Berita Aceh Utara
Komisi I DPRA Minta Jaksa Pertimbangkan UUPA Dalam Kasus Pembangunan Rumah Duafa di Aceh Utara
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) buka suara soal penetapan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan rumah fakir miskin
BANDA ACEH - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) buka suara soal penetapan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan rumah fakir miskin (duafa) yang dikelola Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara.
Sebab, dalam kasus tersebut penyidik Kejari Aceh Utara mendakwa para tersangka dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), bukan berdasarkan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal yang merupakan turunan dari Undang- Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Ketua Komisi I DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky kepada Serambi, Kamis (4/8/2022) menerangkan bahwa dalam kasus ini tidak tepat penyidik kejaksaan mendakwa para tersangka dengan UU Tipikor.
"Masalah zakat sebagai Pendapat Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu kekhususan yang dimiliki Aceh dan itu diatur dalam Qanun Nomor 10 tahun 2018.
Jika terjadi penyelewenangan maka ada mekanisme tersendiri dalam menyelesaikannya," ujarnya.
Dalam Pasal 151 Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 disebutkan bahwa yang berwenang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran pengelolaan dan pengembangan dana zakat adalah penyidik Polri yang diberi kewenangan penyidikan di bidang syariat Islam dan Penyidik PNS di bidang syariat Islam di lingkungan Pemerintah Aceh.
Kemudian berdasarkan Pasal 152 dan Pasal 153 juga disebutkan bahwa yang berwenang menuntut terhadap pelanggaran adalah jaksa penuntut umum dan yang menyidangkan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran dilakukan oleh hakim Mahkamah Syariyah.
"Jika mengacu qanun yang menyidangkan kasus pelanggaran penggelolaan dana zakat bukan Pengadilan Tipikor.
Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Bantuan Rumah Duafa, Kepala Sekretariat BMK Aceh Utara Syok: Saya belum Ditahan
Baca juga: Pastikan tak Ada Pungli, Safaruddin Tinjau Pembangunan Rumah Duafa
Tapi jika didakwa dengan UU Tipikor jelas nanti akan disidangkan di Pengadilan Tipikor," ungkap Iskandar.
Karena itu, politisi Partai Aceh yang vokal mengadvokasi kekhususan dan keistimewaan Aceh ini meminta penyidik Kejari Aceh Utara untuk mempertimbangkan kekhususan yang dimiliki Aceh.
Sebab posisi UUPA setara dengan UU Tipikor.
"Saya bicara bukan dalam posisi membela yang salah.
Tapi yang saya bicarakan dalam konteks penguatan UUPA.
Sehingga kedudukan UUPA tidak dipandang sebelah mata," tegas Iskandar.
Tersangka Tidak Ditahan
Kejari Aceh Utara menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan rumah duafa di Baitul Mal kabupaten setempat.
Meski sudah berstatus sebagai tersangka, kelimanya sampai saat ini belum ditahan.
Kelima orang itu adalah Kepala Baitul Mal Aceh Utara yang berinisial YI (43), Kepala Sekretariat Baitul Mal ZZ (46) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) M (49), Koordinator Tim Pelaksana yakni Z (39), dan Ketua Tim Pelaksana, RS (36).
Kepala Kejari Aceh Utara, Dr Diah Ayu melalui Kasi Intelijen Kejari, Arif Kadarman SH kepada Serambi, Rabu (3/8/2022) mengungkapkan, kasus tersebut berawal pada 2021 di mana Sekretariat Baitul Mal Aceh Utara melaksanakan pekerjaan pembangunan 251 unit rumah.
Bantuan rumah itu tersebar di beberapa kecamatan yang ada di Aceh Utara.
Pekerjaan itu dilaksanakan secara swakelola dengan anggaran sebesar Rp 11.295.000.000.
Menurut Arif Kadarman, dana tersebut bersumber dari PAD khusus Kabupaten Aceh Utara yang diambil dari dana zakat.
Pembangunan rumah duafa itu mulai dikerjakan 31 Agustus 2021 dengan jangka waktu pengerjaan selama 120 hari.
"Hanya saja, sampai dengansaat ini sebagian besar pembangunan rumah tersebut belum rampung 100 persen," katanya. (mas/zak)
Baca juga: Kejari Aceh Utara Tetapkan Lima Tersangka Pembangunan Rumah Duafa di Baitul Mal
Baca juga: Bank Syariah Indonesia Region Aceh Rehab Rumah Duafa di Banda Aceh