Berita Aceh Besar

17 Tahun Aceh Damai di Mata Mantan Gerilyawan GAM

17 tahun pasca Aceh damai dari kebisingan peluru aparat keamanan RI dengan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/IST
Jamaluddin, Eks Tentara GAM yang berhasil meraih gelar Magister. 

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - 17 tahun pasca Aceh damai dari kebisingan peluru aparat keamanan RI dengan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Ada mantan Kombatan GAM Wilayah Aceh Besar, Jamaluddin, menilai reintegrasi Aceh belum sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah, Jum'at (12/8/2022).

Jamaluddin dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com mengatakan, 15 Agustus nanti merupakan hari bersejarah bagi Aceh.

Dimana tanggal tersebut bertepatan dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan pimpinan GAM.

"Pada tanggal tersebut 17 tahun silam, pihak Pemerintah Indonesia dan GAM mengambil satu keputusan untuk mengakhiri perang dari kedua belah pihak," kata Jamal.

BACA Kisah Jamaluddin, Eks Tentara GAM yang Sukses 'Bergerilya' di Kampus, Kini Bergelar Magister

Ia mengatakan, dalam kesepakatan tersebut lahir beberapa poin untuk diselesaikan dengan seksama dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Mulai dari pemusnahan Alutsista milik gerilyawan dan menarik pasukan keamanan pemerintah indonesia non organik dari Aceh.

Kemudian lanjut dia, melakukan reintegrasi orang-orang yang terlibat dengan GAM, termasuk pemerintah harus mengeluarkan amnesti kepada mereka yang terlibat dengan Aceh Mardeka.

"Saya melihat reintegrasi tersebut tidak sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Dalam hal untuk benar-benar menjaga perdamaian yang berkepanjangan dan abadi dalam ingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujarnya.

Misal, kata Jamal, pemerintah hanya melakukan pemusnahan alutsista gerilyawan GAM, namun pemerintah tidak hadir dalam penyelesaian ideologi perlawanan terhadap negara.

Baca juga: Pejuang Pertanian Aceh Barat Panen Raya Dipersawahan Bubon

Termasuk lanjut Jamal, negara tidak menyediakan anggaran khusus maupun jenjang akademik bagi mantan kombatan GAM, tahanan politik, dan korban konflik.

Minimnya kesejahteraan juga lahan pertanian kepada eks kombatan maupun korban konflik dan tahanan politik.

Menurutnya, pemerintah pusat juga tidak perpedoman kepada UUPA sebagai tolak ukur tentang pelaksanaan pemerintah di Aceh.

Seperti melarang melakukan Importir ke kawasan pelabuhan bebas Sabang dan meniadakanp Pemilihan kepala daerah sebagaimana diatur dalam UUPA.

Baca juga: Refleksi 17 Tahun Damai Aceh, Mahasiswa Tuntut Realisasi Butir MoU Helsinki 

"Dan beberapa kekhususan yang tertuang dalam perjanjian damai tersebut belum juga tertuangkan dalam UUPA dengan sempurna," jelasnya.

Ia juga menilai pemerintah tidak menjalankan manajemen 3K (Komitmen, Kompetensi dan Koordinasi) dalam melaksanakan kesepakatan damai tersebut.

Penandatanganan perjanjian damai antara Pemerintah RI dan GAM (Mou Helsinki), 15 Agustus 2015.
Penandatanganan perjanjian damai antara Pemerintah RI dan GAM (Mou Helsinki), 15 Agustus 2015. (DOK SERAMBINEWS.COM)

"Undang-undang untuk harga diri bangsa dari hasil kesepakatan damai tersebut harus melibatkan praktisi sesuai dengan keahlian di bidangnya," ucapnya.

"Pj Gubernur Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) harus memberi kejelasan hukum yang Jelas dan terang benderang terhadap Bendera Daerah Aceh (Bintang Bulan) kepada Rakyat Aceh," pungkasnya.(*)

Baca juga: Kapan Air Asia Layani Jalur Banda Aceh - Kuala Lumpur? Ini Penjelasan Kadishub dan GM Angkasa Pura

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved