Video
Konser Musik Tidak Perlu Dilakukan di Aceh, Ini Saran Seni dari Ketua MPU Aceh Tengku H Faisal Ali
Tengku Haji Faisal Ali atau akrab disapa Abu Sibreh yakni Ketua MPU Aceh, hadir mengisi program 30 Menit Bersama Tokoh, dipandu Bukhari M Ali
Penulis: Syamsul Azman | Editor: Syamsul Azman
Laporan Syamsul Azman | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM - Tengku Haji Faisal Ali atau akrab disapa Abu Sibreh yakni Ketua MPU Aceh, hadir mengisi program 30 Menit Bersama Tokoh, dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali dengan tema "Konser Musik Dilarang, Apa Dasar Hukumnya?," Senin (5/9/2022).
Program 30 Menit Bersama Tokoh disiarkan langsung di YouTube Serambi on TV, Fanpage serta TikTok Serambinews.com.
Dalam wawancara ini, Abu Sibreh menerangkan bahwa Aceh telah melaksanakan Syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) pada dimensi kehidupan masyarakat Aceh, sehingga segala aktivitas yang tidak searah dengan ajaran Islam, mesti ditinggalkan.
MPU Aceh telah mengeluarkan fatwa Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Seni Budaya dan Hiburan Lainnya Dalam Pandangan Syariat Islam, karena belakangan terjadi pergesekan dan timbul anggapan-anggapan dari masyarakat bahwa pegelaran konser bisa diadakan karena adanya izin pemerintah, sudah menjadi tugas MPU Aceh untuk mengingatkan kembali mengenai fatwa yang telah disepakati.
"Belakangan telah terjadi pergesekan dan timbul ungkapan-ungkapan masyarakat tidak percaya pada pemerintah karena menganggap konser itu berlangsung setelah adanya izin dari pemerintah," ungkap Abu Sibreh.
Baca juga: Viral Konser Musik di Aceh Pisahkan Penonton Cewek Cowok, Video Pemuda Ini Tuai Pujian Warganet
Hiburan Harus Diatur
Hiburan tidak dipermasalahkan, namun harus diatur, sehingga masyarakat bisa menampilkan kekreatifitas seni daerah, secara seni daerah tidak dipermasalahkan karena baik alat, bahasa yang dipergunakan tidak jauh dari nilai Islam.
"Hiburan tidak dilarang, namun harus diatur, seperti membuat hiburan dengan seni daerah, umumnya pertunjukan seni daerah tidak jauh dari ajaran-ajaran Islam," terangnya.
"Meski demikian, harus juga tetap dilihat, bagaimana fasilitas seni itu dibuat, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran Islam, jangan seperti bersuci dari najis menggunakan najis, maka hentikan dan jangan lakukan konser-konser musik, berdayakan seni yang ada di Aceh" tambah Ketua MPU Aceh.
Baca juga: MPU Aceh Minta Pusat tak Pangkas Kewenangan Aceh, Salah Satunya Terkait Penerbitan Sertifikasi Halal
Tidak Semua Pertunjukan Dilarang
Tidak semua pertunjukan dilarang, ulama berbeda pendapat berkaitan dengan musik. Sebagian ulama melarang keras segala kegiatan yang berkaitan dengan musik, sebagian pula tidak mempermasalahkan.
Ketua MPU Aceh menerangkan jika pertunjukkan seni mengantarkan orang kepada Allah SWT, maka tidak dipermasalah.
"Memang tidak seluruhnya pertunjukkan seni itu dilarang, kalau pertunjukan seni itu mengantarkan orang lebih dekat kepada Allah, maka itu dibenarkan," ucap Lem Faisal.
"Tapi kalau penampilannya, musiknya membuat orang tidak sadarkan diri, lupa pada Allah, itu yang dilarang," tambahnya.
Fatwa MPU Aceh Nomor 12 Tahun 2013
1. Syair dan nyanyian tidak menyimpang dari aqidah ahlusunnah wal jamaah;
2. Syair dan nyanyian tidak bertentangan dengan hukum Islam;
3. Syair dan nyanyian tidak disertai dengan alat-alat musik yang diharamkan seperti bass, piano, biola, seruling, gitar dan sejenisnya;
4. Syair dan nyanyian tidak mengandung fitnah, dusta, caci maki dan yang dapat membangkitkan nafsu syahwat;
5. Penyair dan penyanyi harus memenuhi kriteria busana muslim dan muslimah;
6. Penyair dan penyanyi tidak melakukan gerakan gerakan yang berlebihan atau dapat menimbulkan nafsu birahi;
7. Penyair dan penyanyi tidak bergabung/bercampur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram;
8. Penyair dan penyanyi tidak menyalahi kodratnya sesuai dengan jenis kelamin;
9. Penyair dan penyanyi tidak ditonton langsung oleh lawan jenis yang bukan mahram;
10. Kegiatan bernyanyi dan bersyair dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak mengganggu ibadat dan ketertiban umum;
11. Penonton hiburan tidak bercampur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram;
12. Seni rupa dan seni pahat tidak membentuk wujud tubuh manusia dan hewan yang utuh serta sempurna;
13. Seni ukir tubuh dan wajah tidak melukai, tidak mengganggu kesehatan, tidak memakai kalimah kalimah suci (Al-Qur'an dan Hadits) dan tidak menghambat sampainya air untuk bersuci;
14. Seni bela diri tidak melukai, mencederai serta harus menjaga ketentuan-ketentuan syariat Islam;
15. Umat Islam diharamkan memajang barang-barang berbentuk patung manusia dan hewan di dalam rumah, toko dan lain-lain, kecuali untuk alat bermain bagi anak-anak.(*)