Breaking News

Pengacara Brigadir Joshua Sebut Proses Rekonstruksi Tak Transparan

Pihaknya, kata Jhonson, ikut memantau rekonstruksi tersebut hanya melalui layar kaca atau tayangan pemberitaan di media.

YouTube Polri TV Radio
Di adegan ke-12 dan ke-13 rekonstruksi pembunuhan Brigadir J terlihat Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi tengah tiduran di kasur. Dalam adegan tersebut, terlihat Kuat Maruf duduk di dekat Putri Candrawathi. 

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Jhonson Panjaitan menyuarakan kekecewaannya tak dapat melihat langsung adegan rekonstruksi penembakan yang menewaskan kliennya, Yosua Hutabarat.

Hal itu didasari karena, kata Jhonson, pihaknya bersama tim kuasa hukum tidak diberikan izin oleh penyidik Polri untuk melihat langsung reka adegan tersebut.

Mendapati sikap tersebut dari penyidik, Jhonson menyinggung pernyataan Kapolri Jenderal pol Listyo Sigit Prabowo yang mengatakan Polri akan transparan dalam menggelar rekonstruksi ini.

"Karena itu kita harus memperjuangkan ini, kalau rekonstruksi enggak transparan kaya begini. Ini artinya apa. Kan omongan semua bla-bla ya. Omong kosong semua ini," kata Jhonson di rumah pribadi Ferdy Sambo Jalan Saguling III Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8).

Dengan adanya larangan untuk melihat langsung reka adegan tersebut, Jhonson mengatakan pihaknya langsung memilih untuk meninggalkan lokasi.

Pihaknya, kata Jhonson, akan ikut memantau rekonstruksi tersebut hanya melalui layar kaca atau tayangan pemberitaan di media.

"Langkah selanjutnya kami pulang, karena kami nggak mau jadi pelengkap penderita, seolah-olah kami nanti jadi bagian dari skenario-skenario ini yang omong kosong," terangnya.

Sebelumnya memang, Pengacara keluarga Brigadir Yosua Hutabarat Kamaruddin Simanjuntak, merasa kecewa karena tidak bisa melihat langsung rekonstruksi pembunuhan Brigadir J.

Padahal, kata dia, dirinya dan tim telah datang ke lokasi sejak pukul 08.00 WIB.bNamun karena rekonstruksi belum dimulai, maka dia dan tim sempat meninggalkan lokasi.

Ia pun terpantau kembali datang ke lokasi pukul 10.04 WIB.

Baca juga: Pakar Hukum Pidana: 2 Peristiwa Penting Tak Ada Reka Adegannya di Rekonstruksi Kasus Brigadir J

Baca juga: PNS Kota Siantar Bakar Motor Teman Istri, Cemburu Bininya Keluar Kota Bareng Teman Lelaki

Baca juga: PBB Keluarkan Peringatkan Keras, Enam Juta Warga Afghanistan Terancam Kelaparan

"Ternyata kami sudah menunggu di sini sedemikian rupa, yang boleh ikut rekonstruksi hanya penyidik, tersangka, pengacara tersangka, LPSK, Komnas HAM, Brimob, dan sebagainya. Sementara kami dari pelapor tidak boleh lihat," kata Kamaruddin.

"Jadi ini bagi kami suatu pelanggaran hukum yang sangat berat. Tidak ada makna equality before the law. Jadi entah apa yang mereka lakukan di dalam kami juga tidak tahu. Jadi daripada kami hanya duduk-duduk saja tidak ada gunanya, mending kami pulang," sambungnya.

Dia mengatakan tidak mendapat kejelasan dari pihak kepolisian mengapa ia dan tim tisak boleh menyaksikan langsung.

Kamaruddin mengatakan, pihak kepolisian hanya mengatakan ia dan tim tidak boleh menyaksikan langsung. Menurutnya, seharusnya ia dan tim boleh melihat adegan diperagakan.

"Tetapi tadi Dirtipidum pakai acara 'pokoknya'. Pokoknya tidak boleh lihat. Lalu dia gunakan itu tadi Kombes Pol mengusir kita. Daripada kita diusir-usir tidak berguna mendingan kita cari kegiatan lain yang berguna," kata dia.

Ia mengakui tidak mendapat surat undangan untuk menghadiri rekonstruksi tersebut. Namun demikian, ia dan tim datang karena mendengar pidato Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang menegaskan proses akan dilakukan transparan.

"Bapak Kapolri mengatakan transparan dan diundang semua pihak. Termasuk penasehat hukum tersangka, demikian juga penasehat hukum atau pengacara korban. Tapi faktanya kami sampai dengan detik ini tidak dapat surat undangan atau surat panggilan. Tapi karena kami mendengar pidato Kapolri, maka kami datang," terangnya.

Atas hal tersebut, Kamaruddin mengaku akan mengadukannya kepada pemerintah dan DPR RI.

"Kita akan melapor ke Presiden dan juga ke Komisi III sebagai salurannya," kata dia.

Tak Ada Kewajiban

Pihak Kepolisian membenarkan tidak mengizinkan pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J untuk melihat proses rekontruksi kasus pembunuhan tersebut.

Baca juga: Kecelakaan Maut Terjadi Iran, Minibus Tabrak Truk, 16 Orang Tewas

"Iya betul (pengacara Brigadir J tidak diperbolehkan melihat proses rekontruksi)," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi.

Andi menyebut dalam proses rekontruksi ini hanya penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), tersangka dan kuasa hukum tersangka wajib mengikuti. Sedangkan, tidak ada kewajiban untuk menghadirkan korban ataupun pengacaranya untuk mengikuti proses rekontruksi ini.

"Rekonstruksi/reka ulang ini untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, dihadiri oleh para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya," jelasnya.

Selain itu, Andi menyebut pihak eksternal Polri juga menghadiri proses rekontruksi tersebut.

"Proses reka ulang diawasi oleh Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK. Jadi tidak ada ketentuan proses reka ulang/rekonstruksi wajib menghadirkan korban yang sdh meninggal atau kuasa hukumnya," jelasnya.

Minta Pengacara Brigadir J Tak Berlebihan

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa meminta pengacara keluarga Brigadir Yoshua alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak tak berlebihan soal rekonstruksi kasus pembunuhan berencana terhadap kliennya.

Hal itu dikatakan Desmond merespons pengakuan Kamaruddin yang diusir dari tempat kejadian perkara (TKP) saat proses rekonstruksi kasus tersebut.

Desmond meminta Kamaruddin tak memaksa untuk mengikuti proses rekonstruksi bila tak diperbaiki.

"Pengacara jangan berlebihan juga. Rekonstruksi ada yang disembunyikan atau tidak. Pengacara tahu apa sih. Kalau diperbolehkan silakan, kalau tidak diperbolehkan bagi saya juga tidak terlalu signifikan," kata Desmond.

Desmond lalu menyarankan Kamaruddin bisa saja mempermasalahkan proses rekonstruksi bila menemukan hal-hal yang tidak wajar.

"Lihat saja proses peradilannya malah menurut saya kalau ada hal-hal yang tidak wajar pada proses peradilan nanti pengacara bisa mempermasalahkan rekonstruksi itu," jelasnya. (tribun network/yuda).

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved