Sejarah Perang Aceh
Koran ‘De Sumatra Post’ Sebut Tengku Tapa Sulit Ditaklukkan
Koran De Sumatra Post edisi 24 Agustus 1900, memberitakan betapa sulitnya pasukan Belanda menekuk perlawanan Tengku Tapa.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pejuang dalam Perang Aceh asal Kampung Bur ni Telong, Tengku Tapa memiliki jejaring komunikasi yang luas.
Kehebatan Tengku Tapa diliput oleh koran De Sumatra Post edisi 24 Agustus 1900, memberitakan betapa sulitnya pasukan Belanda yang dibekali persenjataan dan taktik perang modern menekuk perlawanan Tengku Tapa.
Guru besar sejarah UIN Syarif Hidayatullah Prof Dien Madjid dan sejarawan Johan Wahyudi yang telah melakukan penelitian sepintas tentang arsip laporan Belanda, menjelaskan, karena luasnya jaringan komunikasi Tengku Tapa, ia mampu menghadirkan bala bantuan dengan segera, manakala pasukannya sedang berada dalam posisi terkunci oleh kawan.
Melalui kawat komuniasi yang terjalin, Teungku Tapa berhasil meminta bantuan dari kerabat pejuang Aceh lainnya yakni; Teuku Barun, Petua IV dari daerah Teuku Cik Gedong, Teuku Ayun, Hulubalang dari Matang Ubi, Teungku Muda Tiron, ulama dari daerah Blang Mangat yang dikenal sebagai jenderal perang Aceh yang mempunyai reputasi menakutkan. Kemudian Teungku di Bawah, seorang ulama dari daerah Bawah.
Diberitakan dalam suatu surat korespondensi Belanda, kata Prof Dien Madjid, bahwa Belanda bersiap menduduki wilayah Idi. Daerah ini diplot oleh Belanda sebagai wilayah yang harus dikuasai, karena termasuk dalam daerah jelajah Tengku Tapa.
Di sela-sela persiapan, Belanda mendapat informasi dari seseorang bahwa Tengku Tapa memiliki kesaktian yakni kebal senjata tajam dan tembakan senapan. Untuk mengatasi hal ini, pasukan Belanda diharuskan menyergapnya di malam-malam tertentu, waktu di mana kesaktian Teungku Tapa hilang untuk sementara.
"Setelah ditetapkan, pada malam tanggal 28 Juni 1889, diyakini pasukan Belanda, waktu itu adalah malam di mana kekuatan sakti Tengku Tapa hilang. Belanda mendapat kabar bahwa Tengku Tapa dan pengikutnya baru datang dari Simpang Olim. Rencananya, tokoh perang Aceh ini akan disergap di Jolok Kecil. Diketahui dari telik sandi, Teungku Tapa dan 30 orang pengikutnya sedang beristirahat di sebuah masjid. Tapi seragapan ini gagal," kata Prof Dien Madjid
Peristiwa lainnya, pada 1901, terjadi pertempuran di kawasan perbukitan Bukit Rumbia. Selain harus mengerahkan ratusan personil angkatan darat, Belanda juga mulai menggerakkan salvo-salvonya untuk menggempur benteng – benteng pertahanan pasukan Tengku Tapa.
Perang terjadi dengan sengit. Belanda mulai merasa mereka menemukan titik kemenangan, namun perlahan harapan itu sirna. Mereka sangat yakin telah memukul mundur pasukan Tengku Tapa, namun anehnya, perjuangan menghadapi Tengku Tapa masih akan terus berlanjut, karena diketahui mereka mundur bukan berarti kalah, melainkan menyusun siasat baru.
"Biasanya, arsip Belanda akan menutup-nutupi ketangguhan musuhnya dengan pelbagai macam sebutan negatif seperti pemberontak, perusuh, pencuri, penyamun dan lain sebagainya," sambung sejarawan Johan Wahyudi.
Namun dalam beberapa arsip yang telah ditelaah secara sepintas, kata Johan, diketahui bahwa Belanda amat heran dan mengakui bahwa selain dikenal sebagai panglima pasukan yang handal, Tengku Tapa juga merupakan sosok yang mempunyai ilmu kebal senjata.
Kedua sejarawan ini kemudian mengusulkan agar Tengku Tapa diajukan sebagai Pahlawan Nasional dari Gayo.(*)
Baca juga: Sejarawan UIN Syarif Hidayatullah: Tengku Tapa Asal Bur ni Telong, Layak Jadi Pahlawan Nasional
Baca juga: Prof Dien Madjid: Banyak Sejarah Gayo Belum Terungkap