Breaking News

Pengakuan Baru Putri Candrawathi: Tak Tahu Rencana Pembunuhan Brigadir J, Ada di Kamar saat Eksekusi

Putri Candrawathi mengaku tak tahu soal rencana pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Editor: Faisal Zamzami
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Putri Candrawathi memakai baju tahanan sambil menangis dan mengaku ikhlas ditahan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 

SERAMBINEWS.COM - Putri Candrawathi mengaku tak tahu soal rencana pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Putri Candrawathi disebut berada di kamar saat proses eksekusi.

Hal ini disampaikan oleh sang pengacara Putri Candrawathi, Sarmauli Simangunsong.

Sidang perdana kasus pembunuhan berencana Brigadir J akan digelar pada Senin (17/10/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hingga saat ini, tim kuasa hukum yakin jika istri Ferdy Sambo ini menjadi korban kekerasan seksual.

Pengacara Putri Candrawathi, Sarmauli Simangunsong menyebut kliennya memberikan keterangan secara konsisten sejak awal terkait dugaan kekerasan seksual tersebut.

“Dari pertama BAP sampai BAP yang terakhir, keterangan klien kami (Putri Candrawathi) konsisten bahwa ada kejadian di Magelang.”

“Mulai dari tanggal 4  ada beberapa rangkaian peristiwa, tanggal 4 sampai dengan tanggal 7 juli,” katanya, dikutip Tribunnews dari tayangan YouTube Kompas TV, Selasa (11/10/2022).

Baca juga: Jadi Tersangka, Penampilan Kuat Maruf dan Putri Candrawathi Makin Kinclong dan Gemuk

Sarmauli mengatakan, Putri Candrawathi juga mengaku tak tahu soal rencana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Putri Candrawathi juga disebut tak mengetahui saat suaminya Ferdy Sambo memanggil Bharada E dan Bripka RR.

Sementara itu, saat penembakan terjadi, Putri Candrawathi juga mengaku tak melihat.

Ia hanya mendengar ada sayup-sayup suara orang.

“Putri Candrawathi ada di dalam kamar. Tidak mendengar jelas. Hanya sayup sayup ada suara orang,” katanya.

Dari fakta-fakta yang didapat, tim kuasa hukum yakin Putri Candrawathi tak terlibat dalam kejadian di Duren Tiga dan bisa bebas dari Pasal 340 KUHP.

Untuk diketahui,  mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan sejumlah tersangka lain kasus pembunuhan berencana Brigadir J akan segera menjalani sidang perdana.

Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bripka Ricky Rizal akan menjalani sidang pada Senin (17/10/2022).

Sementara terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E digelar keesokan harinya atau pada Selasa (18/10/2022).

Sementara untuk tersangka obstruction of justice akan digelar pada Rabu (19/10/2022).

Ada 30 Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditugaskan untuk mengawal kasus pembunuhan berencana dan obstruction of justice kasus Brigadir J.

Mengutip Kompas.com, 30 jaksa tersebut akan mengawal lima berkas perkara pembunuhan Brigadir J dan 7 berkas perkara obstruction of justice penyidikan kasus Brigadir J.

Setiap perkara nantinya akan dikawal sekitar 6 hingga 8 penuntut umum.

"Masing berkas perkara 6-8 PU," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana, Selasa (11/10/2022).

Baca juga: Ferdy Sambo: Istri Saya Tidak Bersalah, Putri Candrawathi Justru Jadi Korban

Klaim Putri Candrawathi Tak Cukup Buktikan Kekerasan Seksual, Potensi Sambo Dihukum Berat Terbuka

Keterangan Putri Candrawathi saja disebut tidak cukup untuk membuktikan adanya kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho.

 
Menurut Hibnu, harus ada bukti lainnya untuk memperkuat keterangan Putri Candrawathi yang mengeklaim telah menjadi korban kekerasan seksual.

"Keterangan itu tidak bisa (jadi bukti). Keterangan korban bernilai," kata Hibnu dikutip dari Kompas.com di Jakarta pada Senin (10/10/2022).

"Tapi harus didukung dengan alat bukti yang lain. Suatu bukti bernilai apabila terkait dengan bukti yang lainnya."

Hibnu menilai jika Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bisa membuktikan dugaan kekerasan seksual, ada kemungkinan hukuman para tersangka pembunuhan berencana itu bisa lebih ringan.

Tapi sebaliknya, jika tak ada bukti kuat terkait motif yang dituduhkan, besar peluang Ferdy Sambo dan tersangka lainnya dijatuhi hukuman maksimal berupa hukuman mati.

 
"Tergantung nanti di pembuktian motifnya seperti apa. Hakim akan menilai nanti apakah motif itu mempunyai nilai atau tidak," ujar Hibnu.

"Kalau itu memang ada nilai buktinya ya bisa pengurangan, misalnya pidana seumur hidup atau 20 tahun."

Dengan situasi demikian, menurut Hibnu, peluang Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan kawan-kawan dijatuhi hukuman maksimal masih sangat terbuka lebar.

"Masih sangat mungkin (Ferdy Sambo dijatuhi hukuman maksimal). Ini kan belum pembuktian," ucap Hibnu.

Lebih lanjut, Hibnu memperkirakan proses pengadilan terhadap Ferdy Sambo akan berlangsung selama kurang lebih selama 3 bulan.

 
Jika dalam jangka waktu tersebut bisa diselesaikan, pada Desember mendatang kasus Ferdy Sambo dan tersangka lainnya seharusnya sudah rampung.

"Mudah-mudahan tiga bulan selesai, karena kalau sampai upaya paksa lebih dari itu maka terdakwa harus dilepaskan," kata Hibnu.

 

Sebelumnya, Ferdy Sambo masih bersikeras bahwa motifnya melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J karena ajudannya itu disebut telah melakukan kekerasan seksual terhadap istrinya.

Adapun berkas perkara kasus kematian Brigadir J telah dilimpahkan Kejaksaan Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Artinya, peradilan kasus ini akan segera dimulai.

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi hanya dua dari lima tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Tiga tersangka lainnya yakni Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

 
Kelima tersangka itu kemudian disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Tak hanya pembunuhan, kematian Brigadir J juga berbuntut pada kasus obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi penyidikan yang menjerat tujuh personel Polri.

Lagi-lagi, Ferdy Sambo menjadi salah satu tersangka dalam perkara ini. Sedangkan enam tersangka lainnya yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

 
Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara.

Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.

Baca juga: Uni Emirat Arab Beri Jaminan Hidup Pengangguran Sampai Mendapat Peluang Kerja Baru

Baca juga: Presiden UEA Temui Vladimir Putin di Moskow, Bahas Perdamaian dan Stabilitas Dunia

Baca juga: Imbas Mie Sedaap Ditarik dari 3 Negara, BPOM Lakukan Uji Sampling Mie Sedaap

 

Tribunnews.com: Putri Candrawathi Mengaku Tak Tahu Rencana Pembunuhan Brigadir J, Ada di Kamar saat Proses Eksekusi

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved