Internasional
Mahmoud Abbas Pimpin Dewan Kehakiman Tertinggi, Kelompok HAM dan Oposisi Marah
Presiden Palestina Mahmoud Abbas membentuk Dewan Kehakiman Tertinggi yang dipimpin oleh dirinya sendiri.
SERAMBINEWS.COM, RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas membentuk Dewan Kehakiman Tertinggi yang dipimpin oleh dirinya sendiri.
Keputusannya itu telah menimbulkan kemarahan di antara lembaga-lembaga hak asasi manusia (HAM) Palestina dan partai-partai politik oposisi.
Pakar HAM Palestina, kepada Arab News, Minggu (30/10/2022) mengatakan Abbas memanfaatkan ketidakhadiran Dewan Legislatif Palestina untuk mengeluarkan undang-undang.
Dimana, terdiri dari kelompok-kelompok berpengaruh, baik di dalam Otoritas Palestina maupun bisnis.
Menurut keputusan presiden yang dikeluarkan pada 28 Oktober 2022, dewan terdiri dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Kasasi dan Ketua Mahkamah Tata Usaha Negara,
Kemudian, Ketua Majelis Peradilan Syariah, Menteri Kehakiman, Penasehat Hukum Kepala Negara dan Jaksa Agung.
Baca juga: Israel Akan Izinkan Dua Helikopter Sipil ke Palestina, Perkuat Posisi Presiden Mahmoud Abbas
“Pembentukan Dewan Kehakiman Tertinggi yang dipimpin oleh Presiden Abbas menjadi masalah serius,” Ammar Dweik, Direktur Eksekutif Komisi Independen HAM Palestoina.
Presiden Abbas tidak boleh terlibat dalam masalah ini, terutama karena ini terkait dengan peradilan, yang harus independen, tambahnya.
Dweik menambahkan masalah mendasar, keputusan-keputusan yang berdampak pada aturan hukum itu dikeluarkan secara berturut-turut tanpa berkonsultasi dengan otoritas terkait.
Bahkan, tanpa berkonsultasi dengan opini publik, dan tanpa kantor presiden mengklarifikasi perlunya mengeluarkannya.
Setelah krisis baru-baru ini Asosiasi Pengacara dengan Abbas, Dweik mengatakan Jibril Rajoub, Sekretaris Jenderal Komite Sentral Fatah, ikut memecahkan masalah dengan presiden.
Dweik mengatakan para pengacara telah dijanjikan keputusan akan dikeluarkan hanya pada kebutuhan yang paling penting dan otoritas kehakiman akan dikonsultasikan sebelum diterbitkan.
Baca juga: Pidato Mahmoud Abbas di Majelis Umum: Pendudukan Israel di Palestina Dilindungi Standar Ganda PBB
Namun dia mengatakan dekrit baru yang dikeluarkan berturut-turut melanggar hukum Palestina, yang menetapkan perlunya independensi peradilan.
Keputusan presiden telah membuat marah warga Palestina di media sosial, banyak di antaranya telah menanggapi dengan kritik.
Ali Al-Sartawi, mantan Menteri Kehakiman Palestina dan saat ini menjadi profesor hukum di Universitas Nasional An-Najah di Nablus, mengatakan negara itu berada dalam keadaan kekacauan legislatif.
Dia mengatakan undang-undang baru dikeluarkan hampir setiap minggu.
Mantan menteri itu menunjukkan penerbitan undang-undang melalui dekrit dimulai pada pertengahan 2007 setelah perpecahan antara Fatah dan Hamas yang menguasai Jalur Gaza.
Awalnya diterbitkan dalam periode terpisah dan untuk hal-hal yang tidak sensitif. Namun frekuensi penerbitannya meningkat.
Baca juga: Mahmoud Abbas Tidak Akan Sampaikan Permintaan Maaf Atas Serangan ke Atlet Israel di Munich 1972
“Semua negara dijalankan berdasarkan kebijakan pemisahan tiga kekuasaan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif," ujarnya.
"Tetapi Presiden Abbas berusaha, melalui kebijakan ini, untuk menjaga tiga kekuatan di bawah komando dan kendalinya, ”kata Al-Sartawi.
“Apa gunanya hukum jika hanya melayani kepentingan satu pihak dan menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain?” tanyanya,(*)