Inflasi
Inflasi Aceh Peringkat Lima Besar Nasional, Dipicu Kenaikan Harga
Selain itu, juga hadir Kakanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, Dr Safuadi, Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh, Amirullah, Kadistanbun Aceh, Cut Huzaimah dan Kadis
Penulis: Herianto | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Herianto I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Perwakilan BI Aceh, Achris Sarwani menyatakan, penyumbang angka inflasi Aceh untuk periode Januari-Juli sudah mencapai sebesar 6,97 persen.
Inflasi itu menduduki peringkat lima besar nasional itu yang disumbang oleh tiga kota.
“Penyumbang terbesarnya adalah Kota Banda Aceh mencapai 50 persen, Kota Lhokseumawe 30 persen dan Kota Meulaboh Aceh Barat 20 persen,” ujar Achris Sarwani, dalam acara Rakor Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Aceh, di Aula Kantor BI setempat, Selasa (23/8/2022).
Achris Sarwani menyatakan, dalam Rakor TPID kali ini, pihaknya mengundang ketiga TPID tersebut, Kota Banda Aceh, dihadiri langsung oleh Pj Walikotanya, Bakri Siddiq.
• Inflasi Bisa Tembus 8 Persen, Jika Harga Pertalite Naik
Sedangkan dua daerah lainnya diwakili para Asisten dan Kepala Dinas yang menangani inflasi daerah.
Selain itu, juga hadir Kakanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, Dr Safuadi, Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh, Amirullah, Kadistanbun Aceh, Cut Huzaimah dan Kadis Pangan Aceh, Cut Yusminar, Disperindag Aceh, DKP Aceh dan lainnya.
Dia sebutkan ada lima komponen yang memberikan andil angka inflasi Aceh periode Januari-Juli mencapai 6,97 persen, yaitu kenaikan cabai merah yang mencapai harga di Kota Banda Aceh Rp 90.000 – Rp 120.000/Kg, memberikan andil terhadap angka inflasi cukup besar mencapai sebesar 3,83 persen.
Selanjutnya bawang merah 0,98 persen, transportasi udara 0,82 persen, bahan bakar rumah tangga (LPG) 0,48 persen dan cabe hijau 0,34 persen.
• Pj Gubernur Ajak TPID Aceh Kompak Kendalikan Inflasi
Achris Sarwani mengungkapkan, angka inflasi Aceh bisa tinggi, karena angka inflasi pangan di Aceh sudah mencapai 15 persen lebih dan ini perlu diwaspadai TPID Kabupaten/Kota.
Kondisi itu terjadi, disebabkan kenaikan harga pangan di Aceh, di antaranya cabai merah, bawang merah, cabai hijau dan lainnya, sampai akhir bulan lalu belum bisa terkendali.
Wali Kota Banda Aceh, Bakri Siddiq mengatakan, kenapa angka inflasi bahan pangan Kota Banda Aceh bisa tinggi, pertama karena daerah ini bukan merupakan daerah produksi, melainkan konsumsi.
“Harga pangannya sangat dipengarugi oleh pasokan dari luar daerah dan daya beli konsumen. Kalau permintaannya tinggi, pasokannya kurang, otomatis berlaku hukum pasar, harga akan naik,”ujarnya.
Namun begitu, kata Bakri Siddiq, ke depan Pemko Banda Aceh perlu membentuk Badan Usaha Pangan Daerah, yang tugas dan fungsinya menjaga stok komoditi pangan, yang berpengaruh langsung terhadap, kenaikan angka inflasi pangan kota.
Kakanwil Ditjen Bea dan Cukai Aceh Dr Safuadi menyarankan, untuk pengendalian harga pangan yang berpengaruh langsung terhdap angka inflasi daerah, di masing-masing daerah perlu membentuk badan usaha pangan daerah dan gudang kawasan logistik berikat, yang tugas dan fungsinya menyediakan stok pangan pada saat harganya mulai bergerak tinggi, baik dengan cara mengimpor dari luar negeri maupun memasok antara daerah di dalam negeri.