Mihrab

Santri dan Generasi Pemimpin Masa Depan, ISAD Aceh Ungkap 4 Kriteria Pemimpin

Jika siswa lebih dominan dalam menuntut ilmu dalam ruang lingkup dunia, maka berbanding terbalik dengan santri menuntut ilmu dalam lingkup akhirat.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
FOR SERAMBINEWS.COM
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Ustadzah Cut Meuthia Sari 

Santri dan Generasi Pemimpin Masa Depan, Pengurus ISAD Aceh Ungkap 4 Kriteria Pemimpin

SERAMBINEWS.COM - Peristiwa Resolusi Jihad memberikan pelajaran yang cukup berharga.

Adanya peran santri dalam peristiwa tersebut, menjadikan Indonesia bisa berdaulat dan merdeka sepenuhnya, bahkan diakui secara Internasional.

Kendati demikian, santri dan siswa merupakan satu kesatuan yang terikat dalam dunia pendidikan.

Jika ditinjau kembali, antara santri dan siswa tidak memiliki perbedaan.

Keduanya berorientasi pada menuntut ilmu, namun dalam ruang lingkup yang berbeda.

Baca juga: Sering Dilakukan Umat Islam, Ustaz Somad Larang Keras Menggunakan Pakaian Hitam Saat Melayat,Kenapa?

“Jika siswa lebih dominan dalam menuntut ilmu dalam ruang lingkup dunia, maka berbanding terbalik dengan santri yang menuntut ilmu dalam ruang lingkup akhirat,” ujar Pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Ustadzah Cut Meuthia Sari.

Perbedaan ruang lingkup tersebut, kata dia, tidaklah menjadi sebuah persoalan, karena menuntut ilmu merupakan suatu hal yang wajib dilakukan demi masa depan.

Untuk melahirkan pemimpin masa depan yang ideal membutuhkan proses yang panjang.

Terkait pemimpin ideal, sama halnya mengenali figur Rasulullah SAW yang merupakan sosok pemimpin agama sekaligus pemimpin negara.

Selain itu, figur Rasulullah SAW bukan hanya sebagai pemimpin saja, akan tetapi suri tauladan bagi setiap orang sebagai pemimpin maupun seorang hamba Allah yang Taat.

“Figur Rasulullah SAW memberikan gambaran tentang sosok pemimpin yang layak memimpin umat menuju kemaslahatan dan keselamatan dunia maupun akhirat,” jelasnya.

Hal itu sebagaimana Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 21, yang artinya:

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”

Baca juga: Mudah dapat Pahala, Lakukan 4 Amalan Sunnah Ini di Hari Jumat dan Keutamannya untuk Umat Islam

Alumni Dayah Putri Muslimat Samalanga Aceh ini mengungkapkan, kepemimpinan merupakan amanah yang akan dimintai pertangunggjawaban oleh Allah SWT.

Sehingga untuk menjadi pemimpin diharuskan untuk memiliki karakteristik yang sesuai dengan syariat.

Dalam Islam, secara umum karakter pemimpin terangkum dalam empat sifat, yaitu Shiddiq yang artinya jujur sehingga dapat di percaya.

Tabligh (penyampaian) atau kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi.

Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya.

Dan Fathanah (cerdas), sifat ini sangat dibutuhkan dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan mengimplementasikannya.

“Terlepas dari karakteristik itu semua, dasar kepemimpinan yang paling utama dalam Islam ialah memiliki iman dan amal shaleh. Selayaknya di dunia pesantren atau dayah, para santri dibina serta ditempa dengan pendidikan agama yang intensif,” ungkap Ustadzah Cut.

Baca juga: Manfaat Baca Surah Al Kahfi di Hari Jumat, Kalau Diamalkan Bisa dapat 3 Keistimewaan Ini

Bukan hanya dibina untuk dipahami sendiri, lanjutnya, akan tetapi santri dituntut untuk bisa menyalurkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di dunia pesantren atau kedayahan membentuk santri menjadi individu yang berkepribadian Islam dengan memiliki pemahaman keagamaan yang luas.

Sejatinya, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, para santri harus terlebih dahulu menempuh perjalanan yang panjang.

Untuk melewati segala proses tersebut di dalam dunia pesantren tidaklah mudah untuk santri.

Berbagai tantangan yang harus mereka hadapi baik eksternal maupun internal.

“Para santri harus mampu melewati tantangan-tantangan yang membuat mereka menahan kerinduan, mengorbankan hari-harinya bersama keluarga, kegundahan, kesedihan, kebahagiaan, keluh serta kesah yang dijalani demi mendapatkan jati diri yang di ridhoi oleh Allah SWT,” pungkas lulusan Magister Fiqh Modern di UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini. (ar)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved