Berita Bireuen
Lahir Sejak 1950-an, Rangkang Sastra Bireuen Gelar Workshop Sandiwara Geulanggang Labu
Dikatakan, Geulanggang Labu merupakan salah satu seni pertunjukan khas Aceh yang berasal dari Kabupaten Bireuen, tepatnya di Peusangan Selatan dan...
Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Nurul Hayati
Dikatakan, Geulanggang Labu merupakan salah satu seni pertunjukan khas Aceh yang berasal dari Kabupaten Bireuen, tepatnya di Peusangan Selatan dan sudah ada sejak tahun 1950-an.
Laporan Yusmandin Idris I Bireuen
SERAMBINEWS.COM, BIREUEN - Rangkang Sastra Bireuen, salah satu kelompok kesenian, mengadakan kegiatan workshop dan pertunjukan Eksistensi sandiwara Geulanggang Labu di aula Hotel Fajar Bireuen, Kamis (03/11/2022).
Sandiwara Geulanggang Labu, Peusangan Selatan, Bireuen merupakan tempat lahirnya grup sandiwara yang terkenal tahun 1950-an lalu.
Kegiatan yang difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh melalui UPTD Taman Seni dan Budaya Aceh, dilaksanakan selama 4 hari (03-06/11/2022).
Kegiatan diikuti 50 peserta terdiri atas Komunitas Theatre berasal dari Banda Aceh, Pidie, Aceh Besar, Aceh Utara, Lhokseumawe dan Bireuen.
Kemudian, Kampus ISBI Banda Aceh, Unsyiah Banda Aceh, Unimal Lhokseumawe, Uniki Bireuen, DKA Bireuen dan sejumlah siswa jenjang SD, SMP di Bireuen.
Prosesi kegiatan dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bireuen, Muhammad Al Muttaqin SPd MPd.
Ketua DKA Bireuen diwakili wakil Ketua DKA Bidang Humas, Sadriah SKM MKM dalam sambutannya mengatakan, Aceh terkenal dengan corak budaya dan aneka kesenian, mulai dari seni lisan, seni tulis, sampai seni pertunjukan (teater).
Baca juga: Gegara Kutipan Sastra "Buku Cinta dan Pesta", Mahasiswa Dua Fakultas di USK Tawuran, 3 Orang Terluka
Dikatakan, Geulanggang Labu merupakan salah satu seni pertunjukan khas Aceh yang berasal dari Kabupaten Bireuen, tepatnya di Peusangan Selatan dan sudah ada sejak tahun 1950-an.
Geulanggang Labu yang popular dengan nama sandiwara Sinar Jeumpa adalah seni pertunjukan yang dimainkan secara berkelompok, bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Aceh, dan pemainnya diperkirakan berjumlah lebih dari sepuluh orang.
Bahkan dari beberapa referensi, timnya berjumlah 40 orang dan pemainnya pun sesuai dengan lakon dan kemampuan individunya.
"Ada yang bermain lawak, ada yang bermain musik, berperan antagonis dan protagonis," ujarnya.
Bahkan naskah sandiwara sendiri dibuat oleh sutradara dan ada juga yang diadopsi dari cerita rakyat dengan menambahkan bumbu-bumbu lain.
"Insya Allah DKA Bireuen akan mendukung secara penuh tentang pelaksanaan kegiatan ini dan juga kegiatan lainnya yang menjadi ranah Dewan Kesenian Aceh (DKA) Bireuen," kata Sadriah.