Breaking News

Video

Kolonel Jun H Mastra Sang Penjaga Makam Raja-Raja Aceh - Part 1

Kolonel CHB Jun Hisatur Mastra (Jun H Mastra), merupakan Kepala Perhubungan Kodam (Kahubdam) Iskandar Muda.

Penulis: Syamsul Azman | Editor: Syamsul Azman

Jun juga bukan seorang yang suka mengoleksi benda-benda bersejarah, karena khawatir tidak sanggup merawatnya.

"Awalnya saya prihatin dengan makam kuno ini, nisan-nisan kuno yang kita temukan di Aceh bernilai benda cagar budaya, benda ini terkena tsunami dan pindah dari posisinya semula, muncul keinginan saya untuk mengembalikan makam-makam yang berserakan ini kembali pada tempat semula," terangnya.

Kahubdam IM ini juga mengatakan, tidak semua orang berani membersihkan makam kuno, meskipun makam tersebut di depan mata mereka berantakan.

"Tidak semua orang berani membersihkan makam kuno di Aceh, seperti adanya cerita-cerita mistik dan berbagai persoalan lain," terangnya.

"Lokasi makam kuno di Aceh kebanyakan lahan milik pribadi, sehingga apabila hendak membersihkan makam kuno, sering bermasalah pada perizinan, itulah permasalahan yang sering dihadapi, terkadang mau membersihkan makam kuno, namun pemilik tanah tidak berada di Aceh, itu permasalahannya," tambahnya.

Kitab Sanggamara

Selain aktif melakukan gotong royong membersihkan makam kuno, Jun juga menaruh perhatian menerjemahkan kitab Sanggamara, menurutnya ungkapan Sanggamara sering didengar, sering diucapkan oleh prajurit TNI khususnya bertugas di Aceh, sehingga menimbulkan tanda tanya dalam dirinya untuk menelusuri makna dibalik ungkapan Sanggamara.

Setelah melakukan penelusuran, akhirnya Jun menemukan kitab asli Sanggamara di Pustaka Wilayah (Puswil) Aceh, kitab tersebut ia salin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, karena sebelumnya berbahasa Aceh masa lampau, bahasa Arab.

“Kitab Sanggamara sudah berjalan dan hampir selesai proses diterjemahkan, kitab ini merupakan hikayat, menceritakan kehidupan masyarakat Aceh pada zaman kesultanan silam, hikayat ini diterbitkan tahun 1928, ketika masa konflik dengan Belanda di Aceh. Masa itu, masyarakat Aceh terpengaruh dengan budaya Eropa dan perlahan-lahan kehilangan jati diri sebagai bangsa Aceh,” katanya menerangkan.

“Karena adanya pengaruh budaya dari luar, Teuku Masoer Leupung membuat hikayat, bertujuan untuk mengembalikan adat dan budaya Aceh,” tambahnya.

Proses menerjemahkan Kitab Sanggamara telah berjalan selama tiga bulan, tujuannya untuk dokumentasi internal, karena menurutnya ungkapan Sanggamara sangat melekat dengan prajurit TNI yang bertugas di Aceh, sehingga ia merasa terpanggil untuk memahami dan mencari tahu arti Sanggamara.

Ketagihan Meuseuraya

Kolonel Jun H Mastra, mengakui telah menaruh hati dan ketagihan melaksanakan kerja amal berupa membersihkan makam kuno, merawat dan menata kembali ke tempat semula.

Meskipun kegiatan meuseuraya (gotong royong) dilakukan rutin setiap hari Jumat pagi, tidak ada kebosanan pada dirinya, ia selalu merasa terpanggil untuk membebaskan makam kuno dari semak belukar serta tertutup dengan tumbuhan liar.

“Saya tidak merasa adanya kejenuhan ketika melaksanakan bersih makam kuno, karena ini kepentingan ibadah, sebagaimana diketahui kebersihan merupakan sebagian dari iman, membersihkan makam kuno ini juga tergolong menjaga kebersihan, sehingga beginilah mencari pahala yang mudah, dengan cara bersih-bersih,” Jun menerangkan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved