Berita Banda Aceh

LSM Anak tak Sepakat dengan Hukuman Kebiri

LSM yang bergerak bidang perlindungan anak dan perempuan tidak sepakat dengan wacana pemberlakuan hukuman kebiri

Editor: bakri
Shutterstock
Ilustrasi kebiri, kebiri kimia (Shutterstock) 

BANDA ACEH - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak bidang perlindungan anak dan perempuan tidak sepakat dengan wacana pemberlakuan hukuman kebiri bagi predator anak dan perempuan di Aceh yang sudah berulang.

Penolakan itu disampaikan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Aceh, Rudy Bastian kepada Serambi, Sabtu (3/9/2022) menyikapi pernyataan Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Iskandar Usman Al-Farlaky.

Sebelumnya, Komisi I DPRA menyatakan berkomitmen akan memperkuat hukuman bagi predator anak dan perempuan melalui revisi Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang saat ini sedang dilakukan.

“Tidak tertutup kemungkinan hukuman kebiri kita terapkan untuk predator yang sudah berulang kali melakukan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan,” kata Iskandar kepada Serambi, Jumat (2/9/2022).

Rudy mengatakan, pihaknya lebih sepakat apabila hukuman yang diberikan kepada predator anak dan perempuan berupa kurungan badan atau penjara secara maksimal untuk memberikan rasa keadilan bagi korban.

“Kalau kami dari LBH Anak, lebih cocok dalam revisi Qanun Jinayat cukup perberat saja hukuman (kurungan badan) bagi para predator anak tersebut.

Kalau perlu berikan hukuman seumur hidup,” ucap Rudy.

Baca juga: Hukuman Kebiri Masuk Draf Revisi Qanun Jinayat

Baca juga: DPRA Perkuat Qanun Jinayat, Ketua Komisi I: Tidak Tertutup Kemungkinan Hukuman Kebiri Kita Terapkan

Menurut Rudy, ada tiga hal yang diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi korban.

Pertama, jangan sampai pelaku cuma dicambuk dan setelah itu pelaku kembali ke kampung halaman dan berjumpa lagi dengan korban.

“Kedua, hukuman yang terlalu lunak sehingga pelaku tidak sungkan mengulangi perbuatannya.

Ketiga, pelakupun kalau sudah dikebiri, tetap berpotensi melakukan pelecehan terhadap anak lagi dengan cara berbeda pas dia keluar penjara,” ungkap Rudy.

Selain itu, belum ada kajian medis yang menjamin apabila sesudah dikebiri, naluri seksual ataupun potensi melecehkan hilang dari benak si pelaku.

Disisi lain, para dokter sudah disumpah tidak boleh menyiksa manusia dalam keadaan apapun.

“Makanya kebiri tidak efektif untuk pelaku.

Menurut kami LBH Anak Aceh, ide DPRA tentang kebiri hanya cari sensasi, bukan fokus pada orientasi eksekusi efektifnya sebuah putusan hukumnya nanti.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved