Ferdy Sambo Tersangka Kasus Brigadir J, Netizen Singgung Penembakan KM 50 Terhadap 6 Laskar FPI

Saat itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai ada pelanggaran HAM dalam penembakan enam anggota Laskar FPI di KM 50 tol Cikampek.

Editor: Faisal Zamzami
Markaz Syari'ah FPI
Iringan-iringan pembawa enam jenazah laskar FPI di prosesi pemakaman di sekitar area Ponpes Agrokultural (Markaz Syari'ah FPI) 

SERAMBINEWS.COM - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi mengumumkan Irjen Ferdy Sambo atau FS sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J.

Mantan Kadiv Propam Polri itu saat ini masih diperiksa secara intensif dan ditahan di Rutan Mako Brimob.

Sementara ini, total tersangka kasus tewasnya Brigadir J sebanyak 4 orang.

Diantaranya yakni Irjen Ferdy Sambo, Bharada RE, Brigadir RR, dan KM.

Empat tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, termasuk Irjen Pol Ferdy Sambo dijerat pasal pembunuhan berencana.

Keempatnya dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

"Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun," ucap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers, Selasa, (9/8/2022).

Agus menyebutkan, keempat tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri memiliki peran masing-masing dalam pembunuhan.

Bharada Richard Eliezer atau Bharada E memiliki peran menembak Brigadir J. 

Sementara itu, Bripka RR dan KM turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.

Sedangkan Irjen Pol Ferdy Sambo adalah pihak yang memerintah Bharada E untuk menembak Brigadir J.

"Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh dan melakukan dan men-skenario seolah-olah terjadi tembak menembak (antara Bharada E dengan Brigadir J) di rumah dinas," tutur Agus.

Kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J rupanya mengingatkan sebagian netizen atau warganet terhadap kasus penembakan KM 50.

Tagar SquadPenjagalKM50 sudah dicuitkan lebih dari delapan ribu kali di media sosial Twitter.

 

Warganet menyoroti transparansi penyidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam menangani kasus Brigadir J dan kasus Penembakan KM 50 yang terjadi pada 7 Desember 2020.

Saat itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai ada pelanggaran HAM dalam penembakan enam anggota Laskar FPI di KM 50 tol Cikampek.

Seperti dilansir Kompas.com, Komnas HAM mengungkapkan sejumlah temuan di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 terkait bentrok antara polisi dan laskar FPI. 

“Di Km 50, terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan bahwa ini kasus narkoba dan terorisme,” kata Choirul Anam yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM pada Jumat, 8 Januari 2021. 

Komnas HAM juga menemukan bahwa polisi melakukan pemeriksaan telepon seluler milik masyarakat di sekitar lokasi atau tempat kejadian perkara (TKP).

Kemudian, Komnas HAM menemukan adanya pengambilan kamera CCTV di salah satu warung di Km 50 oleh anggota kepolisian. 

Setelah dikonfirmasi oleh Komnas HAM, pihak kepolisian mengakui telah mengambil kamera CCTV tersebut. Tak diperinci lebih lanjut kapan kamera tersebut diambil.

Dalam kasus ini, enam anggota laskar FPI tewas ditembak anggota Polda Metro Jaya setelah diduga menyerang polisi pada 7 Desember 2020 dini hari. 

Komnas HAM mengungkapkan bahwa dua anggota laskar FPI ditemukan meninggal setelah peristiwa saling tembak terjadi di Km 50. Sementara itu, di lokasi yang sama, empat anggota lainnya masih hidup dan dibawa oleh anggota kepolisian.

Berdasarkan keterangan polisi, keempatnya ditembak karena berupaya melawan sehingga mengancam keselamatan petugas. Informasi tersebut hanya didapat Komnas HAM dari polisi.

Komnas HAM menyimpulkan bahwa penembakan terhadap empat anggota laskar FPI tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM sehingga Komnas HAM meminta penyelesaian kasus dilakukan melalui jalur pidana. 

Selain itu, terdapat perbedaan keterangan antara polisi dan pihak FPI atas kejadian tersebut.

Berdasarkan hasil rekonstruksi, polisi menggambarkan bahwa anggota laskar FPI yang terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian. Hasil rekonstruksi disebutkan belum final. 

Sementara itu, pihak FPI telah membantah anggotanya menyerang dan menembak polisi terlebih dahulu. Menurut FPI, anggota laskar tidak dilengkapi senjata api.

Atas kejadian itu, Polri menetapkan tiga polisi sebagai tersangka penembak laskar FPI.

Dilansir KOMPAS TV, pada Selasa, 6 April 2021, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Rusdi Hartono menyatakan, pihaknya menetapkan tiga anggota polisi sebagai tersangka penembakan terhadap laskar FPI setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Kamis, 1 April 2021.

Namun, satu tersangka dikabarkan meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal, sehingga penyidikan terhadap anggota polisi tersebut dihentikan. Sementara penyidikan terhadap dua tersangka lain dilanjutkan.

"Terkait peristiwa KM 50, di sana ditetapkan 3 anggota Polri sebagai terlapor dan pada hari Kamis kemarin, penyidik telah melaksanakan gelar perkara terhadap peristiwa Km 50 dan kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor 3 tersebut dinaikkan menjadi tersangka," kata Rusdi di Mabes Polri, Selasa 6 April 2021.

"Akan tetapi, ada satu terlapor inisial EPZ meninggal dunia. Berdasarkan 109 KUHP, karena yang bersangkutan meninggal dunia, maka penyidikannya langsung dihentikan."

Tribunnews melaporkan, sidang kasus Penembakan KM 50 memutuskan dua terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.

Tetapi keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran. Alasan tersebut dikarenakan perbuatan terdakwa dinilai sebagai tindakan pembelaan.

Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryatna menjelaskan, KUHP menyebutkan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satu di antaranya karena perbuatan yang dilakukan atas dasar pembelaan terpaksa. Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP.

Oleh karena itu, hakim memutuskan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Baca juga: Permalukan Lamonta FC Montasik, PORA Aceh Besar Tembus Babak Delapan Besar

Baca juga: VIDEO Ziarah ke Makam Pahlawan Nasional Asal Aceh Teuku Nyak Arif di Lamreung

Baca juga: Sarwendah Mengaku Alami Kejadian Mistis di Rumah, Hendak Tidur Tiba-tiba Terdengar Suara Mengejutkan

Kompastv: Ramai soal Kasus Brigadir J, Netizen Singgung Kasus Penembakan KM 50

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved