Mihrab

Khutbah Jumat - Ustaz Rahmadon: Teknologi Harus Jadi Alat Perlindungan, Bukan Ancaman bagi Anak

Ia menguraikan, perkembangan teknologi informasi dan kecerdasan buatan memperkenalkan dimensi baru dalam perlindungan anak. 

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Nurul Hayati
FOR SERAMBINEWS.COM
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ustaz H Rahmadon Tosari Fauzi MEd PhD 

Khutbah Jumat - Ustaz Rahmadon: Teknologi Harus Jadi Alat Perlindungan, Bukan Ancaman bagi Anak

SERAMBINEWS.COM, ACEH BESAR - Kekerasan terhadap anak dan perkembangan teknologi informasi sejatinya tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi. 

Tanpa kontrol dan kesadaran bermoral yang kuat, teknologi bisa memperburuk rentannya perlindungan anak. 

Sebaliknya, teknologi yang dikelola sesuai nilai Islam dan kesadaran kritis menjadi sarana yang memperkokoh akal, jiwa dan moral generasi muda, serta menjamin perlindungan anak secara efektif.

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ustaz H Rahmadon Tosari Fauzi, MEd PhD, menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Baitul Maghfirah Dusun Beurami, Gampong Paya Tieng, Kecamatan Peukan Bada, (7/11/2025), bertepatan dengan 16 Jumadil Awal 1447 Hijriah. 

Karena itu, ia menganggap penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat berperan aktif membimbing dan membangun generasi yang mampu menguasai teknologi sekaligus menjaga kemanusiaannya. 

Dengan demikian, anak-anak dapat tumbuh di lingkungan yang aman, sehat, dan penuh kasih sayang, serta siap menghadapi tantangan zaman dengan bijak dan berakhlak mulia.

Ustaz Rahmadon menegaskan, kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia terus meningkat secara signifikan. 

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 241 pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis hanya dalam sepuluh bulan tahun 2025, yang sudah melampaui angka tahun sebelumnya. 

“Tempat yang seharusnya paling aman, seperti rumah dan sekolah, justru menjadi lokasi kekerasan yang mengancam tumbuh kembang anak,”

“Pelaku kekerasan kerap berasal dari lingkup keluarga, seperti orang tua kandung, tiri, maupun lingkungan pendidikan,” ungkapnya.

Ia menguraikan, perkembangan teknologi informasi dan kecerdasan buatan memperkenalkan dimensi baru dalam perlindungan anak. 

Teknologi memudahkan akses belajar, komunikasi, dan informasi, namun juga membawa risiko besar jika pengguna, khususnya anak dan remaja, tidak dibekali kesadaran kritis. 

“Konten negatif, hoaks, dan pola konsumsi digital yang pasif berpotensi merusak akal sehat, moral, dan psikologis generasi muda,”

“Fenomena ini menuntut sinergi antara perlindungan anak dan literasi digital sebagai fondasi masa depan yang lebih aman dan sehat,” ungkapnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved