Internasional
Rwanda Tuduh Masyarakat Internasional Abaikan Kongo, Pemberontakan Semakin Brutal
Menteri Luar Negeri Rwanda menuduh masyarakat internasional ikut memperburuk krisis kemanusiaan di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC).
SERAMBINEWS.COM, KIGALI - Menteri Luar Negeri Rwanda menuduh masyarakat internasional ikut memperburuk krisis kemanusiaan di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC).
Washington telah menekan Rwanda agar mengakhiri dugaan dukungannya bagi pemberontak di wilayah yang bergolak itu.
Dalam seruan kepada Presiden Rwanda Paul Kagame pada Minggu (4/12/2022), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dukungan asing untuk kelompok bersenjata di Kongo harus diakhiri.
Termasuk bantuan Rwanda untuk kelompok pemberontak M23.
Rwanda telah berulang kali membantah laporan AS mendukung kelompok pemberontak M23.
Tuduhan itu awalnya dibuat oleh para ahli independen PBB yang menemukan Kigali membantu dan bersekongkol dengan kelompok tersebut.
Baca juga: Pertempuran Sengit di Kongo, 72.000 Orang Mengungsi
Kelompok Tutsi Kongo yang sebagian besar melanjutkan pertempuran pada akhir 2021 setelah tidak aktif selama bertahun-tahun, memicu krisis di DRC timur.
Vincent Biruta mengatakan Kongo dan Blinken melakukan diskusi yang baik, tetapi perbedaan pemahaman tentang masalah ini tetap ada.
“Pendekatan yang salah dan sesat dari masyarakat internasional terus memperburuk masalah ini,” kata Biruta dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AFP, Selasa (6/12/2022).
“Campur tangan dan perintah eksternal merusak upaya diplomatik regional untuk menyelesaikan masalah," tambahnya.
Rwanda telah berulang kali menyalahkan krisis DRC dengan pemerintahnya di Kinshasa.
Menuduh komunitas internasional menutup mata terhadap dukungannya terhadap FDLR, kelompok pemberontak berbasis di Kongo yang diadu melawan pasukan Rwanda.
Baca juga: Mengerikan, 21 Petugas WHO Terlibat Aksi Pelecehan Seksual Saat Tangani Wabah Ebola di Kongo
Biruta mengatakan masalah keamanan Rwanda perlu ditangani.
Dia menegaskan, jika orang lain mungkin tidak merasa berkewajiban, maka Rwanda akan terus melakukannya.
“M23 tidak boleh disamakan dengan Rwanda, karena bukan masalah Rwanda yang harus dipecahkan,” tambahnya.