Konsultasi Agama Islam

Hukum Membaca Basmalah dalam Penyembelihan - Konsultasi Agama Islam

Mohon jawaban serta referensinya hukum memakan daging sembelihan di pasar yang kita tidak tahu apakah sesuai syariat. Dan Apakah mesti baca basmalah

Editor: Syamsul Azman
SERAMBINEWS.COM/SYAMSUL AZMAN
Hukum membaca basmalah dalam penyembelihan 

Konsultasi Agama Islam kerjasama Serambi Indonesia dengan Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD)

Pertanyaan kelima belas

Assalamualaikum wr wb.

Teungku Alizar Usman yg dirahmati Allah. Mohon jawaban serta referensinya hukum memakan daging sembelihan di pasar yang kita tidak tahu apakah sesuai syariat. Dan Apakah mesti baca basmalah, menghadap kiblat dan laki-laki yg menyembelih? Terima kasih Tgk atas jawabannya. Semoga Allah senantiasa menjaga makanan halalan thaiyyiban mubarakan fihi.

Harun BM (Warga Kopelma Darussalam)

Pertanyaan akan ditampung oleh tim Ruang Konsultasi Agama Islam untuk di ke kirim ke pangasuh dan ditayangkan di website serambinews.com.
Pertanyaan akan ditampung oleh tim Ruang Konsultasi Agama Islam untuk di ke kirim ke pangasuh dan ditayangkan di website serambinews.com. (SERAMBINEWS.COM)

Jawaban :

Wa’alaikumussalam wr wb.

Terima kasih Sdr Harun BM warga Kopelma Darussalam Banda Aceh yang telah menjadikan ruang Konsultasi Agama Islam, kerja sama serambinews.com dengan ISAD (Ikatan Sarjana Alumni Dayah Aceh) ini sebagai tempat bertanya. Semoga kita semua dan para pembaca Konsultasi Agama Islam serambinews.com ini selalu mendapat ridha Allah Ta’ala.

Sebelum kami menjawab hukum memakan daging sembelihan di pasar yang kita tidak tahu apakah sesuai syariat, lebih dahulu kami jelaskan hukum membaca basmalah, menghadapkan sembelihan ke kiblat dan hukum penyembelihan yang dilakukan oleh bukan laki-laki, sebagai berikut :

1.  Terjadi khilaf ulama dalam hal kewajiban membaca basmalah pada ketika penyembelihan hewan. Menurut Mazhab Syafi’i, hukumnya hanya bersifat anjuran. Sedangkan menurut Mazhab Abu Hanifah, membaca basmalah merupakan syarat ketika sengaja dan tidak menjadi syarat pada saat dalam keadaan lupa. Pendapat yang kuat dari Malik sama dengan mazhab Abu Hanifah. Adapun yang masyhur dari Ahmad bin Hanbal, membaca basmalah menjadi syarat dalam penyembelihan baik pada ketika sengaja maupun lupa. Karena itu, apabila meninggalkannya, baik sengaja maupun lupa, maka sembelihannya itu dihukum bangkai. (Majmu’ Syarah al-Muhazzab : VIII/410-411)

 Perbedaan pendapat di atas karena berbeda dalam memahami makna firman Allah Ta’ala berbunyi :

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْه

Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.(Q.S. al-An’am : 121)

Ulama yang mewajibkan membaca basmalah berpegang kepada dhahir makna ayat ini. Adapun ulama yang tidak mewajibkan menempatkan ayat ini dalam konteks penyembelihan dengan qashad untuk berhala. Penafsiran yang kedua ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala berbunyi :

حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِ

Diharamkan atas kamu memakan bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih bukan atas nama Allah (Q.S. al-Maidah : 3)

Baca juga: Bagaimana Hukum Wakaf Uang? - Konsultasi Agama Islam

Berdasarkan ini, yang diharamkan adalah hewan sembelihan atas nama bukan selain Allah seperti atas nama berhala. Karena itu, hewan sembelihan atas nama Allah atau tidak menyebut nama apapun (tanpa membaca basmalah) masih dalam katagori halal. Dalil lain yang mendukungnya, syara’ menghalalkan sembelihan ahli kitab, sementara mereka tidak membaca basmalah ketika menyembelih. Allah berfirman :

وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم

Makanan orang-orang ahli kitab halal bagimu (Q.S. al-Maidah : 5)

2.  Hukum menghadap kiblat hewan sembelihan ketika menyembelih adalah tidak wajib, yakni hanya sunnah. Jalal al-Mahalli telah menyebutnya termasuk salah satu perbuatan sunnah dalam penyembelihan dengan kata beliau :

)وَيُوَجِّهُ لِلْقِبْلَةِ ذَبِيحَتَهُ) بِأَنْ يُوَجِّهَ مَذْبَحَهَا

Disunnahkan menghadap kiblat sembelihannya, yakni dengan cara menghadapkan sembelihannya ke kiblat (al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin IV/244)

3.  Tidak ada kewajiban penyembelih harus laki-laki. Dalam al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin dijelaskan :

وَيَحِلُّ ذَبْحُ صَبِيٍّ مُمَيِّزٍ وَكَذَا غَيْرُ مُمَيِّزٍ

Halal penyembelihan dari anak-anak yang sudah mumayyiz (sudah dapat membedakan najis dan  tidak najis dan lain-lain) dan demikian juga yang belum mumayyiz.

Kemudian Qalyubi menerangkan :

وَلَا يُكْرَهُ ذَلِكَ وَكَالصَّبِيِّ فِي ذَلِكَ الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى وَالْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ وَالْأَخْرَسُ وَالْأَقْلَفُ وَالْمُكْرَهُ

Tidak dimakruhkan itu (penyembelihan dari anak-anak). Sama hukumnya penyembelihan  anak-anak penyembelihan yang dilakukan oleh perempuan, khuntsa, yang berhaid, bernifas, orang bisu, yang belum dikhitan dan orang yang dipaksa.(Qalyubi ‘ala al-Mahalli IV/241)

Baca juga: Permasalahan Seputar Shalat Jamak dan Qasar - Konsultasi Agama Islam

4.  Adapun hukum memakan daging sembelihan di pasar yang tidak diketahui apakah sesuai syariat atau tidak, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.    Apabila ada tanda-tanda (qarinah hal) yang menghasilkan dhan (dugaan) bahwa sembelihan tersebut sesuai dengan syari’at seperti membeli daging di negeri muslim (misalnya di Aceh), maka hukumnya halal. Karena dhahir hal orang muslim melakukan penyembelihan sesuai dengan syariat. Ini sesuai dengan qaidah fiqh :

نحن نحكم بالظواهر

Kita menetapkan hukum sesuai dengan dhahirnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany menjelaskan,

ويستفاد منه أن كل ما يوجد في أسواق المسلمين محمول على الصحة ، وكذا ما ذبحه أعراب المسلمين

Disimpulkan dari hadis ini, bahwa daging yang beredar di pasar kaum muslimin dipahami sebagai daging yang sah (sembelihannya). Demikian pula hewan yang disembelih kaum muslimin baduwi pedalaman. (Fathulbarri IX/635)

b.    Adapun apabila tidak ada tanda-tanda (qarinah hal) sembelihan tersebut sesuai dengan syariat, maka hukumnya adalah haram seperti membeli daging di negeri kafir, sementara itu tidak ada tanda-tanda lain yang menghasilkan dugaan bahwa sembelihan tersebut disembelih sesuai syariat (salah satu tanda lain pada zaman sekarang adanya label halal). Penjelasan ini sesuai dengan qaidah fiqh :

اذَا حَصَلَ الشَّكُّ فِي الذَّكَاةِ الْمُبِيحَةِ لِلْحَيَوَانِ لَمْ يَحِلَّ لِأَنَّ الْأَصْلَ تَحْرِيمُهُ

Apabila muncul ragu-ragu dalam penyembelihan yang menghalalkan hewan, maka tidak halal, karena yang menjadi asalnya adalah haram. (Syarah Muslim XIII/78)

Wallahua’lam bisshawab

Baca juga: Hari ‘Asyura 10 Muharram antara Sunnah dan Bid’ah - Konsultasi Agama Islam

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved