Berita Nasional

Dua Putra Aceh Ditunjuk Jadi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Dua putra Aceh ditunjuk jadi tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, yakni Ifdhal Kasim dan Mustafa Abubakar.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
KOLASE SERAMBINEWS.COM
Dua putra Aceh ditunjuk jadi tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, yakni Ifdhal Kasim (kiri) dan Mustafa Abubakar (kanan). 

SERAMBINEWS.COM - Dua putra Aceh ditunjuk jadi tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu.

Hal ini tertuang dalam salinan Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang tertanggal 26 Agustus 2022 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Mereka yakni Ifdhal Kasim, putra Aceh asal Tapaktuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM pada 2007-2012 silam.

 

 

Kemudian putra Aceh lainnya yakni Mustafa Abubakar asal Pidie, pernah dilantik menjadi Penjabat Gubernur Aceh pada 2005-2006 silam dan Menteri BUMN periode 2009-2011.

"Iya betul, surat itu juga sudah kita terima," kata Mustafa Abubakar saat dihubungi Serambinews.com, Rabu (21/9/2022).

Baca juga: China Bersama Rusia Siap Promosikan Demokrasi Sejati, Bantah Lakukan Pelanggaran HAM

Dalam surat tersebut dijelaskan, tim pelaksana dimaksud mempunyai beberapa tugas di antaranya sebagai berikut.

Pertama, melakukan pengungkapan dan analisis pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai dengan tahun 2020.

Kedua, mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban atau keluarganya.

Ketiga, Mengusulkan rekomendasi untuk mencegah agar pelanggaran HAM yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Baca juga: Kasus Prajurit TNI Tewaskan Seorang Anak di Sinak Papua, Komnas HAM Temukan Dugaan Pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Aceh

Setidaknya ada tiga pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh mulai dari penyiksaan hingga menewaskan puluhan masyarakat sipil yang tak berdaya.

1. Tragedi Rumoh Geudong

Pelanggaran HAM berat ini terjadi di Aceh saat konflik 1989-1998 dan terindikasi berupa kekerasan seksual, penyiksaan, pembunuhan, hingga penghilangan secara paksa sebagaimana hasil investigasi Komnas HAM.

Peristiwa di mana pemerintah melalui panglima ABRI melancarkan operasi jaring merah dan Korem 011/Lilawangsa menjadi pusat komando lapangan.

2. Peristiwa Simpang KKA

Peristiwa Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) itu terjadi di Aceh Utara pada 1999 di mana warga sipil ditembaki tentara militer saat demo terkait penganiayaan terhadap warga.

Sebanyak 23 orang meninggal dunia dan 30 orang luka-luka akibat peristiwa itu sebagaimana catatan KontraS.

3. Peristiwa Jambo Keupok

Masih berdasarkan catatan KontraS, 16 orang penduduk sipil meninggal dan lima orang lainnya mengalami kekerasan aparat.

Peristiwa itu terjadi di Desa Jambo Keupok, Aceh Selatan tahun 2003 diduga menjadi salah satu poros GAM.

Sehingga TNI Para Komando (PARAKO) bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen (SGI) melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil, seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan dan perampasan harta benda.

Baca juga: Merenda Asa Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu

Susunan Keanggotaan Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat

Makarim Wibisono (Ketua)

Ifdhal Kasim (Wakil Ketua)

Suparman Marzuki (Sekretaris)

Apolo Safanpo (Anggota)

Mustafa Abubakar (Anggota)

Harkristuti Harkrisnowo (Anggota)

As'ad Said Ali (Anggota)

Kiki Syahnakri (Anggota)

Zainal Arifin Mochtar (Anggota)

Akhmad Muzakki (Anggota)

Komaruddin Hidayat (Anggota)

Rahayu (Anggota)

Demikian dua putra Aceh ditunjuk jadi tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved