Mihrab
Santri Jangan Gagap Revolusi 4.0
Perlu kiranya melakukan refleksi dan perenungan sejenak tentang keberadaan santri dan yang akan dihadapinya dalam tantangan global
PADA peringatan Hari Santri Nasional 2022, perlu kiranya melakukan refleksi dan perenungan sejenak tentang keberadaan santri dan yang akan dihadapinya dalam tantangan global.
Menurut Koordinator Satuan Pendidikan Pesantren Muadalah Wilayah Sumatera, Tgk Mujlisal SAg, peringatan Hari Santri bukan sekadar seremoni, akan tetapi menjadi salah satu cara untuk membangun kembali kesadaran sejarah tentang heroisme dalam melawan kolonialisme.
Heroisme yang turut menjadi sumbu peletup itu kemudian dicatat oleh sejarah lewat fatwa monumental yang dikenal dengan Resolusi Jihad.
Resolusi ini kemudian membakar api semangat perjuangan setiap anak bangsa dalam membangun gerakan perlawanan, memerdekakan dan membentuk tenun kebangsaan kita hingga hari ini.
“Resolusi jihad merupakan respon kalangan santri dalam menjawab dan merespon semangat zaman.
Ini menjadi dalil bahwa tugas santri tidak hanya terbatas pada ritual-ritual agama, akan tetapi santri juga berkewajiban menghadirkan dirinya dalam setiap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, dan tantangan demi tantangan yang dihadirkan oleh zaman,” katanya.
Salah satu tantangan realitas yang dihadapi santri saat ini adalah laju revolusi 4.0.
Tiap-tiap santri tidak boleh gagap dalam menghadapi laju revolusi 4.0 ini, bahkan santri harus dapat meneguhkan dirinya dan menawarkan gagasan-gagasan penting dalam derap revolusi ini.
Disebutkan Tgk Mujlisal, para ahli menyebut fenomena ini dengan revolusi industri 4.0 atau revolusi yang ke-empat dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia modern.
Mereka yang paling cepat merasakan dampak dari revolusi 4.0 ini adalah anak-anak muda dan dunia kerja.
Baca juga: Santri Diminta Tak Gentar Hadapi Tantangan Revolusi 4.0, Lahirkan Ide Kreatif dan Jiwa Kepemimpinan
Baca juga: Santri Menanti Kabar Baik dari Pj Gubernur Aceh
“Sebab, revolusi 4.0 yang kita yakini akan mengubah peta jalan peradaban manusia ini mendasarkan dirinya pada teknologi elektron dan teknologi informasi seperti ditemukannya Internet of Things, Big Data, percetakan 3D, Artifical Intelligence, mobil listrik, kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot dan mesin pintar,” kata dia.
Atas fakta tersebut, santri-santri Aceh ketika menghadapi laju digitalisasi tidak boleh hanya menjadi konsumen dalam dunia digital.
Seperti tidak sekadar menjadi konten creator, youtuber atau selebgram.
“Akan tetapi santri Aceh harus menjadi pemimpin atau penemu yang mampu memproduksi ide-idenya secara digital ke seluruh dunia,” harapnya.
Ide-ide ini baru dapat diimplementasikan jika santri-santri Aceh dapat menentukan sikapnya secara proporsional terhadap turats.