Guru Besar Farmakologi Sarankan Orang Tua Beri Puyer Pengganti Obat Sirup kepada Anak

Ditambah lagi ada lima perusahaan farmasi melanggar ketentuan cara membuat obat sirup. Sertifikasi CPOB pun dicabut BPOM.

IST
Obat Sirup 

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sementara melarang konsumsi obat sediaan sirup, buntut kejadian Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) atau AKI yang terjadi pada ratusan anak di Indonesia.

Ditambah lagi ada lima perusahaan farmasi melanggar ketentuan cara membuat obat sirup. Sertifikasi CPOB pun dicabut BPOM.

Merespons hal itu Wakil ketua PP Ikatan Apoteker Indonesia sekaligus Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjajaran, Prof Dr apt Keri Lestari MSi memberikan alternatif obat aman yang bisa dikonsumsi. "Pilihannya sekarang cari aman ke puyer," kata dia dalam konferensi pers, Rabu (9/11/2022).

Jika anak tidak suka atau tidak biasa konsumsi puyer, karena rasanya pahit dan sering dimuntahkan. Ia menyarankan, agar orangtua membuat sirup dadakan dengan pemanis tambahan seperti madu.

"Disendok, dikasih air dikasih madu. Sehingga anak merasa minum madu," kata dia.

Ia pun meminta orangtua agar dapat mempertimbangkan memilih dokter anak yang bijak menimbang risk and benefit dalam pemberian obat. Ditambahkan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, kasus GGAPA menjadi momentum agar orangtua yang anaknya sakit tidak langsung memberikan obat.

Baca juga: Sebelum Ditemukan Meninggal di Krueng Langsa, Lelaki Usia 70 Tahun Itu Sudah 5 Hari Menghilang

Baca juga: Arab Saudi Siap Lokalisasi Pabrik Desalinasi Air Laut Untuk Penuhi Permintaan Global

Baca juga: Gempa 6,6 Skala Richter Guncang Nepal, Enam Orang Tewas dan Puluhan Rumah Ambruk

Menurutnya, obat menjadi pilihan terakhir setelah melakukan metode perawatan lain. Ia menyarankan, jika bayi demam masih berusia satu bulan itu menandakan ada sakit serius dan perlu dicari penyebabnya, tapi jika di atas tiga bulan, badan hangat bisa pakai metode lain.

"Kalau terpaksa demam tinggi bisa diberikan obat tablet yang dipecah. 10 kg berat badannya, itu seperempt tablet, digerus kasih pemanis kalau demam tinggi bisa dikasih obat dari dokter," ujar dokter Piprim.

"Prinsipnya obat itu jalan terakhir. Yang penting istirahat. Demam itu situasi kondusif. Nggak perlu buru-buru. Kasih kompres hangat atau rendam air hangat. Tapi lihat kondisi umum anak juga," kata dia.

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama meminta agar pemerintah memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan pada semua anak yang mengkonsumsi obat yang mengandung cemaran melebihi ambang batas.

"Ini demi kesehatan anak-anak bangsa kita. Karena 69 obat ini sudah diumumkan ke publik maka dapat juga diimbau para orang tua yang anaknya mengkonsumsi obat-obat ini agar membawa anaknya untuk diperiksa di fasilitas kesehatan, tentu dengan fasilitasi kemudahan pelayanannya," kata dia.

Baca juga: Bulan Ini, Belum Ada Anak Kasus Gagal Ginjal Akut Dirujuk ke RSUZA, Disampaikan Isra kepada DPR RI

Baca juga: IDI Abdya Berikan Penyuluhan Stunting dan Napza Kepada Siswa SMA

Baca juga: Wulan Guritno Pacaran dengan Pria Muda Terpaut 15 Tahun, Ibunda Sabda Ahessa Restui

Diketahui ada 69 obat sirup yang tidak aman karena mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Karena itu ia menyebut, belum diketahui pasti bagaimana dampak negatif pada anak-anak yang telah mengkonsumsi obat-obatan tersebut.

"Kita perlu tahu persis apakah ada dampak negatif pada kesehatan mereka, utamanya di luar yang 324 yang sudah tercatat itu. Ini obatnya ada 69 macam, dan tentunya sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan entah berapa ratus atau mungkin ribu anak yang sudah meminumnya, katakanlah sepanjang tahun 2022 ini saja," ungkap dia.

Memang bukan hal yang mudah mencari siapa saja dan berapa banyak anak-anak yang sudah meminum obat ini tapi tidak sakit, tetapi setidaknya data peredaran 69 obat sirup itu dapat jadi acuan untuk kemudian dilakukan upaya maksimal untuk mengidentifikasi anak-anak.

"Kita tentu ingin menjaga kesehatan anak-anak yang ternyata sudah terlanjur meminum 69 obat dengan cemaran yang punya potensi berbahaya itu, walaupun sekarang mereka tidak tercatat sebagai gagal ginjal, tapi perlu diketahui apakah ada dampak lain pada mereka, baik jangka pendek atau barangkali saja jangka panjang, kalau ada," kata guru besar FKUI ini. (Tribun Network/rin/wly)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved