

"Tantangan terhadap ekonomi global kemungkinan akan terus berlanjut sehingga harga pangan tetap tinggi di masa mendatang.

(Pandemi dan perang) kemungkinan akan memperburuk kerawanan pangan akut 2022 yang sudah parah yang sudah kita lihat," ujar Menkeu saat acara "G20 High Level Seminar: Promoting Global Collaboration for Tackling Food Insecurity" di Bali, Jumat (15/7/2022).

Selain itu, krisis pupuk juga dinilai akan memperburuk krisis pangan hingga beberapa tahun ke depan.

Oleh karenanya, Menkeu menilai harus ada urgensi penanganan krisis pangan agar tidak berlarut-larut, terutama krisis pangan di negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang.

"Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan serta sosial," tuturnya.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan tantangan paling besar yang akan dihadapi oleh Pupuk Indonesia dalam waktu dekat adalah disrupsi pangan.

Baca juga: Antisipasi Krisis Pangan Global, Pemerintah Terus Menjaga dan Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional

Baca juga: Peringatan Jokowi: Ancaman Krisis Pangan hingga Inflasi, Mendag Diminta Turunkan Harga Minyak Goreng

Bakir menjelaskan bahwa kondisi dunia saat ini sedang dihadapkan beberapa ketidakpastian yang berdampak pada perekonomian dunia, salah satunya permasalahan krisis dunia yang akan selalu menghadirkan teknologi dan tantangan baru, seperti sistem penanganan pangan baru, nano fertilizer dan biofertilizer yang dapat menjadi disrupsi produk Pupuk Indonesia.

Untuk menghadapi disrupsi tersebut, maka perlu dikembangkan berbagai inovasi yang dapat membantu meminimalisir risiko disrupsi.

Inovasi tersebut dikembangkan guna memberikan nilai pada Pupuk Indonesia Grup yang tentunya perlu dibantu oleh pihak lain sehingga lebih terbuka dan dapat memberikan keuntungan yang lebih kepada perusahaan.

Dalam hal tersebut, diperlukan pemikiran secara holistik ke luar dan tidak terpaku di dalam kotak pandora.

"Inovasi yang dilakukan ini jangan terkungkung, sehingga apa yang dihasilkan dapat menjadi suatu program atau produk yang out of the box berdasarkan informasi holistik yang didapatkan dari semua pihak," kata Bakir.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved