Berita Aceh Besar
Diwacanakan Hukum Rajam Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak
Sepanjang Januari-Juli 2022, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh mencatat, ada 419 bentuk kekerasan yang terjadi pada Anak
BANDA ACEH - Sepanjang Januari-Juli 2022, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh mencatat, ada 419 bentuk kekerasan yang terjadi pada Anak.
Dari jumlah itu, 85 kasus merupakan pelecehan seksual dan 82 kasus pemerkosaan terhadap anak.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Aceh, Rudy Bastian mengatakan, tingginya angka kekerasan terhadap anak terjadi karena faktor ekonomi dan pergaulan.
“Selama ini yang melatarbelakangi bahwa ada keterilbatan anak atau anak sebagai korban itu karena faktor ekonomi,” ujarnya dalam program “Bincang Politik”, yang tayang secara langsung di Youtube Serambi On TV dan Facebook Serambinews.com, Selasa (6/9/2022).
Program yang mengangkat tema “Aceh Darurat Kekerasan Seksual, Hukuman Apa yang Setimpal untuk Predator”, menghadirkan narasumber Rudy Bastian (Ketua LBH Anak Aceh) dan Tgk Mustafa Husen Woyla (Ketua DPP ISAD Aceh) yang dipandu oleh Jurnalis Serambi Indonesia, Masrizal.
Rudy mengatakan, aturan yang terdapat dalam Qanun Jinayat yang saat ini berlaku sudah cukup baik dan komprehensif, tetapi hukuman tersebut belum mampu membuat pelaku jera.
“Padahal dalam qanun tersebut bukan hanya tentang cambuk yang diatur tapi ada hukuman penjara.
Menurut kajian kami bahwa hukuman penjara dalam Qanun Jinayat lebih besar daripada UU Perlindungan Anak,” ujarnya.
Baca juga: Abdul Fatah Ketua PKBI Aceh, DPRA Minta LSM Ini Jadi Solusi Atas Kekerasan Seksual terhadap Anak
Baca juga: Cegah Kekerasan Seksual, Kapolres Bener Meriah Minta Masyarakat Awasi Anaknya dari Pergaulan Bebas
Ia mengatakan bahwa beberapa pasal dalam Qanun Jinayat harus dilakukan penyesuaian terhadap hukuman bagi pelaku kekerasan dengan memberikan hukuman maksimal.
Sebab, saat ini Qanun Jinayat masih mengatur poin alternatif, yakni uqubat cambuk atau penjara.
“Akhirnya ini menjadi asumsi Majelis Hakim untuk menerapkan hukuman cambuk (daripada hukuman penjara),” paparnya.
Sementara itu, Tgk Mustafa mengatakan bahwa hukum rajam bisa menjadi pilihan terakhir bagi pelaku kekerasan.
“Bagi pelaku pelecehan dapat dicambuk 100 kali atau penjara yang paling berat,” katanya.
Terkait wacana revisi Qanun Jinayat oleh DPR Aceh, ia berharap agar memasukkan hukum rajam dan menghilangkan poin alternatif tersebut.
Menurutnya, hal ini harus segera dilakukan karena Aceh sudah darurat.