FULL Pidato Menlu Retno Marsudi di PBB, Singgung Dunia Salah Kaprah dan Tawarkan Paradigma Baru
Bahkan Retno Marsudi yang berbicara dihadapan para pemimpin dunia lainnya menegaskan bahwa, sekarang bukan waktunya untuk berbicara omong kosong lagi.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Kebiasaan dialog dan kerja sama akan memupuk kepercayaan strategis.
Ini adalah aturan main yang harus kita pertahankan jika kita benar-benar menginginkan perdamaian.
Adalah tanggung jawab kita untuk menerapkannya secara konsisten, tidak selektif, atau hanya jika kita mau.
Presiden saya menyampaikan pesan perdamaian ini dalam kunjungannya ke Kyiv dan Moskow Juni lalu.
Paradigma baru ini juga harus kita terapkan untuk membuat terobosan di Palestina dan Afghanistan.
Sudah terlalu lama, orang-orang di Palestina telah menderita dan merindukan perdamaian.
Sampai Palestina benar-benar bisa menjadi negara merdeka, Indonesia akan berdiri kokoh dalam solidaritas dengan saudara-saudara kita Palestina.
Masyarakat di Afghanistan juga berhak mendapatkan kehidupan yang damai dan sejahtera.
Dimana hak semua orang, termasuk perempuan, sama-sama dihormati.
Dimana akses pendidikan untuk perempuan dan anak perempuan diberikan.
Tanpa paradigma baru ini, perdamaian akan tetap menjadi mimpi yang sulit dipahami.
Kedua, untuk menghidupkan kembali tanggung jawab kita untuk pemulihan global.
Kami prihatin bahwa solidaritas global memudar, sedangkan ketidakadilan dan keegoisan merajalela, yang lemah berdiri kecil dan yang kuat mengambil semuanya.
Kita melihat gejalanya setiap hari.
Diskriminasi perdagangan merajalela. Monopoli dalam rantai pasokan global terus berlanjut. Tata kelola ekonomi global digunakan untuk membenarkan aturan yang kuat.
Pandemi mengajarkan kita pelajaran berharga bahwa tidak ada yang aman sampai semua orang aman.
Pelajaran ini membentuk prioritas Presidensi G20 Indonesia.
Seluruh dunia menggantungkan harapannya pada G20 untuk menjadi katalisator pemulihan ekonomi global, terutama bagi negara-negara berkembang.
G20 tidak boleh gagal. Kita tidak bisa membiarkan pemulihan global jatuh pada belas kasihan geopolitik.
Kita harus bertindak segera untuk mengatasi krisis pangan dan energi serta mencegah terjadinya krisis pupuk.
Jika tidak, miliaran orang lagi akan berisiko, terutama di negara berkembang.
Kami juga membutuhkan paradigma baru saat kami bergerak melampaui pemulihan.
Paradigma baru akan menanamkan tanggung jawab kolektif untuk mencapai Agenda 2030 dan memerangi perubahan iklim.
Tanpa paradigma baru ini, tidak akan ada pemulihan yang kuat untuk semua dan banyak dari kita akan tertinggal.
Ketiga, meningkatkan kemitraan regional.
Bapak Presiden,
Di banyak tempat, arsitektur regional pasca-Perang dibangun sebagai alat untuk penahanan dan keterasingan.
Fenomena ini berlanjut hari ini dengan pengelompokan mini-lateral.
Banyak yang menjadi bagian dari perang proksi antara negara-negara besar.
Ini bukanlah arsitektur regional yang seharusnya.
Ini harus berfungsi sebagai blok bangunan untuk perdamaian dan stabilitas daripada merusak mereka.
ASEAN dibangun tepat untuk tujuan ini.
Kami menolak menjadi pion dalam Perang Dingin yang baru.
Sebaliknya, kami secara aktif mempromosikan paradigma kolaborasi dengan semua negara.
Paradigma ini juga akan menjadi pedoman kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun depan.
Adalah komitmen Indonesia untuk memperkuat sentralitas ASEAN dalam membentuk tatanan regional di Indo-Pasifik; menempa persatuan sebagai lokomotif perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan; dan untuk memastikan ASEAN penting bagi rakyat kita, bagi kawasan, dan bagi dunia.
ASEAN juga akan terus serius menangani situasi di Myanmar.
Indonesia sangat prihatin dengan kurangnya komitmen militer untuk melaksanakan Konsensus Lima Poin.
ASEAN harus bergerak maju dan tidak tersandera oleh situasi di Myanmar.
Dukungan masyarakat internasional, khususnya negara tetangga Myanmar, sangat penting untuk menghidupkan kembali demokrasi di Myanmar.
Di Pasifik, Indonesia akan terus memperkuat kerja sama dengan negara-negara Pasifik.
Kami akan bekerja sama untuk mengatasi tantangan bersama kami termasuk pada perubahan iklim.
Sebagai negara Pasifik, kami ingin melihat Pasifik sebagai bagian integral dari Indo-Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera.
Bapak Presiden,
Paradigma baru kolaborasi harus menjadi semangat PBB.
Keterlibatan yang inklusif dan bermakna harus mengalahkan pendekatan take it or leave it.
Padahal, suara semua negara: besar dan kecil, maju dan berkembang harus sama pentingnya.
Ini adalah dasar dari multilateralisme.
Itulah mengapa kita membutuhkan PBB yang kuat dan direformasi.
Itulah sebabnya kita membutuhkan multilateralisme baru yang sesuai dengan tujuan dan sesuai dengan zamannya.
Itulah mengapa kita membutuhkan multilateralisme yang memberikan.
Saya ulangi, kita membutuhkan multilateralisme yang memberikan.
Saya percaya dengan bekerja sama dan mengadopsi paradigma baru kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua.
Ini bukan lagi waktunya untuk berbicara omong kosong.
Sekarang saatnya untuk menjalankan pembicaraan.
Saya sangat berterima kasih.
(Serambinews.com/Agus Ramadhan)
BACA BERITA SERAMBI DI GOOGLE NEWS
Baca juga: Pidato Mahmoud Abbas di Majelis Umum: Pendudukan Israel di Palestina Dilindungi Standar Ganda PBB
Baca juga: Sidang Majelis Umum PBB di New York, Ketika PM Israel Blak-blakan Ingin Jadi Sahabat Indonesia
Baca juga: Amnesty International Desak PBB Selidiki Tindakan Keras Pasukan Keamanan Iran ke Demonstran