Kajian Islam
Hukum Kasih Lebih Saat Bayar Utang, Bisa dapat Pahala Tapi Juga Bisa Jadi Riba, Ini Kata Abu Mudi
Dalam membayar utang, bolehkah seseorang melebihkan pembayaran dengan maksud sebagai tanda terima kasih kepada orang yang meminjamkan?
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
Tetapi yang dibayar anak unta yang berumur 3 tahun.
Kemudian Abu Bakar pergi untuk menjumpai Rasulullah dan bertanya.
"Apakah dosa? Saya berhutang anak unta umur 2 tahun tetapi yang saya bayar anak unta umur 3 tahun?”
Nabi menjawab “ Tidak, sebaik-baiknya kamu adalah yang melebihkan saat dia membayar hutang”.
Mendapati hal tersebut, dalam agama sebenarnya dianjurkan memberikan bayaran lebih saat berhutang.
Dan pihak yang pemberi hutang sah menerima bayaran lebih dengan anggapan hadiah dari si pemberi hutang.
"Dalam agama disuruh, disuruh bayar lebih," katanya
Baca juga: Abu Mudi Ajak Masyarakat Aceh Bertaubat Kepada Allah, Disampaikan Pada Pengajian Tastafi di MRB
"Orang yang memberikan hutang tidak membuat perjanjian dengan penghutang tapi kita ga bayar lebih makanya mereka membuat perjanjian. Itulah yang dilarang oleh Allah. Jadi hukum membayar lebih hutang sunat, tetapi jika dalam akad dinamakan riba," pungkasnya.
Berikut ceramah lengkap Abu Mudi dalam versi bahasa Aceh:
Koperasi simpan pinjam ini hanya satu nama hukumnya tetap tiap-tiap pehutang yang ada manfaat kepada urueng pehutang, riba.
Na perle solusi?
Karna bak tungku dumpu na yang sat nyo peutang baye lebeh, riba. Solusi bek terjadi riba dan adnaya peutang baye lebeh.
Pertama, jangan dalam akad, na mephom bek lam akad? Ta jak bak sidro urung lake meutang peng 1 juta, ken urung po peng “jet lon bi ke dro neh tapi oh baye 1 juta 200” nyan perjanjian diluar akad.
Yang akad teh?
Gecok peng si juta (1 juta) gejok ke getanyo ge lafadz, “nyo pat peng lon si juta (1 juta) lon peutang ke dro neh”